Sabtu, 30 Juni 2012

Cara Tanam Padi Sistem Legowo

Cara Tanam Padi Sistem Legowo


Padi merupakan tanaman pangan utama penduduk Indonesia, sebagian besar ditanam di lahan sawah. Kendala produktivitas lahan sawah diantaranya akibat serangan hama, penyakit dan gulma. Perkembangan pengganggu tanaman ini sering didukung oleh cara tanam yang sebenarnya masih bisa diperbaiki


Legowo adalah cara tanam padi sawah yang memiliki beberapa barisan tanaman kemudian diselingi oleh 1 baris kosong dimana jarak tanam pada barisan pinggir ½ kali jarak tanaman pada baris tengah. Cara tanam jajar legowo untuk padi sawah secara umum bisa dilakukan dengan berbagai tipe yaitu: legowo (2:1), (3:1), (4:1), (5:1), (6:1) atau tipe lainnya. Namun dari hasil penelitian, tipe terbaik untuk mendapatkan produksi gabah tertinggi dicapai oleh legowo 4:1, dan untuk mendapat bulir gabah berkualitas benih dicapai oleh legowo 2:1.

Pengertian jajar legowo 4 : 1 adalah cara tanam yang memiliki 4 barisan kemudian diselingi oleh 1 barisan kosong dimana pada setiap baris pinggir mempunyai jarak tanam lebih dari 2 kali jarak tanam pada barisan tengah. Dengan demikian, jarak tanam pada tipe legowo 4 : 1 adalah 20 cm (antar barisan dan pada barisan tengah) x 10 cm (barisan pinggir) x 40 cm (barisan kosong).

Pengertian jajar legowo 2 : 1 adalah cara tanam yang memiliki 2 barisan kemudian diselingi oleh 1 barisan kosong dimana pada setiap baris pinggir mempunyai jarak tanam ½ kali jarak tanam antar barisan. Dengan demikian, jarak tanam pada tipe legowo 2 : 1 adalah 20 cm (antar barisan) x 10 cm (barisan pinggir) x 40 cm (barisan kosong).

Modifikasi jarak tanam pada cara tanam legowo bisa dilakukan dengan berbagai pertimbangan. Secara umum, jarak tanam yang dipakai adalah 20 cm dan bisa dimodifikasi menjadi 22,5 cm atau 25 cm sesuai pertimbangan varietas padi yang akan ditanam atau tingkat kesuburan tanahnya.

Jarak tanam untuk padi yang sejenis dengan varietas IR-64, seperti varietas Ciherang cukup dengan jarak 20 cm, sedangkan untuk varietas padi yang punya penampilan lebih lebat dan tinggi perlu diberi jarak tanam yang lebih lebar misalnya antara 22,5 - 25 cm. Demikian juga pada tanah yang kurang subur cukup digunakan jarak tanam 20 cm, sedangkan pada tanah yang lebih subur perlu diberi jarak tanam yang lebih lebar misalnya 22,5 cm atau pada tanah yang sangat subur jarak tanamnya 25 cm. Pemilihan ukuran jarak tanam bertujuan agar mendapat hasil yang optimal.

Tujuan cara tanam legowo sebagai berikut :
1. Memanfaatkan sinar matahari bagi tanaman yang berada pada bagian pinggir barisan. Semakin banyak sinar matahari yang mengenai tanaman, maka proses fotosintesis oleh daun tanaman akan semakin tinggi sehingga akan mendapatkan bobot buah yang lebih berat.
2. Mengurangi kemungkinan serangan hama, terutama tikus. Pada lahan yang relatif terbuka, hama tikus kurang suka tinggal di dalamnya.
3. Menekan serangan penyakit. Pada lahan yang relatif terbuka, kelembaban akan semakin berkurang, sehingga serangan penyakit juga akan berkurang.
4. Mempermudah pelaksanaan pemupukan dan pengendalian hama / penyakit. Posisi orang yang melaksanakan pemupukan dan pengendalian hama / penyakit bisa leluasa pada barisan kosong di antara 2 barisan legowo.
5. Menambah populasi tanaman. Misal pada legowo 2 : 1, populasi tanaman akan bertambah sekitar 30 %. Bertambahnya populasi tanaman akan memberikan harapan peningkata produktivitas hasil.

Rizka Wijayanti M.
(IPB-A24090174)

Kamis, 28 Juni 2012

BUDIDAYA KOPI

I. PENDAHULUAN
Tanaman Kopi merupakan tanaman yang sangat familiar di lahan pekarangan penduduk pedesaan di Indonesia. Jika potensi dahsyat ini bisa kita manfaatkan tidaklah sulit untuk menjadikan komoditi ini menjadi andalan di sektor perkebunan. Hanya butuh sedikit sentuhan teknis budidaya yang
tepat, niscaya harapan kita optimis menjadi kenyataan.

PT. Natural Nusantara berusaha mewujudkan harapan bersama tersebut dengan paket panduan teknis dan produk tanpa melupakan Aspek K-3 yaitu kuantitas, kualitas dan kelestarian yang kini menjadi salah satu syarat persaingan di era globalisasi.

II. PERSIAPAN LAHAN
- Untuk tanah pegunungan/miring buat teras.
- Kurangi/tambah pohon pelindung yang cepat tumbuh kira-kira 1:4 hingga 1: 8 dari jumlah tanaman kopi.
- Siapkan pupuk kandang matang sebanyak 25-50 kg, sebarkan Natural GLIO, diamkan satu minggu dan buat lobang tanam 60 x 60, atau 75 x 75 cm dengan jarak tanam 2,5x2,5 hingga 2,75 x 2,75 m minimal 2 bulan sebelum tanam

III. PEMBIBITAN
- Siapkan biji yang berkualitas dari pohon yang telah diketahui produksinya biasanya dari penangkar benih terpercaya.
- Buat kotak atau bumbunan tanah untuk persemaian dengan tebal lapisan pasir sekitar 5 cm.
- Buat pelindung dengan pelepah atau paranet dengan pengurangan bertahap jika bibit telah tumbuh
- Siram bibitan dengan rutin dengan melihat kebasahan tanah
- Bibit akan berkecambah kurang lebih 1 bulan, pilih bibit yang sehat dan lakukan pemindahan ke polibag dengan hati2 agar akar tidak putus pada umur bibit 2 -3 bulan sejak awal pembibitan
- Tambahkan pupuk NPK sebagai pupuk dasar (lihat tabel) hingga umur 12 bulan
- Siramkan SUPERNASA dosis 1 sendok makan per 10 liter air, ambil 250 ml per pohon dari larutan tersebut
- Setelah bibit umur 4 bulan semprotkan 2 tutup POC NASA per tangki sebulan sekali hingga umur bibit 7-9 bulan dan siap tanam

Tabel Dosis Pupuk Untuk Bibit Kopi

Umur (bln)
gr/m2
Urea
SP-36
KCl
3
10
5
5
5
20
10
10
7
30
15
15
9
40
20
20
12
50
25
25

Catatan : Jenis dan dosis pupuk bisa sesuai dengan anjuran dinas pertanian setempat. Perhatikan kelembapan tanah agar bibit tidak terkena serangan karat daun.

IV. PENANAMAN
- Masukkan pupuk kandang dengan campuran tanah bagian atas saat penanaman bibit.
- Usahakan saat tanam sudah memasuki musim hujan.
- Lakukan penyiraman tanah setelah tanam
- Hindarkan resiko kematian tanaman baru dari gangguan ternak.

V. PENYULAMAN
- Lakukan penyulaman segera jika tanaman mati atau gejala pertumbuhannya tidak normal.
- Penyulaman dilakukan awal musim hujan

VI. PENYIRAMAN
Lakukan penyiraman jika tanah kering atau musim kemarau

VII. PEMUPUKAN- Pemupukan NPK diberikan dua kali setahun, yaitu awal dan akhir musim hujan.
- Setelah pemupukan sebaiknya disiram.

Jenis dan Dosis Pupuk Makro sesuai table.
Tahun
gr/pohon/tahun
Urea
SP-36
KCl
1
2 x 25 2 x 25 2 x 20
2
2 x 50 2 x 50 2 x 40
3
2 x 75 2 x 70 2 x 40
4
2 x 100 2 x 90 2 x 40
5 - 10
2 x 150 2 x 130 2 x 60
> 10
2 x 200 2 x 175 2 x 80

Catatan : Jenis dan Dosis pupuk sesuai dengan jenis tanah atau rekomendasi dinas pertaniam setempat

Cara pemupukan dibuat lubang kecil mengelilingi tanaman sejauh ¾ lebar tajuk, pupuk dimasukan dan ditutup tanah.
Akan lebih baik ditambah pupuk organik SUPERNASA dosis 1 botol untuk ± 200 tanaman . 1 botol SUPERNASA diencerkan dalam 2 liter (2000 ml) air dijadikan larutan induk. Kemudian setiap 1 liter air diberi 10 ml larutan induk tadi untuk penyiraman setiap pohon atau siram atau kocorkan SUPERNASA 1 sendok makan per 10 liter air setiap 3-6 bulan sekali.
Semprotkan POC NASA 3-4 tutup + HORMONIK 1-2 tutup per tangki setiap 1 bulan sekali
VIII. PEMANGKASAN
Lakukan pemangkasan rutin setelah berakhirnya masa panen (pangkas berat) untuk mengatur bentuk pertumbuhan, mengurangi cabang tunas air (wiwilan), mengurangi penguapan dan bertujuan agar terbentuk bunga, serta perbaikan bagian tanaman yang rusak.
Pemangkasan pada awal atau akhir musim hujan setelah pemupukan

IX. PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT
A. H A M A
1. Bubuk buah kopi (Stephanoderes hampei) serangan di penyimpanan buah maupun saat masih di kebun . Pencegahan dengan PESTONA atau BVR secara bergantian
2. Penggerek cabang coklat dan hitam (Cylobarus morigerus dan Compactus ) menyerang ranting dan cabang. Pencegahan dengan PESTONA.
3. Kutu dompolan (Pseudococcus citri) menyerang kuncup bunga, buah muda, ranting dan daun muda, pencegahan gunakan PESTONA, BVR atau PENTANA.+ AERO 810 secara bergantian

B. PENYAKIT
1. Penyakit karat daun disebabkan oleh Hemileia vastatrix , preventif semprotkan Natural GLIO
2. Penyakit Jamur Upas disebabkan oleh Corticium salmonicolor : Kurangi kelembaban , kerok dan preventif oleskan batang/ranting dengan Natural GLIO + POC NASA
3. Penyakit akar hitam penyebab Rosellina bunodes dan R. arcuata. Ditandai dengan daun kuning, layu, menggantung dan gugur. preventif dengan Natural GLIO
4. Penyakit akar coklat penyebabnya : Fomes lamaoensis atau Phellinus lamaoensis preventif dengan Natural GLIO
5. Penyakit bercak coklat pada daun oleh Cercospora cafeicola Berk et Cooke pencegahan dengan Natural GLIO
6. Penyakit mati ujung pada ranting.Penyebabnya Rhizoctonia .Preventif gunakan Natural GLIO.

Catatan : Jika pengendalian hama dan penyakit dengan pestisida alami belum mengatasi, sebagai alternative terakhir bisa digunakan pestisida kimia yang dianjurkan. Agar penyemprotan lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan Perekat Perata Pembasah AERO 810 dosis 0,5 tutup botol per tangki

X. P A N E N
Kopi akan berproduksi mulai umur 2,5 tahun jika dirawat dengan baik dan buah telah menunjukkan warna merah yang meliputi sebagian besar tanaman, dan dilakukan bertahap sesuai dengan masa kemasakan buah.

XI. PENGOLAHAN HASIL
Agar dipersiapkan terlebih dahulu tempat penjemuran, pengupasan kulit dan juga penyimpanan hasil panen agar tidak rusak akibat hama pasca panen. Buah panenan harus segera diproses maksimal 20 jam setelah petik untuk mendapatkan hasil yang baik.

Penyebab Kerusakan Kopi Beras :
1. Biji keriput : asal buah masih muda
2. Biji berlubang :kopi terserang bubuk
3. Biji kemerahan : Kurang bersih mencucinya
4. Biji pecah : mesin pengupas kurang sempurna, berasal dari buah yang terserang bubuk, pada saat pengupasan dengan mesin kopi terlalu kering.
5. Biji pecah diikuti oleh perubahan warna: mesin penguap dan pemisah kulit dengan biji kurang sempurna, fermentasi pada pengolahan basah kurang sempurna.
6. Biji belang : pengeringan tidak sempurna, terlalu lama disimpan , suhu penyimpanan terlalu lembab.
7. Biji Pucat : terlalu lama disimpan di tempat lembab
8. Biji berkulit ari : Pengeringan tidak sempurna atau terlalu lama, pada pengeringan buatan suhu awal terlalu rendah.
9. Biji berwarna kelabu hitam : pada pengeringan buatan suhunya terlalu tinggi.
10. Noda-noda cokelat hitam : pada pengeringan buatan, kopi tidak sering diaduk/dibolak-balik.
http://teknis-budidaya.blogspot.com/2007/10/budidaya-kopi.html                            

Rabu, 27 Juni 2012

Stabilitas Warna Daging Sapi Modified Atmosphere (MA)

Stabilitas warna daging sapi dengan modified atmosphere (MA) vakum atau oksigen tinggi

Jurnal: Colour stability of steaks from large beef cuts aged under vacuum or high oxygen modified atmosphere (Gunilla Lindahl-Department of Food Science, Swedish University of Agricultural Sciences, P.O. Box 7051, SE-750 07 Uppsala, Sweden)

Review: Pengemasan daging sapi kecil-kecil pada modified atmosphere (MA) dengan komponen oksigen tinggi digunakan dengan tujuan untuk mempertahankan warna merah daging, yang disukai oleh konsumen. Kadar oksigen yang diperlukan untuk mempertahankan stabilitas warna minium adalah 55% dan 70-80% luasnya digunakan dalam pengemasan MA. Sekitar 20-30% CO2 akan membantu untuk memperpanjang stabilitas warna karena dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Pada waktu yang lama stabilitas warna pada MA jika dibandingkan dengan udara berdasarkan bentuknya akan ada lapisan oxymyoglobin (OxyMb) tebal pada permukaan daging sapi yang menutupi lapisan metmyoglobin (MetMb). Potongan daging besar biasanya langsung dikemas dalam vakum sebelum dipotong kecil-kecil dan dikemas dalam oxygen MA tinggi atau pengemasan vakum atau didiamkan dalam udara. Hal ini diketahui bahwa umur postmortem akan menghasilkan warna dan stabilitas warna daging sapi akan merubah konsumsi oksigen dan aktivitas metmyoglobin akan menghilang pada daging. Ini akan menyebabkan perbedaan warna setiap potongan daging sapi. Potongan daging M. longissimus dorsi (LD) mempunyai stabilitas warna yang sangat tinggi, namun M. semimembranosus (SM) memounyai stabilitas warna yang rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kualitas umur daging potongan besar pada high-oxygen MA untuk penjualan eceran tanpa pengemasan ulang dengan melihat daya mengikat air, nilai keempukan, proteolisis dan degradasi protein. Berdasarkan sisi lain dilihat juga stabilitas warna di udara mengenai yang terjadi saat pengemasan dengan daging potongan besar yang dibuka dan dipotong menjadi steak.

Materi yang digunakan adalah sepuluh sapi Swedish Holstein jantan yang diperlakukan sama dalam kandang penggemukan. Semua ternak berasal dari peternakan yang sama dan diberi pakan yang sama. Berat karkas berkisar antara 288 sampai 315 kg digantung dan disimpan dalam chilling room pada suhu 4C selama satu malam. Potongan komersial dibagi menjasi lima potong (LD) 10 cm atau 4 cm sebanyak 10 potong (SM) per ternak. Dilakukan sepuluh perbedaan perlakuan yaitu tidak ada pelayuan, pelayuan hanya dalam vakum (V) selama 5,15 atau 25 hari, pelayuan dengan high oxygen modified atmosphere (M) dengan 80% O2+20% CO2 selama 5 atau 10 days atau pelayuan dalam V selama 5 atau 15 hari diikuti M selama 5 or 10 hari. Setelah perlakuan pelayuan, steak dipotong hingga permukaan dalam, sehingga semua bagian terkena udara dan disimpan dalam udara dengan suhu 4C selama 5 hari dalam ruang gelap.

Pengukuran warna menggunakan Minolta CM-2500d spektofotometer dengan refleksi, diamter lubang lensa 8 mm, iluminan D65, 10 standar penelitian dan CIE pengukuran warna. Stabilitas warna akan dinilai melalui pengulangan pengukuran pada steak yang sama setelah 1 sampai 3 jam dan 1 hari selama 5 hari disimpan dalam udara. Akan ada nilai deoxymyoglobin yang diperkirakan dengan perbandingan-perbandingan yang dihitung dengan interpolasi linier dari nilai refleksi. Kadar pigmen dianalisis menggunakan metode Nit 409 dengan modifikasi, Kadar pigmen akan dihitung dari kurva standar dengan myoglobin yang ditampilkan dengan mg myoglobin/g berat basah daging sapi.Analisis statistik dihitung menggunakan analisis statistik system versi 9.1. Statistik yang dianalisis adalah parameter warna (termasuk waktu pelayuan), waktu penyimpanan dan kejadian serta kesalahan yang terjadi.

Kadar myoglobin antara daging LD dan SM tidak terdapat perbedaan yang nyata diantara kedua daging sapi. Stabilitas warnadaging steak LD dan SM selama penyimpanan diudara dievalluai nilainya dan hubungan antara kadar OxyMb dan MetMb. Perubahan warna sangat signifikan dipengarui oleh sistem pelayuan dan penyimpanan udara pada suhu 4C dan interaksi antara sistem pelayuan dengan waktu penyimpanan.

Antara pelayuan sistem dan waktu pelayuan mempengaruhi stabilitas warna dari daging steak, potongan besar LD dan SM selama penyimpanan di udara setelah pelayuan. Untuk pelayuan dengan waktu singkat, 5 sampai 10 hari, daging potongan besar dapat dilayukan dengan high oxygen MA tanpa adanya efek negatif, dibandingkan dengan pelayuan vakum yang akan mempengaruhi warna steak setelah pelayuam. Terlalu lama pelayuan akan menurunkan stabilitas warna. Pelayuan vakum lebih baik digunakan selama 5 sampai 15 hari diikuti dengan high oxygen MA. Steak LD dan SD (dua hari postmortem) tidak dilayukan dan disimpan diudara akan mempunyai stabilitas warna yang paling rendah.

Anastasha Renate
(IPB - D14090026)

Minggu, 24 Juni 2012

Validasi Metode Analisis Morfolina dalam Kosmetik dengan GC-MS

Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang digunakan pada bagian luar badan (kulit, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambahkan daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit (Iswari 2007).

Komposisi utama dari kosmetik adalah bahan dasar yang berkhasiat, bahan aktif dan ditambah bahan tambahan lain seperti bahan pewarna, bahan pewangi, pada pencampuran bahan-bahan tersebut harus memenuhi kaidah pembuatan kosmetik termasuk farmakologi, kimia teknik dan lainnya (Wasitaatmadja 1997). Bahan-bahan yang dipergunakan dalam kosmetika kerap kali memberikan dampak buruk bagi kesehatan konsumennya. Bahan tersebut digolongkan menjadi bahan berbahaya, bahan yang dilarang serta bahan yang diizinkan dengan jumlah kadar yang tertentu.

Salah satu bahan berbahaya yang berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.42.1018 Tentang Bahan Kosmetik yaitu morfolina. Morfolina digunakan di Amerika Serikat untuk industri kosmetik. Data yang diserahkan kepada US Food and Drug Administration (USFDA) pada tahun 1981 dan 1986 (Cosmetic Ingredient Review 1989) dan tahun 1991 (Cosmetic Ingredient Review 1991) menunjukkan bahwa setidaknya di Amerika Serikat, morfolina masih digunakan dalam produk kosmetik.

Morfolina digunakan di dalam 38 produk kosmetik termasuk eyeliner, eye shadow, maskara dan perawatan kulit. Penggunaan terbesar morfolina di maskara yaitu 32 produk. Morfolina digunakan di beberapa negara dalam produk kosmetik sebagai surfaktan dan emulsifier pada konsentrasi hingga 5% (Cosmetic Ingredient Review 1989). Jenis kosmetik yang dianalisis pada percobaan ini yaitu eyeliner. Eyeliner digunakan kaum hawa untuk memperindah bentuk mata, terutama untuk mata kecil (Listiyani 2011).

Validasi metode analisis morfolina dilakukan menggunakan kromatografi gas dan spektrometer massa atau yang lebih dikenal sebagai GC-MS. Validasi metode merupakan proses yang dilakukan melalui penelitian laboratorium untuk membuktikan bahwa karakteristik kinerja metode itu memenuhi persyaratan aplikasi analitik yang dimaksudkan (Badan POM 2003).

Terdapat beberapa parameter validasi analisis yang dievaluasi antara lain akurasi, presisi, selektivitas, batas deteksi dan batas kuantitasi, kelinearan, dan kekuatan (robustness). Alat GC-MS dikondisikan sebaik mungkin sesuai dengan senyawa yang akan dideteksi sehingga memperoleh puncak morfolina dengan sedikit pengotor. (Indah Mayasari)

Sabtu, 23 Juni 2012

BUDIDAYA KELAPA SAWIT

I. PENDAHULUAN

 
Agribisnis kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.), baik yang berorientasi pasar lokal maupun global akan berhadapan dengan tuntutan kualitas produk dan kelestarian lingkungan selain tentunya kuantitas produksi. PT. Natural Nusantara berusaha berperan dalam peningkatan produksi budidaya kelapa sawit secara Kuantitas, Kualitas dan tetap menjaga Kelestarian lingkungan (Aspek K-3).

II. SYARAT PERTUMBUHAN
2.1. Iklim
Lama penyinaran matahari rata-rata 5-7 jam/hari. Curah hujan tahunan 1.500-4.000 mm. Temperatur optimal 24-280C. Ketinggian tempat yang ideal antara 1-500 m dpl. Kecepatan angin 5-6 km/jam untuk membantu proses penyerbukan.
2.2. Media Tanam
Tanah yang baik mengandung banyak lempung, beraerasi baik dan subur. Berdrainase baik, permukaan air tanah cukup dalam, solum cukup dalam (80 cm), pH tanah 4-6, dan tanah tidak berbatu. Tanah Latosol, Ultisol dan Aluvial, tanah gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai dapat dijadikan perkebunan kelapa sawit.

III. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
3.1. Pembibitan
3.1.1. Penyemaian

Kecambah dimasukkan polibag 12x23 atau 15x23 cm berisi 1,5-2,0 kg tanah lapisan atas yang telah diayak. Kecambah ditanam sedalam 2 cm. Tanah di polibag harus selalu lembab. Simpan polibag di bedengan dengan diameter 120 cm. Setelah berumur 3-4 bulan dan berdaun 4-5 helai bibit dipindahtanamkan.
Bibit dari dederan dipindahkan ke dalam polibag 40x50 cm setebal 0,11 mm yang berisi 15-30 kg tanah lapisan atas yang diayak. Sebelum bibit ditanam, siram tanah dengan POC NASA 5 ml atau 0,5 tutup per liter air. Polibag diatur dalam posisi segitiga sama sisi dengan jarak 90x90 cm.

3.1.2. Pemeliharaan Pembibitan
Penyiraman dilakukan dua kali sehari. Penyiangan 2-3 kali sebulan atau disesuaikan dengan pertumbuhan gulma. Bibit tidak normal, berpenyakit dan mempunyai kelainan genetis harus dibuang. Seleksi dilakukan pada umur 4 dan 9 bulan.
Pemupukan pada saat pembibitan sebagai berikut :


Pupuk Makro
> 15-15-6-4 Minggu ke 2 & 3 (2 gram); minggu ke 4 & 5 (4gr); minggu ke 6 & 8 (6gr); minggu ke 10 & 12 (8gr)
> 12-12-17-2 Mingu ke 14, 15, 16 & 20 (8 gr); Minggu ke 22, 24, 26 & 28 (12gr), minggu ke 30, 32, 34 & 36 (17gr), minggu ke 38 & 40 (20gr).
> 12-12-17-2 Minggu ke 19 & 21 (4gr); minggu ke 23 & 25 (6gr); minggu ke 27, 29 & 31 (8gr)
> POC NASA Mulai minggu ke 1 – 40 (1-2cc/lt air perbibit disiramkan 1-2 minggu sekali).

Catatan : Akan Lebih baik pembibitan diselingi/ditambah SUPER NASA 1-3 kali dengan dosis 1 botol untuk + 400 bibit. 1 botol SUPER NASA diencerkan dalam 4 liter (4000 ml) air dijadikan larutan induk. Kemudian setiap 1 liter air diberi 10 ml larutan induk tadi untuk penyiraman

3.2. Teknik Penanaman
3.2.1. Penentuan Pola Tanaman
Pola tanam dapat monokultur ataupun tumpangsari. Tanaman penutup tanah (legume cover crop LCC) pada areal tanaman kelapa sawit sangat penting karena dapat memperbaiki sifat-sifat fisika, kimia dan biologi tanah, mencegah erosi, mempertahankan kelembaban tanah dan menekan pertumbuhan tanaman pengganggu (gulma). Penanaman tanaman kacang-kacangan sebaiknya dilaksanakan segera setelah persiapan lahan selesai.

3.2.2. Pembuatan Lubang Tanam
Lubang tanam dibuat beberapa hari sebelum tanam dengan ukuran 50x40 cm sedalam 40 cm. Sisa galian tanah atas (20 cm) dipisahkan dari tanah bawah. Jarak 9x9x9 m. Areal berbukit, dibuat teras melingkari bukit dan lubang berjarak 1,5 m dari sisi lereng.

3.2.3. Cara Penanaman
Penanaman pada awal musim hujan, setelah hujan turun dengan teratur. Sehari sebelum tanam, siram bibit pada polibag. Lepaskan plastik polybag hati-hati dan masukkan bibit ke dalam lubang. Taburkan Natural GLIO yang sudah dikembangbiakkan dalam pupuk kandang selama + 1 minggu di sekitar perakaran tanaman. Segera ditimbun dengan galian tanah atas. Siramkan POC NASA secara merata dengan dosis ± 5-10 ml/ liter air setiap pohon atau semprot (dosis 3-4 tutup/tangki). Hasil akan lebih bagus jika menggunakan SUPER NASA. Adapun cara penggunaan SUPER NASA adalah sebagai berikut: 1 botol SUPER NASA diencerkan dalam 2 liter (2000 ml) air dijadikan larutan induk. Kemudian setiap 1 liter air diberi 10 ml larutan induk tadi untuk penyiraman setiap pohon.

3.3. Pemeliharaan Tanaman
3.3.1. Penyulaman dan Penjarangan
Tanaman mati disulam dengan bibit berumur 10-14 bulan. Populasi 1 hektar + 135-145 pohon agar tidak ada persaingan sinar matahari.

3.3.2. Penyiangan
Tanah di sekitar pohon harus bersih dari gulma.

3.3.3. Pemupukan
Anjuran pemupukan sebagai berikut :

Pupuk Makro

Urea
  1. Bulan ke 6, 12, 18, 24, 30 & 36
  2. Bulan ke 42, 48, 54, 60 dst

225 kg/ha
1000 kg/ha

TSP
  1. Bulan ke 6, 12, 18, 24, 30 & 36
  2. Bulan ke 48 & 60

115 kg/ha
750 kg/ha

MOP/KCl
  1. Bulan ke 6, 12, 18, 24, 30 & 36
  2. Bulan ke 42, 48, 54, 60 dst

200 kg/ha
1200 kg/ha

Kieserite
  1. Bulan ke 6, 12, 18, 24, 30 & 36
  2. Bulan ke 42, 48, 54, 60 dst

75 kg/ha
600 kg/ha

Borax
  1. Bulan ke 6, 12, 18, 24, 30 & 36
  2. Bulan ke 42, 48, 54, 60 dst

20 kg/ha
40 kg/ha

NB. : Pemberian pupuk pertama sebaiknya pada awal musim hujan (September - Oktober) dan kedua di akhir musim hujan (Maret- April).
POC NASA
a. Dosis POC NASA mulai awal tanam :

0-36 bln
2-3 tutup/ diencerkan secukupnya dan siramkan sekitar pangkal batang, setiap 4 - 5 bulan sekali
>36 bln
3-4 tutup/ diencerkan secukupnya dan siramkan sekitar pangkal batang, setiap 3 – 4 bulan sekali

b. Dosis POC NASA pada tanaman yang sudah produksi tetapi tidak dari awal memakai POC NASA
Tahap 1 : Aplikasikan 3 - 4 kali berturut-turut dengan interval 1-2 bln. Dosis 3-4 tutup/ pohon
Tahap 2 : Aplikasikan setiap 3-4 bulan sekali. Dosis 3-4 tutup/ pohon
Catatan: Akan Lebih baik pemberian diselingi/ditambah SUPER NASA 1-2 kali/tahun dengan dosis 1 botol untuk + 200 tanaman. Cara lihat Teknik Penanaman (Point 3.2.3.)

3.3.4. Pemangkasan Daun
Terdapat tiga jenis pemangkasan yaitu:
a. Pemangkasan pasir
Membuang daun kering, buah pertama atau buah busuk waktu tanaman berumur 16-20 bulan.
b. Pemangkasan produksi
Memotong daun yang tumbuhnya saling menumpuk (songgo dua) untuk persiapan panen umur 20-28 bulan.
c. Pemangkasan pemeliharaan
Membuang daun-daun songgo dua secara rutin sehingga pada pokok tanaman hanya terdapat sejumlah 28-54 helai.

3.3.5. Kastrasi Bunga
Memotong bunga-bunga jantan dan betina yang tumbuh pada waktu tanaman berumur 12-20 bulan.

3.3.6. Penyerbukan Buatan
Untuk mengoptimalkan jumlah tandan yang berbuah, dibantu penyerbukan buatan oleh manusia atau serangga.
a. Penyerbukan oleh manusia
Dilakukan saat tanaman berumur 2-7 minggu pada bunga betina yang sedang represif (bunga betina siap untuk diserbuki oleh serbuk sari jantan). Ciri bunga represif adalah kepala putik terbuka, warna kepala putik kemerah-merahan dan berlendir.

Cara penyerbukan:
1. Bak seludang bunga.
2. Campurkan serbuk sari dengan talk murni ( 1:2 ). Serbuk sari diambil dari pohon yang baik dan biasanya sudah dipersiapkan di laboratorium, semprotkan serbuk sari pada kepala putik dengan menggunakan baby duster/puffer.
b. Penyerbukan oleh Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit
Serangga penyerbuk Elaeidobius camerunicus tertarik pada bau bunga jantan. Serangga dilepas saat bunga betina sedang represif. Keunggulan cara ini adalah tandan buah lebih besar, bentuk buah lebih sempurna, produksi minyak lebih besar 15% dan produksi inti (minyak inti) meningkat sampai 30%.

3.4. Hama dan Penyakit
3.4.1. Hama
a. Hama Tungau
Penyebab: tungau merah (Oligonychus). Bagian diserang adalah daun. Gejala: daun menjadi mengkilap dan berwarna bronz. Pengendalian: Semprot Pestona atau Natural BVR.

b. Ulat Setora
Penyebab: Setora nitens. Bagian yang diserang adalah daun. Gejala: daun dimakan sehingga tersisa lidinya saja. Pengendalian: Penyemprotan dengan Pestona.

3.4.2. Penyakit
a. Root Blast
Penyebab: Rhizoctonia lamellifera dan Phythium Sp. Bagian diserang akar. Gejala: bibit di persemaian mati mendadak, tanaman dewasa layu dan mati, terjadi pembusukan akar. Pengendalian: pembuatan persemaian yang baik, pemberian air irigasi di musim kemarau, penggunaan bibit berumur lebih dari 11 bulan. Pencegahan dengan pengunaan Natural GLIO.

b. Garis Kuning
Penyebab: Fusarium oxysporum. Bagian diserang daun. Gejala: bulatan oval berwarna kuning pucat mengelilingi warna coklat pada daun, daun mengering. Pengendalian: inokulasi penyakit pada bibit dan tanaman muda. Pencegahan dengan pengunaan Natural GLIO semenjak awal.

c. Dry Basal Rot
Penyebab: Ceratocyctis paradoxa. Bagian diserang batang. Gejala: pelepah mudah patah, daun membusuk dan kering; daun muda mati dan kering. Pengendalian: adalah dengan menanam bibit yang telah diinokulasi penyakit.
Catatan : Jika pengendalian hama penyakit dengan menggunakan pestisida alami belum mengatasi dapat dipergunakan pestisida kimia yang dianjurkan. Agar penyemprotan pestisida kimia lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan Perekat Perata AERO 810, dosis + 5 ml (1/2 tutup)/tangki. Penyemprotan herbisida (untuk gulma) agar lebih efektif dan efisien dapat di campur Perekat Perata AERO 810, dosis + 5 ml (1/2 tutup)/tangki .

3.5. Panen
3.5.1. Umur Panen
Mulai berbuah setelah 2,5 tahun dan masak 5,5 bulan setelah penyerbukan. Dapat dipanen jika tanaman telah berumur 31 bulan, sedikitnya 60% buah telah matang panen, dari 5 pohon terdapat 1 tandan buah matang panen. Ciri tandan matang panen adalah sedikitnya ada 5 buah yang lepas/jatuh dari tandan yang beratnya kurang dari 10 kg atau sedikitnya ada 10 buah yang lepas dari tandan yang beratnya 10 kg atau lebih. 

http://teknis-budidaya.blogspot.com/2007/10/budidaya-kelapa-sawit.html

Kamis, 21 Juni 2012

Sekolah Pertanian Belanda

Sekolah Pertanian Belanda

Belanda oh Belanda
Siapa ingin pergi ke Belanda? Ya, sekedar liburan atau bahkan sekolah S2 di sana mungkin? Pengen banget! Itu pasti jawaban yang muncul. Belanda alias Netherlands memang salah satu tempat incaran para pelajar Indonesia untuk menuntut ilmu. Beberapa universitas terkemuka di Belanda juga sudah melahirkan lulusan yang sukses dalam kariernya. Seperti menteri lingkungan hidup yang sekarang menjabat, Bapak Gusti Muhammad Hatta. Beliau mendapatkan gelar Doktor (Ph.D) bidang Silvikultur di Universitas Wageningen, Belanda. Sekarang beliau sudah profesor loh...

Sebenarnya, selain Belanda, ada banyak negara tujuan untuk melanjutkan pendidikan. Lalu mengapa banyak yang tertarik ke Belanda? Setelah membaca tulisan dan literatur tentang Belanda, saya sedikit tahu mengapa negara kincir angin itu dipilih. Inovasi teknologi yang diakui dunia membuat nama Belanda dikenal banyak pencari ilmu di penjuru dunia. Tidak percaya? Ilmu pengetahuan di Belanda memang bukan barang baru. Bukti nyatanya, teleskop, mikroskop, jam pendulum, dan termometer merkuri merupakan contoh penemuan orang Belanda pada abad 16-17.

Kalau tanya saya...mmm...teknologi yang pertama muncul dalam benak saya ketika mendengar kata 'Belanda' ya bendungannya. Dam. Ingat Amsterdam dan Rotterdam? Keduanya diberi embel-embel nama dam karena memang kotanya berdiri dengan bantuan bendungan. Jangan mengira bendungan ini biasa. Bayangkan jika sebuah kota dibangun di atas air. Berapa besar kekuatan (=baca: teknologi) yang diperlukan untuk menjadikannya daratan? Nah, kedua kota itu memanfaatkan bendungan untuk menahan air laut. Lihat saja letaknya di peta. Ada tepat di pinggir laut (lihat gambar 1 sebelah kiri di bawah ini).


Foto: http://www.rnw.nl/data/files/images/sea-level-captions--rkswtrstaat.jpg, www.admissions.wisc.edu/blogs (diolah)

Di mata dunia, Belanda kadang diberi julukan 'pancake' atau panekuk kata ibu-ibu bilang. Itu karena negaranya memang hampir-ya bisa dibilang amat sangat-rata. Kontur tanahnya landai. Dan tidak ada gunung sama sekali!
Dataran tertinggi di sana hanya sebuah 'bukit'. Tingginya hanya 321 dpl (di atas permukaan laut). Huff, betapa bersyukurnya para pecinta alam tinggal di Indonesia. Di sini lebih banyak gunung untuk disinggahi :) Menurut saya itu tak lebih dari perbukitan. Bahkan titik terendah di Eropa juga berada di Belanda. Tepatnya di Nieuwerkerk aan den Ijssel. Kota di timur laut Rotterdam itu berada di ketinggian sekitar 6,74 m di bawah permukaan laut.

Terendam dong? Iya, faktanya lebih dari seperempat wilayah Belanda berada di bawah permukaan air. Coba lihat lagi gambar di atas. Gambar sebelah kanan yang berwarna biru menunjukkan wilayah belanda yang sebenarnya berada di bawah permukaan laut. Sedangkan yang hijau merupakan wilayah yang berada di atas permukan laut. Walhasil, untuk membuat sebuah kota, wilayah berair itu dipagari bendungan agar aman dari hempasan air laut dan dibantu alat untuk memompa kelebihan air keluar.

Terbayang kan kekuatan laut dengan airnya yang bejibun seberapa dahsyat. Itulah yang dijaga mati-matian oleh orang Belanda agar jangan sampai menimbulkan bencana banjir saat air laut pasang. Mereka membangun tanggul-tanggul penahan air dan bendungan. Walau terbilang bahaya, ada juga penduduk yang tinggal di daerah landai. Tanah di bibir pantai yang berlempung rupanya menarik minat penduduk untuk bercocok tanam. Jenis tanah itu ternyata lebih subur dibandingkan tanah berpasir di daerah yang lebih tinggi. Penduduknya tinggal di rumah yang dibangun di atas gundukan buatan yang disebut terpen. Tinggi gundukannya sampai 15 meter.

Awalnya tanggul hanya dibuat setinggi 1 m. Tujuannya untuk menghalangi air yang masuk merusak pertanaman mereka ketika air laut pasang. Sekitar 1000 masehi, ketika populasi penduduk meningkat dan ancaman banjir semakin kuat karena permukaan air meningkat, mulailah dibuat tanggul yang lebih baik.

Seiring waktu, pembuatan bendungan diperhitungkan dengan tingkat ketelitian tinggi menggunakan teknologi modern. Pantas bila Belanda dikenal sebagai negara dengan manajemen air terbaik di dunia. Garis pertahanan Amsterdam yang terdiri dari bangunan air dan benteng juga diakui dalam daftar kekayaan dunia. Hm, sama seperti karya batik kita yang diakui UNESCO sebagai salah satu World Heritage nih.

Tetapi bukan itu saja. Satu hal lain yang menarik perhatian saya adalah inovasi Belanda di bidang pertanian. Kalau jaman kuliah, kami-anak pertanian-sering menjuluki mereka petani berdasi. Sebenarnya mereka ngga pakai dasi juga sih ketika bertani. Yang saya maksud, mereka adalah petani pemilik usaha skala besar yang sebagian besar aktivitas pertaniannya dilakukan secara mekanik dengan teknologi robotik.

Teknologi tingkat tinggi yang diterapkan dalam sistem pertanian Belanda patut diberi acungan jempol. Contohnya, Anthura. Nurseri yang mengembangkan dan menyilangkan Anthurium (jenis tanaman hias). Nurseri yang terletak di Lansingerland, Belanda itu
memakai teknologi yang mereka sebut tirai diagfragma untuk greenhouse Anthuriumnya. Seperti yang terlihat di foto Mba Rosy-rekan saya yang beruntung banget bisa pergi kesana-di samping kiri.

Atapnya kelihatan belang-belang gelap dan terang kan? Nah bagian atap itu sebenarnya tirai diagfragma. Terdiri dari dua lapisan transparan warna abu-abu (di lapisan bagian bawah) dan belang-belang (di lapisan atas).

Tirai itu dikendalikan secara mekanik sehingga bisa membuka menutup sesuai kebutuhan cahaya, CO2, dan kelembapan tanaman di bawahnya. Bila menginginkan cahaya Video lebih jelasnya saya dapat dari si produsen Leen Huisman. Cara kerjanya c ukup dengan menekan beberapa tombol pengatur. Dalam foto, tirai sedang dalam kondisi membuka penuh. Teknologi itu memperoleh penghargaan lho di ajang Horti Fair 2006 yaitu ajang para pelaku agribisnis seluruh dunia mempertontonkan kelebihan teknologinya.

Selain atap, teknologi lainnya yang diterapkan di greenhouse yaitu sortir tanaman yang melibatkan sistem otomatis penuh seperti produksi Robotic Logiqsagro. Pekerja hanya berdiri di satu tempat, tanaman yang datang menghampiri. Tanaman berjalan seperti berada di atas conveyor belt. Begitu pula untuk pengisian media pot. Jelas itu menghemat tenaga kerja , waktu, dan biaya. Untuk nurseri Dendrobium (jenis anggrek) seluas 3 Ha, Martin Toledo di Westland, Rotterdam, Belanda-si pemilik nurseri-hanya membutuhkan 12 pegawai. Sebelum mengadopsi teknologi itu, ia membutuhkan 40 orang pegawai. Hemat kan?

Saya membayangkan bila teknologi itu masuk ke Indonesia. Masalah hama penyakit dan penurunan kualitas buah mungkin dapat ditekan. Walaupun cuaca bukan kendala-lantaran Indonesia bukan negara 4 musim-keberadaan teknologi pasti membawa dampak positif di tanahair. Sayang, aplikasinya masih padat modal. Namun, menurut saya teknologi tinggi bukan sesuatu yang perlu dihindari walau aplikasinya tidak memungkinkan. Kebiasaan bercengkrama dengan teknologi akan semakin memperkaya imajinasi para peneliti maupun para pembaca. Dan suatu saat nanti, mereka akan melahirkan inovasi yang lebih aplikatif. Pantas bila para calon doktor, master, maupun profesor tertarik datang ke negeri kincir angin. Mereka juga pasti ingin mencicipi manisnya teknologi Belanda.
Saya jadi teringat, dulu—sekitar 3 tahun kemarin—pergi ke pameran pendidikan Belanda dengan teman kos, Mba Desi. Yang diadakan NEC (Netherland Education Center) —sekarang namanya jadi NESO (Netherlands Education Support Office)—di Jakarta Convention Center. Waktu itu ada pameran juga di sebelahnya, saya lupa pameran apa, tapi jadi tertarik mengunjungi pameran NESO itu yang kebetulan diadain di sebelahnya.

Yah, waktu itu kan masa-masa baru tahun pertama kerja. Ngga mengerti juga cari sponsor beasiswa. Jadilah cuma mampir. Sempet terdiam juga melihat seorang perempuan muda yang keliatannya 'berada' duduk di salah satu stan, langsung serius tanya-tanya. Jujur aja saya iri. Enak banget sepertinya tinggal memilih sekolah, biaya sudah ada (padahal tidak tahu juga jadi tidak, tapi saat itu dia terlihat meyakinkan dan akhirnya mengisi sebuah formulir). Meski cuma mampir, ketika pulang kami sempat memasukkan beberapa carik kertas ke kotak yang disediain di depan stan-stan sekolah yang diminati. Saya memasukkan 2 kertas dari 4 kertas kalau tidak salah.

Selang sepekan, telepon saya berdering ketika akan pergi ke tempat relasi kantor. Ternyata dari NESO! Perempuan yang di seberang telepon intinya menanyakan keseriusan saya. Wah, maaf sekali ya Mba :) waktu itu sampai telepon 2 kali (ya karena saya memasukkan 2 kertas), tapi saat itu tak memungkinkan. Padahal persyaratan yang harus dipenuhi tidak ribet juga. Cuma saya sudah tandatangan kontrak di tempat kerja saya. Nah, saran saya untuk yang mau sekolah di luar negeri atau yang serius memilih ke Belanda dateng saja di pameran pendidikan yang diadakan NESO. Mereka juga memberikan beasiswa, StuNed (Studeren in Netherland) namanya. Sayang, tahun ini saya telat lihat pengumumannya :(.

Di Belanda, pilihan bidang yang bisa dipilih cukup banyak. Walau negara yang identik dengan warna oranye itu jadi surga bagi para mahasiswa teknik, ternyata masih banyak alternatif bidang lainnya. Seperti di Universitas Utrecht yang termasuk universitas tertua di Belanda. Ada hukum, seni dan disain, bahasa, budaya, sosial ekonomi, ilmu sosial lainnya, hingga kedokteran hewan juga ada lho! Soal sikap terhadap pendatang baru, penduduk belanda dikenal multikultural. Menghargai perbedaan budaya termasuk soal pendatang. Islam di sana merupakan agama terbesar ketiga.

Sampai sekarang saya juga masih bermimpi terbang ke Belanda. Impian itu serasa segar kembali ketika saya buku tentang belanda The Ducth, I pressume? Buku setebal 146 halaman itu menggambarkan Belanda lewat tulisan dan beragam foto menakjubkan. Penuh semangat dan penuh keceriaan. Penuh warna. Entah kapan saya mengunjungi negeri kincir angin itu, yang jelas bila saya berkesempatan, saya akan memboyong 1.000 foto tentang ribuan inovasi dan keindahan Belanda di balik lensa kamera. Mengunjungi kanal di Utrecht. Mampir di Keunkenhof Park menikmati indahnya tulip. Membidik barisan 9 kincir angin bersejarah di Kinderdijk. Dan membeli a lot of little clogs-alas kaki yang menurut saya mirip bakiak di Indonesia-untuk oleh2. Belanda oh Belanda....

Sabtu, 16 Juni 2012

Pasal-pasal Penting KUHP yang Perlu Diperhatikan

PASAL 187 KUHP
( MENDATANGKAN BAHAYA BAGI KEAMANAN UMUM
/ MEMBAKAR PELEDAKAN )
Unsur unsur yang dipersyaratkan:
Membakar meledakan/ menjadikan letusan atau mengakibatkan kebanjiran
a) Mendatangkan bahaya umum, bahaya maut atau ada orang mati
b) Dengan sengaja Ancaman hukuman
c) Bahaya bagi orang maxsimum 12 (dua belas) tahun
d) Bahaya maut bagi orang maxsimin 13 (tiga belas ( tahun
e) Bahaya maut dan orang mati maxsimum seumur hidup atau 20 (dua puluh ) tahun 

PASAL 170 KUHP
( PENGEROYOKAN DAN PENGRUSAKAN)
Unsur unsur yang dipersyaratkan :
a) Bersama sama melakukan kekerasan
b) Terhadap orang atau barang
c) Dimuka umum
Ancaman hukuman maxsimum
a) Menyebabkan luka maxsimum 7 (tujuh ) tahun
b) Menyebabkan luka berat maxsimum 7 (tujuh ) tahun
c) Menyebabkan mati maxsimum 12 (dua belas ) tahun 

PASAL 209 KUHP
( MENYOGOK / MENYUAP )
Unsur unsur yang dipersyaratkan :
a) Memberikan hadiah / perjanjian
b) Seorang pegawai negeri
c) Untuk mengalpakan / melakukan pekerjaan yang bertentangan dengan kewajiban
Ancaman hukuman maxsimum 2 (dua ) tahun 8 (delapan) bulan 

PASAL 220 LUHP
( LAPORAN PALSU )
Unsur unsur yang dipersyaratkan :
a) Memberitaukan/ mengadukan
b) Perbuatan yang dapat dihukum
c) Perbuatan itu sebenarnnya tidak ada
Ancaman hukuman maxsimum 1 (satu ) tahun 4 (empat) bulan 

PASAL 221 KUHP
( MENYEMBUNYIKAN PENJAHAT / KEJAHATAN )
Unsur unsur yang dipersyaratkan :
a) Menyembunyikan penjahat / menghilangkan bukti atau bekas kejahatan atau menolong agar melarikan diri.
b) Menghindari pemeriksaan / penangkapan/ penahanan atau menghalang halangi / menyusahkan pemeriksaan oleh yang berwajib
c) Dengan sengaja
d) Oleh pejabat Kepolisian/Kehakiman Ancaman hukuman maxsimum 9 (sembilan) bulan 

PASAL 244 KUHP
( MEMALSUKAN MATA UANG )
Unsur unsur yang dipersyaratkan :
a) Meniru atau memalsukan.
b) Uang/uang kertas Negara/uang kertas bang.
c) Mengedarkan/menyuruh mengedarkan.
d) Seakan-akan uang asli.
Ancaman hukuman maksimum lima belas (15) tahun. 

PASAL 263 HUHP
(MEMBUAT SURAT PALSU)
Unsur unsur yang dipersyaratkan:
a) Menerbitkan hak, perjanjian, membebaskan hutang atau keterangan bagi suatu perbuatan
b) Seolah olah suatu tersebut asli dan tiak dipalsukan.
c) Mendatangkan kerugian.
Ancaman hukuman maksimum 6(enam) tahun.

PASAL 281 KUHP
(KEJAHATAN TERHADAP KESOPANAN)
Unsur unsur yang dipersyaratkan :
a) Kesopanan/sesusilaan.
b) Merusak kesopanan/kesusilaan dimuka umum.
c) Dengan sengaja
Ancaman maksimum 2(dua) tahun 8 (lapan)bulan.

PASAL 284 KUHP
(PERZINAAN)
Unsur unsur yang dipersyaratkan :
a) Merusak kesopanan atau kesusilaan (bersetubuh)
b) Salah satu/kedua duanya telah beristri/bersuami.
c) Salah satu berlaku pasal 27 KUHP Perdata.
Ancaman hukuman maksimal 9 bulan
Bila bersetubuh itu dilakukan dengan kekerasan, ancaman, kekerasan memaksa pemerkosaan (pasal 285 KUHP).

PASAL 303 KUHP
(PERJUDIAN)
Unsur unsur yang dipersyaratkan :
a) Tidak berhak.
b) Menuntut pencarian, sebagai pencaharian.
c) Sengaja mengadakan atau memberikan kesempatan atau ikut campur.
d) Main judi/perusahaan main judi.
Ancaman hukuman maksimal 2 tahun dan 8 bulan

PASAL 310 KUHP
(MERUSAK KEHORMATAN / NAMA BAIK)
Unsur unsur yang dipersyaratkan :
a) Menuduh melakukan suatu perbuatan agar diketehui orang banyak.
b) Merusak kehormatan/nama baik seseorang
c) Dengan sengaja.
Ancaman hukuman maksimum 1 tahun 4 bulan.

PASAL 328 KUHP
(PENCULIKAN)
Unsur unsur yang dipersyaratkan :
a) Membawa pergi orang dari tempat kediamananya atau tempat tinggalnya sementara.
b) Menjadikan terlantar
c) Menempatkan dalam kekuasaannya atau kekuasaan orang lain
d) Melawan hak.
Ancaman hukuman maksimum 12 tahun
Penculikan terhadap seorang perempuan :
a) Belum dewasa
b) Atas kemanusiaan
c) Tanpa izin orang tua
d) Dengan maksud dinikahi atau tidak dinikahi (pasal 332 ayat1)
e) Dengan tipu muslihat, kekerasan atau ancaman dengan kekerasan (pasal 332 ayat 2)
e) Sengaja menahan atau merampas kemerdekaan atau membawa (pasal 33 KUHP)
Ancaman maksimum 8 tahun
(1) Menimbulkan luka berat 9 tahun
(2) Menyebabkan mati 12 tahun.

PASAL 335 KUHP
(PERBUATAN TIDAK MENYENANGKAN)
Unsur unsur yang dipersyaratkan :
a) Bahwa ada orang yang dengan melawan hak dipaksa untuk melakukan suatu tidak melakukan sesuatu tidak melakukan sesuatu membiarkan sesuatu.
b) Paksaan itu dilakukan dengan memakai kekerasan, suatu perbuatan lain atau suatu perbuatan yang tidak menyenakan, atau pun ancaman kekerasan, perbuatan lain, atau ancaman perbuatan yang tidak menyenakan, baik terhadap orang itu maupun terhadap orang lain.
Ancaman hukuman selama lamanya 1 tahun atau denda sebanyak banyaknya Rp.4.500,- (empat ribu lima ratus rupiah)

PASAL 338 KUHP
(PEMBUNUHAN)
Unsur unsur yang dipersyaratkan :
a) Perbuatan kekerasan/makar hati.
b) Menghilangkan jiwa orang lain
c) Dengan sengaja
Ancaman hukuman maksimum 15 tahun.

PASAL 351 KUHP
(PENGANIAYAAN)
Unsur unsur yang dipersyaratkan :
a) Perbuatan memukul, menempeleng atau memukul, menusuk, mengiris, dan lain lain.
b) Merusakan kesehatan atau penderitaan orang lain
c) Dengan sengaja
Ancaman hukuman :
(1) Penganiyaan biasa maksimum 2 tahun 8 bulan
(2) Luka berat maksimum 5 tahun
(3) Mati maksimum 7 tahun

PASAL 359 / 360
(MENGAKIBATKAN ORANG MATI ATAU LUKA KARENA SALAHNYA)
Unsur unsur yang dipersyaratkan :
a) Dalam hal kecelakaan lalu lintas, kecelakaan menggunakan senjata tangan, senjata api dan sebagainya.
b) Menyebabkan orang mati atau luka
c) Karena salahnya/karena kelalaian
Ancaman hukuman :
(1) Menyebabkan orang mati atau luka berat maksimum 5 tahun
(2) Menyebabkan penderitaan maksimum 9 bulan.

PASAL 362 KUHP
(PENCURIAAN)
Unsur unsur yang dipersyaratkan :
a) Mengambil dengan maksud untuk dimiliki
b) Sesuatu barang
c) Seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain
d) Melawan hak (bertentangan dengan hukum)
Ancaman hukuman maksimum 5 tahun.

PASAL 368 KUHP
(PEMERASAN)
Unsur unsur yang dipersyaratkan :
a) Memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu barang yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain atau membuat hutang atau menghapus hutang.
b) Menguntungkan diri sendiri atau orang lain
c) Melawan hukum
Ancaman hukuman makimal 9 tahun

PASAL 372 KUHP
(PENGGELAPAN)
Unsur unsur yang dipersyaratkan :
a) Sengaja memiliki
b) Barang itu dalam tangannya karena kejahatan
c) Melawan hukuman
Ancaman hukuman maksimal 4 tahun

PASAL 378 KUHP
(PENIPUAN)
Unsur unsur yang dipersyaratkan :
a) Membujuk dengan memakai nama palsu, keadaan palsu, rangkaian kata katabohong, tipu muslihat.
b) Memberikan sesuatu barang, membuat untung, menghapus pihutang
c) Menguntukan diri sendiri atau orang lain
d) Melawan hukum (bertentangan dengan hukum)
Ancaman hukuman maksimum 4 tahun

PASAL 406 KUHP
(MENGHANCURKAN ATAU MERUSAK BARANG)
Unsur unsur yang dipersyaratkan :
a) Dengan sengaja
b) Membinasakaan, merusak, membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi, menghilangkan barang/membunuh/menghilangkan binatang
c) Barang atau binatang itu seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain
d) Melawan hukum
Ancaman hukuman maksimum 2 tahun 8 bulan

PASAL 415 KUHP
(PENGGELAPAN YANG DILAKUKAN DALAM JABATAN)
Unsur unsur yang dipersyaratkan :
a) Pegawai Negeri atau orang lain
b) Diwajibkan untuk seterusnya atau sementara menjalankan pekerjaan umum.
c) Menggelapkan uang atau surat yang berharga atau membiarkan diambil ataudigelapkan oleh orang lain sebagai pembantu
d) Dengan sengaja
Ancaman maksimum 7 tahun

PASAL 418 / 419 KUHP
(MENERIMA SUAP / SOGOK)
Unsur unsur yang dipersyaratkan :
a) Membeli, menyewa, menukarkan, menerima gadai, menerima sebagai hadiah atau jual, menyewa, menukarkan, menyimpan dan memyembunyikan suatu barang
b) Untuk mendapatkan sesuatu keuntungan atau mengambil untung
c) Yang diketahui atau patut disangka bahwa itu diperoleh karena kejahatan
d) Sekongkol
Ancaman hukuman maksimum 4 tahun

PASAL 489 KUHP
(PELANGGARAN (KENAKALAN)
Unsur unsur yang dipersyaratkan :
1) Perbuatan yang bertentangan dengan ketertipan umum (antara lain coreng dinding, berak dipekarangan orang lain, menyembunyikan, membikin gaduh)
(2) Yang menimbulkan bahaya

BELAJAR SILSILAH MARGA di SUMATERA UTARA yuk…

Si Raja Batak adalah leluhur yang menurunkan marga-marga. Marga adalah identitas Batak yang paling umum diketahui. Kiranya nyaris tidak ada orang Batak yang malu memakai marganya sebagai identitasnya. Marga mengartikan hubungan darah (genealogis) yang sama dan mempunyai leluhur yang sama berdasarkan garis keturunan pancar laki-laki (patrilini). Orang Batak selalu memelihara silsilah (tarombo) dan dapat menelusuri leluhurnya mungkin sampai belasan generasi sampai kepada leluhur yang sama yang disebut Si Raja Batak. Tradisi bersilsilah ini diwariskan secara lisan turun temurun. Perlu dicatat bahwa Si Raja Batak secara historis tidak mungkin satu person, satu orang saja, tetapi beberapa orang. Kelompok orang ini adalah pelopor yang membangun suatu sistem sosial dan hidup di Sianjur mula-mula, Samosir, dikaki bukit menghadap gunung keramat Pusuk Buhit. Si Raja Batak hendaknya dimengerti sebagai tokoh hipotetis. Disini harus dibedakan antara silsilah yang historis dan silsilah mitos.

Disebutkan dalam turi-turian (legenda/mitos) Si Raja Batak memiliki dua anak, Guru Tatea Bulan (Ilontungan) dan Raja Isumbaon (Sumba). Inilah dua belahan besar silsilah asal marga-marga. Guru Tatea Bulan mempunyai 5 anak dan 4 puteri. Anak lelaki adalah, Raja Biak-biak, Sariburaja, Limbongmulana, Sagalaraja dan Malauraja. Si anak sulung, Raja Biak-biak yang juga dalam silsilah mitos disebut Raja Uti lalu gaib ke langit barat-ke Barus.
Sariburaja dikisahkan berhubungan terlarang dengan Borupareme, saudaranya sendiri (incest) sehingga diusir adik-adiknya harus angkat kaki jauh meninggalkan Sianjur Mula-mula. Boru Pareme yang hanya mengandung satu bulan lalu melahirkan anak dari hasil incest ialah Raja Lontung, memakai nama kakeknya Ilontungan, tetap tinggal . Keturunan Raja Lontung adalah berturut-turut Situmorang, Sinaga, Pandiangan, Nainggolan, Simatupang, Siregar, Aritonang yang menjadi nama-nama marga. Dicatat dalam sejarah silsilah, kelompok marga Simatupang, Siregar dan Aritonang membuka lahan baru, migrasi dari Samosir ke Muara. Kelompok belahan besar Lontung yang dalam perkembangan percaturan Toba lama membentuk solidaritas bersama dalam kelompok Tatea Bulan atau kelompok Lontung.

Raja Isumbaon (Raja Sumba) sebagai belahan besar kedua dari si Raja Batak menurunkan 3 putra, Sorimangaraja, Raja Asi-asi dan Sangkarsomalidang. Raja Asi-asi dan Sangkarsomalidang diriwayatkan pergi ke tano Jau dan selanjutnya tidak disebut silsilahnya. Sorimangaraja beristri 3 yaitu Tuan Nai Ambaton, Nai Rasaon dan Nai Suanon. Dari Nai Ambaton melahirkan marga-marga Simbolon, Munte, Tambatua, Saragitua, Sianahampung, Haro, beserta cabang-cabangnya. Dari Nai Rasaon adalah marga-marga Purba, Tanjung, Mangareak (Manurung), Sitorus (Sitorus, Sirait, Butar-butar). Kemudian Nai Suanon melahirkan Tuan Sorbadibanua dan Raja Tunggul. Tuan Sorbadibanua melahirkan dua kelompok marga besar dari dua isteri yaitu dari istri pertama Nai Antingmalela dan kedua Boru Sibasopaet. Dari Nai Antingmalela dilahirkan kelompok-kelompok marga Sibagot ni Pohan, Sipaettua, Silahisabungan dan Si Raja Oloan dan Raja Hutalima, sedang dari Boru Sibasopaet diturunkan kelompok marga Raja Sobu, Raja Sumba (Tuan Sumirham) dan Naipospos.

Kedua kelompok diatas berikutnya migrasi keluar desa asal Sianjur Mula-mula selanjutnya masing-masing mengklaim kedaulatan teritorialnya. Penentuan batas kekuasaan dan kedaulatan tampak pada peta kedudukan marga-marga sekarang ini di wilayah daratan pulau di tengah danau, Pulau Samosir. Sebenarnya sebutan pulau Samosir kita kenal karena disebut demikian oleh Belanda sejak tahun 1908, nama yang mengambil nama desa di ujung pulau. Dalam peta kolonial sebelumnya malah menyebutnya Pulo Toba, sedang peta Toba lama tidak ada penamaan demikian. Dahulu orang dari pantai danau sebelah utara misalnya di Haranggaol akan memanggilnya Tano ni Sumba (Tanah milik Sumba), sedang orang di selatan danau, misalnya di Muara mengenal daratan di tengah sebagi Tano ni Lontung (Tanah milik Lontung). Hal ini tidak aneh karena memang Samosir dihuni kedua kelompok masing-masing di Samosir utara oleh kelompok Sumba dan Lontung di Samosir selatan. Ada garis pembagi imajiner membujur dari timur ke barat ialah titik dari timur (selatan Tomok) ditarik garis lurus ke barat ke suatu titik di Palipi. Inilah migrasi pertama, yang selanjutnya dibawah bendera masing-masing bergerak lagi ke seluruh Toba, memperluas wilayah kedaulatan, bersaing untuk memperkuat pengaruh. Wilayah Sumba ialah yang terluas tanah pertaniannya dan paling banyak penduduknya. Sumba menguasai 3/5 dari seluruh wilayah Toba, mencakup Pulau Samosir Utara (kecuali Limbong-Sagala dan Harian), lembah-lembah pantai Barat danau, Toba Holbung, dataran tinggi Humbang, Silindung dan sekitarnya. Di pihak lain Lontung mengibarkan panji di Samosir selatan, ke lembah Muara dan Pulau Sibandang yang diapit dua lembah kekuasaan Sumba (lembah Bakkara dan Meat), bahkan sampai ke Sipirok.

Keturunan dari Tatea Bulan yang disebut dimuka tinggal di Limbong, Sianjur mula-mula ialah Limbongmulana, Sagalaraja dan Malauraja melahirkan marga Limbong, Sagala , Malau dan marga-marga turunannya yang selanjutnya juga bermigrasi ke luar dari lembah Limbong. Mereka kelompok kecil dibanding dengan Lontung dan Sumba, meski demikian punya klaim khusus tertentu karena wilayahnya adalah asal mula Si Raja Batak di lembah Limbong Sagala di kaki bukit keramat Pusuk Buhit.
Dalam perantauan Sariburaja kawin dengan Nai Mangiringlaut dan melahirkan anak yaitu Si Raja Borbor. Raja Borbor menurunkan marga-marga Pongpang Balasaribu yaitu Pasaribu, Harahap, Tanjung, Pulungan, Lubis, Rambe dll. Kelompok Borbor ini kebanyakan bermukim ke arah Barat, ke Barus, juga ke Angkola Mandailing. Borbor erat kaitannya dengan kronik silsilah Raja-raja Barus.
By: eko“kodok"

Jumat, 15 Juni 2012

Keputusan dan Dilema Yurisdiksi

Oleh: Eman Suparman
Lektor pada Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung, sedang mengikuti program S3 (Angkatan V) pada PDIH Universitas Diponegoro, Semarang.

I. PENDAHULUAN

Dalam masyarakat awam terminologi birokrasi memiliki konotasi yang kurang baik. Istilah birokrasi acapkali dipahami sebagai prosedur kerja yangberbelit-belit, proses pelayanan yang lamban, mekanisme kerja yang tidakefektif dan efisien, serta sumber penyalahgunaan kedudukan dan wewenang.

Moerdiono dalam tulisannya pernah mengemukakan bahwa (1993: 38), ”istilah birokrasi pada dasarnya mempunyai konotasi netral untuk menunjukkan ciri-ciri suatu organisasi besar, [namun] telah salah kaprah dipahami sebagai sesuatu ukuran yang buruk, walaupun Max Weber, yang dipahami sebagai ayatullah-nya segala ulasan mengenai birokrasi, juga menunjukkan sisi positip birokrasi, namun sisi negatifnya lebih menonjol diingat orang bila mendengar istilah ini”.

Berkembangnya kecenderungan anggapan masyarakat awam di Indonesia bahwa birokrasi itu berkonotasi buruk, boleh jadi turut ditumbuh-suburkan oleh tradisi penerapan birokrasi itu sendiri selama masa pemerintahan Orde Baru 1966-1998. “Ketika itu birokrasi telah mengalami pemekaran fungsi dan peranan, dari sekedar instrumen teknis yang bersifat administrasi, ia berubah menjadi mesin politik yang efektif dalam upaya rekayasa masyarakat” (Manuel Kasiepo, 1987: 23). Akibat yang tampak kemudian adalah semakin dominannya peran birokrasi dalam sistem politik orde baru. Agaknya warisan1 dari praktik itulah yang terus mewarnai kesan masyarakat hingga kini, meski rejim otoriter Orde Baru secara de facto telah berakhir.

Sebagai salah satu instrumen di dalam praktik penyelenggaraan negara dan berbagai upaya pembangunan di dalamnya, birokrasi mempunyai peranan yang semakin penting di dalam masyarakat. Apalagi di Indonesia yang masyarakatnya sedang terus menerus melakukan perubahan melalui berbagai aktivitas positif yang konstruktif. Dalam kerangka masyarakat semacam itu telah semestinya birokrasi pemerintah ditata mendekati apa yang disebut dengan “tipe ideal birokrasi modern” sebagaimana diintroduksikan oleh Max Weber, yaitu legal dan rasional (Mochtar Mas’oed dan Colin MacAndrews, 1989:98-99). Menurut Max Weber, birokrasi yang bersifat legal-rasional haruslah memiliki karakteristik sebagai berikut: 
(1) pembagian kerja lebih jelas, (2) adanya hirarki wewenang, (3) pengaturan perilaku pemegang jabatan birokrasi, (4) impersonalitas hubungan, (5) kemampuan teknis, dan (6) karier.

Jika dalam perkembangan masyarakat yang berangsur semakin maju birokrasi tidak diupayakan untuk mendekati typenya yang ideal, maka dikhawatirkan birokrasi akan semakin dirasakan sebagai instrumen penghambat pemenuhan kebutuhan pelayanan masyarakat. Hal itu disebabkan karena mekanisme proses yang terus menerus diupayakan oleh masyarakat itu sendiri telah menghasilkan perubahan taraf hidup dan kesejahteraan dalam bidang materiil yang tidak jarang diikuti pula oleh perubahan sikap dan perilakunya.

II. BEBERAPA PENGERTIAN ISTILAH

Birokrasi adalah: “Keseluruhan aparat pemerintah, sipil maupun militer yang melakukan tugas membantu pemerintah dan menerima gaji dari pemerintah karena statusnya itu” (Yahya Muhaimin, 1980:21). Moerdiono menggunakan istilah birokrasi pemerintahan, yang didefinisikannya sebagai berikut: “Seluruh jajaran badan-badan eksekutif sipil yang dipimpin oleh pejabat pemerintah di bawah tingkat menteri. Tugas pokoknya adalah secara profesional menindaklanjuti keputusan politik yang telah diambil pemerintah” (1993:38).

Mencermati dua definisi birokrasi yang dikutip dari dua tokoh di atas, tampak sekali perbedaannya. Yang pertama memasukkan unsur militer sebagai bagian dari birokrasi. Sedangkan definisi kedua secara tegas hanya menyebut jajaran eksekutif sipil, sehingga unsur militer tidak dimasukan sebagai bagian dari birokrasi. Hal itu sejalan dengan konsep pemikiran Moerdiono dalam paparannya tersebut, yang antara lain menguraikan: “Istilah birokrasi lazimnya kita pahami terbatas pada badan-badan eksekutif sipil.

Tidaklah lazim, baik di negeri kita maupun di negeri-negeri lainnya, bahwa satuan tempur atau satuan teritorial disebut sebagai birokrasi, walaupun ukuran serta cakupannya juga bisa amat besar” (Moerdiono, 1993:39). Pendapat tersebut dikemukakannya bukan tanpa alasan.

Sebagai seorang yang berlatar belakang militer, agaknya cara pandang Moerdiono tidak lepas dari atribut yang melekat dan dilekatkan pada dirinya. Dalam pemahamannya, instansi militer bukan sebagai instansi birokrasi karena instansi militer biasa bekerja secara operasional, sehingga terbebas dari kesan “birokratis”. Dia membandingkan instansi militer dengan organisasi perusahaan swasta yang besar-besar. Menurut pendapatnya, tidak lazim bahwa organisasi perusahaan swasta yang besar-besar itu disebut sebagai “birokrasi”. Hal itu disebabkan karena usaha-usaha swasta itu bekerja secara operasional, tidak kalah kenyalnya dibandingkan dengan organisasi militer (Moerdiono, 1993:39).

Untuk membuktikan seberapa jauh kebenaran pendapat Moerdiono tentang organisasi militer itu bukan birokrasi disebabkan mereka bekerja secara operasional, tentu saja harus diuji oleh sebuah konsepsi yang ada. Bila dikembalikan kepada konsepsi dasar tentang birokrasi dari Max Weber, meski dalam mengemukakan konsepsinya Weber tidak memakai istilah birokrasi, melainkan menamakannya dengan model “ideal type” dari tata hubungan organisasi yang rasional (Miftah Thoha, 1987:72). Konsepsi Weber tentang “ideal type” itu memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
  1. Para anggota staf secara pribadi bebas, hanya menjalankan tugas-tugas impersonal mereka;
  2. Ada hirarki jabatan yang jelas;
  3. Fungsi-fungsi jabatan ditentukan secara tegas;
  4. Para pejabat diangkat berdasarkan suatu kontrak;
  5. Mereka dipilih berdasarkan kualifikasi profesional, idealnya didasarkan suatu diploma (ijazah) yang diperoleh melalui suatu ujian;
  6. Mereka memiliki gaji dan biasanya juga ada hak-hak pensiun. Gaji berjenjang menurut kedudukan dalam hirarki. Pejabat dapat selalu menempati posnya, dan dalam keadaan-keadaan tertentu ia juga dapat diberhentikan;
  7. Pos jabatan adalah lapangan kerjanya sendiri atau lapangan kerja pokoknya;
  8. Terdapat suatu struktur karir, dan promosi dimungkinkan berdasarkan senioritas maupun keahlian (merit) dan menurut pertimbangan keunggulan (superioritas);
  9. Jabatan mungkin tidak sesuai baik dengan posnya maupun dengan sumber-sumber yang tersedia di pos tersebut;
  10. Ia tunduk pada sistem disipliner dan kontrol yang seragam (Martin Albrow, 1989: 42-43).
Terhadap ciri-ciri birokrasi Max Weber di atas, ada pula kalangan yang memberi interpretasi lebih sederhana. Seperti halnya dilakukan Manuel Kasiepo yang memberi penafsiran atas birokrasi Weber tersebut dengan ciri-ciri yang lebih sederhana yaitu: (1) terikat konstitusi dan aturan hukum, (2) netral, dan (3) a-politik (Manuel Kasiepo, 1987: 23).

Berdasarkan dua kelompok ciri-ciri birokrasi atau “ideal type” dari tata hubungan organisasi yang rasional di atas, penulis sama sekali tidak sependapat dengan pandangan Moerdiono. Persoalannya organisasi militer memenuhi hampir sebagian besar dari sepuluh ciri “ideal type” Weber di atas.

Oleh karena itu agaknya tidak terdapat cukup alasan untuk menyatakan bahwa instansi militer bukan birokrasi. Persoalannya berdasarkan interpretasi Manuel Kasiepo atas “ideal type” Weber, militer jelas terikat konstitusi dan aturan hukum, militer juga harus netral keberadaannya karena posisinya dituntut harus berdiri di atas semua kepentingan dan golongan. Konsekuensinya militer juga tidak berpolitik praktis dalam arti menjadi anggota suatu partai politik tertentu.

Memang banyak kritik yang dikemukakan terhadap organisasi birokrasi, yang pada prinsipnya mereka menyatakan bahwa “tipe ideal” organisasi yang dikemukakan oleh Max Weber itu sukar dijumpai di dalam kenyataannya (Akhmad Setiawan, 1998 :143). Pendapat demikian boleh jadi ada benarnya, akan tetapi ada beberapa prinsip pokok yang baik dan dapat meningkatkan kerja birokrasi tersebut. Beberapa prinsip tersebut yaitu:

efisiensi, efektivitas, kecepatan dalam pelayanan, dalam arti pemberian pelayanan kepada masyarakat tanpa membedakan dan tanpa memperlihatkan pertimbangan pribadi. Tidak kalah strategisnya juga adalah masalah rekruitmen kepegawaian yang harus didasarkan pada prinsip rasionalitas dengan mempertimbangkan keahlian dan kemampuan yang ditempuh melalui ujian atau pengalaman. Kesemuanya itu terletak pada suatu sistem administrasi negara modern sebagaimana dikemukakan oleh Max Weber.

Berdasarkan perbedaan tugas pokok atau misi yang mendasari suatu organisasi birokrasi, Syukur Abdullah (Akhmad Setiawan, 1998: 145), menguraikan tiga kategori Birokrasi, sebagai berikut:

Kesatu, Birokrasi Pemerintahan Umum, yaitu rangkaian organisasi pemerintahan yang menjalankan tugas-tugas pemerintahan umum termasuk memelihara ketertiban dan keamanan, dari tingkat pusat sampai di daerah (propinsi, kabupaten, kecamatan, dan desa). Tugas-tugas tersebut lebih bersifat mengatur.

Kedua, Birokrasi Pembangunan, yaitu organisasi pemerintahan yang menjalankan salah satu bidang atau sektor yang khusus guna mencapai tujuan pembangunan, seperti pertanian, kesehatan, pendidikan, industri. Fungsi pokoknya adalah “development function” atau “adaptive function.”

Ketiga, Birokrasi Pelayanan, yaitu unit organisasi yang pada hakikatnya merupakan bagian yang langsung berhubungan dengan masyarakat.

Yang termasuk dalam kategori ini, antara lain: Rumah Sakit, Sekolah (SD-SLTA), Koperasi, Bank Rakyat Desa, Transmigrasi, dan berbagai unit organisasi lainnya yang memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat atas nama pemerintah. fungsi utamanya adalah “service”.

Untuk memahami pengertian Pejabat Birokrasi barang tentu tidak dapat dilepaskan dari konteks pemaparan mengenai pengertian Hukum Administrasi Negara.

Menurut S. Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara adalah: “Hukum mengenai Administrasi Negara, dan Hukum hasil ciptaan Administrasi Negara” (1995:43).

Administrasi Negara itu sendiri meliputi tiga hal, yaitu: (1) Sebagai aparatur negara, aparatur pemerintah, atau sebagai institusi politik (kenegaraan); (2) sebagai fungsi atau aktivitas melayani atau sebagai kegiatan pemerintah operasional; dan (3) sebagai proses teknis penyelenggaraan Undang-undang. Dalam pengertiannya yang luas, Hukum Administrasi Negara meliputi beberapa unsur, satu diantaranya adalah Hukum Tata Usaha Negara (HTUN). Yaitu hukum mengenai surat menyurat, rahasia dinas dan jabatan, registrasi, kearsipan dan dokumentasi, legalisasi, pelaporan, dan statistik, tata cara penyusunan dan penyimpanan berita acara, pencatatan sipil, publikasi, penerangan, dan penerbitan-penerbitan negara. Oleh karena itu secara singkat dapat pula disebut Hukum Birokrasi, (S. Prajudi Atmosudirdjo, 1995:44).

“Tata Usaha Negara (Bureaucracy) adalah keseluruhan usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan ketatausahaan dalam dinas Administrasi Negara atau penyelenggaraan pemerintahan negara dengan jalan dan cara-cara rutin serta prosedur tertentu” (S. Prajudi Atmosudirdjo, 1995: 76)."

Dalam kerangka pembahasan mengenai Hukum Administrasi Negara ini, dapatlah kiranya dirumuskan bahwa yang dimaksud dengan Pejabat Birokrasi adalah “aparatur negara yang menjalankan tugas administrasi melalui pengambilan keputusan-keputusan administratif (administratieve beschikking) yang bersifat individual, kasual, faktual, teknis penyelenggaraan, dan tindakan administratif, yang bersifat organisasional, manajerial, informasional atau operasional. Oleh karena itu keputusan maupun tindakannya dapat dilawan melalui berbagai bentuk peradilan administrasi negara" (S. Prajudi Atmosudirdjo, 1995: 49).

Adapun istilah “yurisdiksi” berasal dari kata Bahasa Inggris jurisdiction. Kata tersebut merupakan kata yang diadopsi dari Bahasa Latin yurisdictio.

Di dalam “The Encyclopedia Americana”, jurisdiction diartikan sebagai berikut: “…Jurisdiction. In law, a term for power or authority. It is usually applied to courts and quasi-judicial bodies, describing the scope of their right to act. …As applied in generally to a state or nation, the term “jurisdiction” means its authority to declare and enforce the law…” (1997: 257-258).

Dapatlah dipahami bahwa yurisdiksi adalah kekuasaan atau kompetensi hukum negara terhadap orang, benda atau peristiwa (hukum). Yurisdiksi dapat dibedakan antara yurisdiksi perdata dan yurisdiksi pidana. “Yurisdiksi perdata adalah kewenangan (hukum) pengadilan suatu negara terhadap perkara-perkara yang menyangkut keperdataan, baik yang sifatnya nasional yaitu bila para pihak atau objek perkaranya melulu menyangkut nasional, maupun yang bersifat internasional (perdata internasional) yaitu bila para pihak atau objek perkaranya menyangkut unsur asing. Sedangkan yurisdiksi pidana adalah kewenangan (hukum) pengadilan suatu negara terhadap perkara-perkara yang menyangkut kepidanaan, baik yang tersangkut di dalamnya unsur asing maupun nasional” (H.A. Tobing, 1991: 143-145).

Dari pengertian di atas, dapatlah diketahui bahwa membicarakan mengenai yurisdiksi bersangkut paut dengan masalah hukum, khususnya masalah kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki oleh suatu badan peradilan atau badan-badan negara lainnya yang berdasarkan atas hukum.

III. KEPUTUSAN PEJABAT BIROKRASI YANG BERISI PERBUATAN HUKUM PERDATA

Keputusan Pejabat Birokrasi atau Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata (Pasal 1 angka 3 UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara).

Adakalanya keputusan pejabat birokrasi atau keputusan Tata Usaha Negara (TUN) dalam beberapa hal memunculkan problema yurisdiksi peradilan. Problema yurisdiksi peradilan dalam arti dua lembaga pengadilan dari lingkungan badan peradilan yang berbeda memiliki peluang dan kesempatan yang sama untuk memeriksa dan memutus satu sengketa tertentu.

Hal itu sangat mungkin terjadi manakala ada keputusan pejabat birokrasi yang mengandung perbuatan hukum perdata, kemudian muncul sengketa dari padanya. Sengketa tersebut menimbulkan pertanyaan. Badan peradilan manakah yang memiliki yurisdiksi (kewenangan) untuk mengadili sengketa itu? Apakah kewenangan dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atau justeru menjadi kewenangan Peradilan Umum (Perdata)?

Di atas telah dikemukakan bahwa Keputusan Pejabat Birokrasi adalah penetapan tertulis yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara. Sementara itu tindakan pejabat birokrasi itu dapat berupa:

1) Tindakan Material;
2) Tindakan Hukum;

Tindakan Hukum dapat dibagi menjadi:

(a) Tindakan Hukum Ekstern;
(b) Tindakan Hukum Intern.

Tindakan Hukum Ekstern dapat dibagi lagi menjadi:

1) Tindakan Hukum Privat;
2) Tindakan Hukum Publik.

Tindakan Hukum Publik dapat dibagi lagi menjadi:

(a) Tindakan Hukum sepihak; dan
(b) Tindakan Hukum banyak pihak.

Tindakan Hukum Sepihak dapat dibedakan lagi menjadi:

1) Tindakan Hukum bersifat Umum;
2) Tindakan Hukum bersifat Individual.

Tindakan Hukum yang bersifat Individual dapat dibedakan lagi menjadi:

(a) Tindakan Hukum yang Abstrak;
(b) Tindakan Hukum yang Konkrit, (Irfan Fachruddin, 1994:144-145).

Dari bermacam-macam tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh pejabat Birokrasi atau Badan Tata Usaha Negara di atas, hanya tindakan hukum Tata Usaha Negara yang bersifat ekstern, publik, sepihak, individual, dan konkrit saja yang dapat menjadi objek sengketa.

Tindakan yang demikianlah yang dimaksud sebagai Keputusan yang dapat disengketakan menurut Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Peratun) [Indroharto, 1991:94]. Sedangkan tindakan-tindakan material dan tindakan hukum lainnya, apabila disengketakan akan termasuk dalam kewenangan badan Peradilan Umum.

Rumusan pasal 1 angka 2 Undang-undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara Nomor 5 Tahun 1986 menyiratkan bahwa yang dapat dikategorikan sebagai Pejabat Birokrasi/Pejabat Tata Usaha Negara adalah apa saja dan siapa saja berdasarkan peraturan perundang-undangan melaksanakan suatu bidang urusan pemerintahan. Dengan demikian yang menjadi patokan bukanlah kedudukan struktural pejabat atau organ yang bersangkutan dalam jajaran pemerintahan dan bukan pula nama resminya, melainkan fungsi urusan pemerintahan. Apabila fungsi yang dijalankan adalah urusan pemerintahan, maka oleh Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara dianggap sebagai Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara/Pejabat Birokrasi. Oleh karena itu suatu Badan Hukum Perdata, misalnya Perseroan Terbatas atau Yayasan dapat dianggap sebagai Badan atau Pejabat Birokrasi, jika kepada Badan Hukum tersebut diserahi tugas menjalankan urusan pemerintahan (Indroharto, 1991:64).

Salah satu yang menjadi perhatian dalam penulisan makalah ini adalah sebagaimana tercantum pada judul tulisan ini, yaitu “Keputusan Pejabat Birokrasi dan Dilema Yurisdiksi Peradilan”. Sesuatu yang hendak dikaji lebih lanjut dari masalah tersebut adalah Keputusan-keputusan Pejabat Birokrasi manakah yang apabila disengketakan keabsahannya termasuk kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara dan Keputusan-keputusan macam apakah yang jika disengketakan keabsahannya akan termasuk dalam kewenangan badan Peradilan Umum? Atau bahkan mungkin menjadi “dualitas yurisdiksi” disebabkan kedua badan peradilan yang berlainan itu sama-sama memiliki kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus sengketa bersangkutan. Persoalan itulah yang dengan segala keterbatasan kemampuan penulis akan dicoba untuk ditelaah melalui makalah ini.

IV. BADAN USAHA MILIK NEGARA SEBAGAI LEMBAGA BIROKRASI

Cakupan hukum Administrasi dalam arti sempit, yakni Hukum Tata Pengurusan Rumah Tangga Negara, baik yang intern maupun ekstern, meliputi keseluruhan urusan yang menjadi tugas, kewajiban, dan fungsi negara sebagai badan organisasi juga sebagai suatu badan usaha (S. Prajudi Atmosudirdjo, 1995: 44). Oleh karena itu, PT PLN sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara dapat dikategorikan sebagai Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara/Birokrasi. Hal itu disebabkan langsung maupun tidak langsung.

PT PLN sebagai Badan Hukum Perdata Milik Negara dalam melaksanakan tugas dan fungsinya melekat pula tugas-tugas dalam menjalankan urusan pemerintahan bidang energi kelistrikan.

Apabila PT PLN keberadaannya tergolong sebagai Badan/Pejabat Birokrasi, maka ketika PT PLN sebagai Badan Birokrasi menerbitkan suatu Keputusan atau Penetapan tertulis, perlu dikaji secara saksama. Apakah Keputusan tersebut suatu Penetapan (Beschikking) ataukah merupakan suatu tindakan hukum yang bersifat keperdataan.

Sebagai satu contoh, Umpamanya, “PT Listrik Negara (PT PLN) mengadakan perjanjian jual beli tenaga listrik dengan konsumennya, baik konsumen perorangan maupun badan hukum. Di dalam perjanjian tersebut dicantumkan berbagai ketentuan dan sanksi terhadap pelanggaran isi perjanjian. Salah satu sanksi jika terjadi pelanggaran oleh konsumen adalah pemutusan aliran listrik disertai keputusan dari PT PLN bahwa konsumen harus membayar tagihan susulan”.

Dari perumpamaan di atas, tampak bahwa PT PLN sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara yang modal seluruhnya atau sebagian dikuasai oleh Pemerintah, sedikit banyak usahanya bersifat pelayanan umum. Walaupun demikian, oleh karena bentuknya adalah badan usaha apalagi sekarang merupakan PT Persero, maka tentu saja tujuan mencari untung juga merupakan target utama dari Perusahaan Milik Negara itu.

Sebagai Perusahaan Milik Negara yang bermisi pelayanan umum, PT PLN mengemban tugas juga untuk menjalankan fungsi pemerintahan berupa pelayanan bidang ketenaga-listrikan. Oleh karenanya pada saat PT PLN menerbitkan Keputusan, maka Keputusan tersebut akan tergolong sebagai Keputusan dari Badan/Pejabat Birokrasi. Akan tetapi satu hal yang tidak dapat dikesampingkan bahwa PT PLN Persero sebagai Badan Hukum Perdata Milik Negara dalam melakukan hubungan hukum dengan konsumen (para pemakai jasanya) lebih banyak didasarkan pada perjanjian-perjanjian yang tunduk pada aturan-aturan hukum perdata.

Paparan contoh PT PLN yang adalah BUMN sebagai Badan/Pejabat Birokrasi di atas, dimaksudkan untuk menunjukkan betapa tidak mudahnya di dalam praktik untuk menentukan batas-batas suatu perbuatan dari Pejabat Birokrasi apakah tergolong tindakannya dalam menjalankan fungsi pemerintahan atau justeru dalam rangka tindakan hukum keperdataan.

Umpamanya saja, ketika PT PLN mengeluarkan Surat Keputusan yang ditujukan terhadap konsumen untuk membayar tagihan susulan, dalam kasus pemutusan aliran listrik sebagai sanksi pelanggaran perjanjian. Apakah tindakan PT PLN di atas merupakan perbuatan yang bersifat keperdataan (privaatrechtelijk) ataukah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan (publiekrechtelijk)? “Oleh karena itu meskipun dari sisi luar mungkin perbedaan itu tampak jelas, namun jika ditelaah substansinya tidak sedikit justeru menimbulkan persoalan-persoalan yuridis yang tidak mudah menyelesaikannya. Pada sisi itulah kemudian muncul permasalahan yurisdiksi antara Peradilan Umum (yurisdiksi perdata) dengan Peradilan Tata Usaha Negara (yurisdiksi PTUN)” [Indriyanto Seno Adji, 1995: 135].

Kesulitan untuk membedakan antara perbuatan hukum perdata dengan perbuatan dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan dirasakan lebih sulit lagi jika Keputusan Pejabat Birokrasi tersebut berasal dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Persoalannya karena Pejabat Birokrasi pada BUMN semacam PT Listrik Negara (PLN), PT Kereta Api Indonesia (KAI), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), dan lain-lain itu dalam menjalankan fungsi pemerintahannya lebih banyak melakukan perbuatan-perbuatan hukum yang bersifat keperdataan (privaatrechtelijk). Terlebih lagi jika penerbitan Keputusan Pejabat Birokrasi itu memenuhi syarat substansial dari pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yaitu “…bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum…”. Bila ada sengketa yang muncul dari Keputusan semacam itu secara substansial memenuhi syarat untuk diajukan kepada Peradilan Tata Usaha Negara, walaupun penerbitan Keputusan Pejabat Birokrasi tersebut dilakukan dalam rangka perbuatan hukum keperdataan.

Untuk menggolongkan Keputusan Pejabat Birokrasi sebagaimana dikemukakan di atas, terdapat dua pandangan dengan pendekatan yang berlainan. Pandangan-pandangan tersebut adalah sebagai berikut: (Indriyanto Seno Adji, 1995: 148-149).

Pertama, Pendekatan Partial dan Tidak Integral; Pandangan ini bertitik tolak dari penjelasan pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang memberikan pengertian Penetapan Tertulis (dari Badan/Pejabat Birokrasi/Tata Usaha Negara) dengan tolok ukurnya pada Keputusan yang mensyaratkan adanya sifat Individual, Konkret, dan Final.

Individual (maksudnya tidak ditujukan untuk umum, tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang dituju), Konkret (maknanya, objek yang diputuskan berwujud dan dapat ditentukan), dan Final (berarti, sudah definitif dan dapat menimbulkan akibat hukum). Secara Partial, Keputusan Badan/Pejabat Birokrasi itu hanya dititikberatkan pada substansi Keputusan dengan sifat-sifat di atas. Tidak Integral, maksudnya Keputusan itu telah melepaskan atau mengesampingkan ada atau tidaknya perbuatan hukum perdata maupun hukum publik (dari Badan/Pejabat Birokrasi yang menyelenggarakan fungsi pemerintahan berkenaan dengan perbuatan hukum). Jadi menurut pandangan yang pertama ini, tidak menjadi persoalan apakah Badan/Pejabat Birokrasi yang menyelenggarakan fungsi pemerintahan pada saat diterbitkan Keputusan itu berada dalam perbuatan Hukum Perdata maupun Hukum Publik.

Berkaitan dengan pandangan yang pertama di atas, berikut ini akan dikemukakan sebuah Arrest Hoge Raad 1924 yang di Negeri Belanda dikenal dengan “Revolusi November” melalui “Ostermann Arrest”, tanggal 20 November 1924. Dari arrest tersebut akan diketahui adanya langkah atau perubahan yang besar yang dilakukan oleh Mahkamah Agung Negeri Belanda ketika itu. Hoge Raad telah menetapkan bahwa suatu badan hukum publik yang tidak menepati kewajiban hukum publiknya, telah dianggap bertindak melawan hukum dalam arti pasal 1401 Nederland Burgerlijk Wetboek (NBW) atau sama dengan pasal 1365 BW Indonesia. Atas ketentuan pasal tersebut, badan hukum publik tersebut dapat dipertanggungjawabkan untuk ganti rugi (N.E. Algra et al., 1977: 178).

Ostermann Arrest dari HR 1924 selengkapnya adalah sebagai berikut:

“Pedagang Ostermann ketika Perang Dunia kesatu ingin mengekspor sejumlah margarine (mentega), tetapi pihak duane menolak memberikan ijin yang diperlukan untuk itu. Penolakan itu terjadi berdasarkan Beslit Raja (Koninklijk Besluit) yang diambil beberapa hari sebelumnya, yang keabsahannya dibantah oleh Ostermann. Oleh karena itu Ostermann tidak dapat menjual menteganya ke luar negeri sehingga ia menderita rugi.

Kemudian ia menuntut ganti rugi dari pemerintah melalui pengadilan. Pendapat Pengadilan: Kewajiban (kalau pun ada) dari pegawai untuk memberikan ijin ekspor adalah merupakan suatu kewajiban hukum publik murni, dimana tidak dikenal segala kewajiban hukum privat, sehingga Ostermann tidak dapat menarik perlindungan hukum dari kewajiban hukum publik itu berdasarkan pasal 1401 NBW (sama dengan pasal 1365 BW Indonesia). Tuntutan Ostermann dinyatakan tidak dapat diterima. Ostermann kemudian naik banding dan kemudian kasasi ke Hoge Raad.

Pendapat Hoge Raad: Dengan perbuatan melawan hukum diartikan bukan hanya suatu perbuatan atau hal tidak berbuat yang melanggar hak seseorang, melainkan juga suatu perbuatan atau tidak berbuat, yang bertentangan dengan kewajiban hukum orang itu. Dengan demikian, maka seseorang itu telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum, yang melanggar suatu peraturan undang-undang, tanpa mempedulikan apakah peraturan itu mempunyai sifat hukum privat atau hukum publik, sama seperti seorang warga negara yang melanggar undang-undang pidana, ia juga telah melakukan perbuatan melawan hukum. Juga badan hukum publik yang bertindak melalui bagian-bagiannya, dalam memenuhi tugas pemerintahannya itu harus menepati peraturan undang-undang dan apabila hal itu tidak dilakukannya, maka dengan pemerintahan itu tanpa apa-apa telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum dan bertanggung jawab atas kerugian yang diakibatkannya” (N.E. Algra et al., 1977:178).

Mencermati Ostermann Arrest di atas, tampak suatu indikasi adanya perluasan yurisdiksi Peradilan Umum (Perdata) dengan dimasukannya perbuatan yang bersifat publiekrechtelijk ke dalam lingkup yurisdiksi peradilan umum. Di lain pihak bahkan dimungkinkan sebaliknya, yaitu perbuatan dari Badan/Pejabat Birokrasi dalam lingkup dan suasana yang privaatrechtelijk masuk ke dalam yurisdiksi Peradilan Tata Usaha Negara.

Kedua, Pendekatan Tidak Partial dan Integral; Kesulitan dalam menentukan apakah suatu keputusan Pejabat Birokrasi itu diterbitkan dalam rangka menyelenggarakan fungsi pemerintahan atau dalam rangka melakukan perbuatan hukum perdata, sebenarnya telah dijawab oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 itu sendiri. Pasal 2 huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 menyatakan: “Tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurut Undang-Undang ini: (a) Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata.”

Pasal di atas sesungguhnya telah merupakan rambu atau petunjuk yang amat jelas untuk membedakan antara Keputusan Pejabat Birokrasi yang diterbitkan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan (publik) dengan yang diterbitkan dalam rangka melakukan perbuatan hukum perdata. Maksud dari pasal 2 huruf a di atas sebenarnya dalam rangka menghindarkan adanya suatu benturan yurisdiksi peradilan. Artinya apabila Badan/Pejabat Birokrasi menerbitkan suatu Keputusan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan yang bersifat keperdataan, maka pemeriksaan sah atau tidaknya Keputusan Badan/Pejabat Birokrasi itu menjadi kewenangan dari Badan Peradilan Umum (Peradilan Perdata). Atau dengan kalimat lain, menurut pandangan yang kedua, yaitu pendekatan tidak partial dan integral, adalah bahwa “Tidak selalu suatu Keputusan Badan/Pejabat Birokrasi, meskipun bersifat Konkret, Individual, dan Final (sebagaimana disyaratkan oleh pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986), merupakan kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara untuk memeriksa dan memutus keabsahannya. Oleh karena apabila Keputusan itu diterbitkan oleh Badan/Pejabat Birokrasi dalam rangka menyelenggarakan fungsi pemerintahan yang bercorak keperdataan, maka pemeriksaan terhadap keabsahan Keputusan Badan/Pejabat Birokrasi tersebut akan menjadi kewenangan badan Peradilan Umum (Perdata)” [Indriyanto Seno Adji, 1995: 136].

Sehubungan dengan yurisdiksi Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara ini, Oemar Seno Adji dalam bukunya (1980: 314), mengemukakan bahwa “Setiap Keputusan Badan/Pejabat Birokrasi yang berkenaan dengan perbuatan keperdataan menjadikan persoalan tersebut sebagai Dual Jurisdiction atau Dualitas dalam Yurisdiksi”. Selanjutnya dikemukakan, di wilayah Indonesia ini [diakui] adanya Dual Jurisdiction, yaitu adanya Peradilan Umum (Perdata) dan Peradilan Administratif (sekarang, Peradilan Tata Usaha Negara). Kemudian menjadi Unity of Jurisdiction yang dipusatkan di Mahkamah Agung, yang mengadili perkara-perkara dalam tingkat kasasi terhadap putusan terakhir, baik dari Peradilan Umum (Perdata) maupun Peradilan Tata Usaha Negara.

Serupa dengan pandangan kedua di atas, berikut ini dikemukakan kasus yang berasal dari Amsterdam, yakni kasus Café Uitkijk, Maret 1913. Kasus posisinya sebagai berikut:

“Pada bulan Maret 1913, Kotapraja mengadakan perjanjian bersyarat dengan NV Holandsche Ijzer en Spoorweg Maatschappij (HIjSM) untuk melakukan pekerjaan pembuatan Café Uitkijk. Kotapraja menentukan syarat, bahwa kerugian sebagai akibat pelaksanaan pekerjaan itu, harus memperoleh ganti rugi. Syarat tersebut diterima dengan tegas oleh NV HijSM. Pemilik Café Uitkijk, ternyata kemudian mengajukan gugatan terhadap NV HijSM karena ditemukan beberapa kekurangan dalam pekerjaan pembuatan Café tersebut. Tuntutan itu ditolak oleh tergugat (NV HijSM) dengan mengemukakan alasan bahwa tidak ada hubungan perjanjian berdasarkan hukum perdata antara ia (NV HijSM) dengan Kotapraja, sehingga tidak ada suatu janji untuk pihak ketiga yang berlaku. Pembelaan tergugat telah ditolak oleh Pengadilan. Pengadilan berpendapat bahwa janji yang dibuat ketika memberikan ijin itu adalah persetujuan menurut hukum privat, sehingga konkretnya ketentuan pasal 1353 NBW (pasal 1317 BW Indonesia) berlaku” (N.E. Algra et al., 1977: 174-175).

V. BEBERAPA KASUS YANG MENGINDIKASIKAN SIKAP MAHKAMAH AGUNG MEMBIARKAN DUALITAS YURISDIKSI

Sebagaimana diketahui, Peradilan di Indonesia menganut suatu sistem kasasi, yang juga lazim dinamakan “sistem kontinental” dan berasal dari Perancis. “Dalam sistem tersebut, Mahkamah Agung sebagai Badan Pengadilan Tertinggi merupakan Pengadilan Kasasi. Tugas Mahkamah Agung adalah membina keseragaman dalam penerapan hukum dan menjaga agar semua hukum dan undang-undang di seluruh wilayah negara diterapkan secara tepat dan adil”(R. Subekti, 1980: 1-2).

Di samping tugasnya di atas, Mahkamah Agung Indonesia juga merupakan Unity of Jurisdiction, atau lembaga yang menyatukan kembali yurisdiksi sebab Indonesia mengakui adanya Dual Jurisdiction atau Dualitas Dalam Yurisdiksi. Keadaan semacam itu terjadi antara lain karena Peradilan Umum (Perdata) dan Peradilan Tata Usaha Negara yang memiliki perbedaan kompetensi, namun sejajar dalam kesempatan untuk menilai keabsahan setiap Keputusan Badan/Pejabat Birokrasi yang berkenaan dengan perbuatan keperdataan. Persoalan itulah yang dinamakan sebagai Dualitas Dalam Yurisdiksi.

Untuk mengetahui bagaimana sikap Mahkamah Agung di dalam praktiknya berupaya mempertautkan perbedaan kewenangan mengadili diantara dua badan peradilan yang berbeda tadi, berikut ini dipaparkan sebuah kasus menarik sebagai berikut:

“Ketika PT PLN Persero melakukan Operasi Penertiban Aliran Listrik (OPAL), PLN menemukan sejumlah kasus pelanggaran yang dilakukan oleh konsumen berupa segel rusak dan pemalsuan segel pada instalasi listrik di tempat konsumen. Terhadap temuannya itu, pihak PLN berkesimpulan bahwa selama pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (Kontrak Penyambungan Listrik) konsumen telah melanggar isi perjanjian. Sesuai kesepakatan antara konsumen dengan PT PLN di dalam Kontrak Penyambungan Listrik tersebut, akibat adanya pelanggaran itu PT PLN menghentikan aliran listrik konsumen dengan disertai penerbitan Surat Tagihan Susulan OPAL yang wajib dibayar lunas oleh konsumen. Surat Tagihan Susulan OPAL itulah yang kemudian digugat oleh konsumen di hadapan Peradilan Tata Usaha Negara. Kasus gugatan tersebut akhirnya sampai juga pada tingkat Mahkamah Agung dengan pandangan dualitas tentang yurisdiksi peradilan”.

Kasus yang dipaparkan di atas terjadi antara PT Cahaya Kencana Sakti (konsumen-Penggugat) menggugat Perum Listrik Negara (Tergugat) karena PLN menerbitkan Surat Keputusan tentang Tagihan Susulan OPAL. Pada tingkat Kasasi, terhadap kasus tersebut Mahkamah Agung dengan Ketua Majelis Ny. Karlinah Palmini Achmad Soebroto,S.H., melalui putusannya Nomor 15K/TUN/1993 tanggal 28 Februari 1993 berpendapat bahwa “gugatan terhadap Surat Keputusan PLN tentang Tagihan Susulan OPAL itu menjadi kewenangan dari Peradilan Umum”. Hal itu dapat disimak dari bunyi pertimbangannya, sebagai berikut:

“Bahwa keberatan ini dapat dibenarkan, karena objek sengketa adalah surat-surat No. 4068/832/BIKEU/1991/M, No. 4894/832/BIKEU/1991/M, dan No. 6115/832/BIKEU/1991/M., perihal Tagihan Susulan OPAL yang ditentukan kepada Penggugat sebagai pelanggan dari Pemohon Kasasi atas dasar jual beli menurut Perjanjian Tenaga Listrik bukti T-1 No.PJN/186/DIS-JAYA/845; Bahwa masalah yang timbul dari perjanjian penyambungan listrik merupakan masalah Perdata, yang adalah wewenang Peradilan Umum” (Indriyanto Seno Adji, 1995: 138-139).

Berbeda dengan penanganan kasus sebelumnya, pada kasus yang berikutnya antara PT Pluit Plastik Industries (Penggugat) yang menggugat Perum Listrik Negara (Tergugat) juga berkenaan dengan penerbitan Surat Keputusan PLN tentang Tagihan Susulan OPAL, Mahkamah Agung berpendapat lain. Melalui Putusan Mahkamah Agung Nomor 14K/TUN/1993 tanggal 30 Juli 1994 dengan Ketua Majelis Soerjono,S.H., Mahkamah Agung telah menolak permohonan kasasi dari Perum Listrik Negara tentang kewenangan Peradilan Umum (Perdata) untuk memeriksa sengketa keabsahan Surat Tagihan Susulan OPAL. Sebaliknya Mahkamah Agung berpendapat bahwa gugatan PT Pluit Plastik Industries terhadap PLN atas penerbitan Surat Keputusan PLN tentang Tagihan Susulan OPAL menjadi kewenangan dari Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Sikap Mahkamah Agung yang tertuang pada putusan MA No. 14K/TUN/1993 tanggal 30 Juli 1994 di atas, ternyata terus berlanjut pada penanganan kasus-kasus berikutnya. Sebagai contoh pada kasus-kasus berikut ini:

Combo Fast Food (Putusan No. 15K/TUN/1992); PT Inti Sarana Aksara (Putusan No. 63K/TUN/1992); PT Dharma Bumi Agricultural Enterprise (Putusan No. 65K/TUN/1992); PT Elsar Utama (Putusan No. 01K/TUN/1993); PT Star Impactama Indah (Putusan No. 03K/TUN/1993); PT Bina Cipta Sakti Permai (Putusan No. 30K/TUN/1993) [Indriyanto Seno Adji, 1995: 139].

Untuk kasus-kasus tersebut di atas, menurut Mahkamah Agung dalam putusan-putusannya, bahwa Peradilan Tata Usaha Negara-lah yang memiliki yurisdiksi untuk memeriksa dan memutus sengketa keabsahan Surat Keputusan Tagihan Susulan OPAL.

Dari dua kelompok putusan Mahkamah Agung yang berlainan di atas, tampaklah bagaimana sikap Mahkamah Agung di dalam memberikan pertim bangan putusan atas kasus yang objek sengketanya sama, tetapi putusannya akhirnya ternyata berbeda. Pada kasus antara PT Cahaya Kencana Sakti lawan PLN (Putusan No.15K/TUN/1993), Mahkamah Agung memutuskan bahwa Peradilan Umum (Perdata) yang memiliki kewenangan untuk memeriksa dan memutus sengketa keabsahan Surat Keputusan Tagihan Susulan OPAL. Untuk kasus itu tampak sikap Mahkamah Agung condong ke arah pandangan kedua yakni tidak partial dan integral. Corak dari pandangan kedua itu adalah fungsi pemerintahan yang diselengarakan oleh Badan/Pejabat Birokrasi dengan merelevansikan adanya perbuatan hukum perdata (ataupun Hukum Publik).

“Maksud pandangan kedua adalah apabila Keputusan yang diterbitkan itu berada pada saat Badan/Pejabat Birokrasi menyelenggarakan fungsi pemerintahan berkenaan dengan perbuatan yang bersifat keperdataan, maka karenanya tunduk dan terikat dalam suasana Hukum Perdata, yaitu adanya hubungan kontraktual dengan asas kebebasan berkontraknya” (Indriyanto Seno Adji, 1995: 150).

Sedangkan pada penanganan kasus-kasus berikutnya, antara lain kasus PT Pluit Plastik Industries (Putusan No.14K/TUN/1993), Mahkamah Agung justeru berpendapat lain, yakni menunjuk Peradilan Tata Usaha Negara sebagai peradilan yang memiliki kewenangan. Dalam menangani kasus-kasus yang disebut terakhir Mahkamah Agung rupanya lebih condong ke arah pandangan pertama yakni partial dan tidak integral. Agaknya dalam kasus-kasus berikutnya Mahkamah Agung dalam memberikan pertimbangan putusannya lebih bertitik tolak pada segi substansi Keputusan.

Dari sikap semacam itu tampak suatu indikasi adanya extensi (perluasan) yurisdiksi Peradilan Umum (Perdata) masuk dalam lingkupnya perbuatan yang bersifat publik. Bahkan dimungkinkan sebaliknya, dengan adanya Peradilan Tata Usaha Negara, maka perbuatan dari Badan/Pejabat Birokrasi dalam lingkup dan suasana yang bersifat keperdataan masuk dalam yurisdiksi Peradilan Tata Usaha Negara.

VI. PENUTUP

Sebagai penutup dari paparan di atas, berikut ini dapat dikemukakan bebarapa butir kesimpulan sebagai berikut:

Pertama, Di dalam masyarakat kebanyakan di Indonesia, istilah birokrasi sampai saat makalah ini disusun masih saja memiliki konotasi yang kurang baik. Istilah Birokrasi selalu dihubung-hubungkan dengan berbagai prosedur dan liku-liku proses yang menyulitkan masyarakat. Hal ini boleh jadi karena masyarakat diberi pengalaman yang kurang baik berkaitan dengan istilah tersebut pada masa yang lalu.

Kedua, Dalam makalah ini yang dimaksud dengan Keputusan Badan/Pejabat Birokrasi dibatasi semata-mata pada Keputusan yang dikaji saja, yaitu Keputusan Pejabat PT Perusahaan Listrik Negara sebagai Badan Hukum Perdata Milik Negara. Keputusan tersebut dikategorikan sebagai Keputusan Badan/Pejabat Birokrasi, karena PT PLN sebagai Badan Usaha juga mengemban fungsi pemerintahan. Akan tetapi dalam kapasitasnya sebagai pengemban fungsi pemerintahan, PT PLN juga melakukan misi pelayanan kepada masyarakat dalam bidang tenaga listrik dengan melakukan perjanjian-perjanjian dengan para konsumennya yang tunduk pada aturan-aturan hukum perdata.

Ketiga, Surat Tagihan Susulan OPAL yang dikeluarkan PT PLN tentu tergolong Surat Keputusan Badan/Pejabat Birokrasi. Walaupun substansi Surat Tagihan itu memiliki sifat keperdataan, karena berkaitan dengan pelanggaran perjanjian yang dilakukan oleh konsumennya, namun untuk memeriksa keabsahan Surat tersebut timbul permasalahan yurisdiksi antara Peradilan Umum (Perdata) dengan Peradilan Tata Usaha Negara.

Keempat, Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan tertinggi yang mengemban tugas membina keseragaman dalam penerapan hukum di Indonesia, ternyata menganut dualisme pandangan dalam masalah tersebut di atas. Hal itu tampak jelas sekali dari yurisprudensi-yurisprudensinya dalam memeriksa sengketa keabsahan Surat Keputusan tentang Tagihan Susulan OPAL. Rupanya harus diakui bahwa di dalam praktik tidak selalu mudah untuk menyelesaikan permasalahan yurisdiksi, karenanya dituntut kemampuan yang memadai dari para Hakim Agung untuk dapat memisahkan secara tegas antara perbuatan yang bernuansa keperdataan dengan yang bernuansa publik.***

DAFTAR BACAAN

ALBROW, Martin, Birokrasi (alih bahasa: M. Rusli Karim & Totok Daryanti), Yogyakarta: Tiara Wacana, 1989.
ALGRA, N.E. et all., Mula Hukum. Bandung: Bina Cipta, 1983.
ATMOSUDIRDJO, S. Prajudi, Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1995.
FACHRUDDIN, Irfan, “Kedudukan Notaris dan Akta-Aktanya dalam Sengketa Tata Usaha Negara”; dalam Varia Peradilan Tahun X No.111, Desember 1994.
INDROHARTO, Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1991.
KASIEPO, Manuel, “Dari Kepolitikan ke Korporatisme Negara: Birokrasi dan Politik di Indonesia Era Orde Baru”; dalam Jurnal Ilmu Politik Nomor 2, Jakarta: Gramedia, 1987.
MAS’OED, Mochtar & Colin Mac Andrew, Perbandingan Sistem Politik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1989.
MOERDIONO, “Mencari Model Birokrasi Indonesia”; dalam Birokrasi dan Administrasi Pembangunan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan 1993.
MUHAIMIN, Yahya, “Beberapa Segi Birokrasi di Indonesia”; dalam Prisma Nomor 10, Oktober 1980.
SENO ADJI, Oemar, Peradilan Bebas Negara Hukum. Jakarta: Penerbit Erlangga, 1980.
SENO ADJI, Indriyanto, “Problema Yurisdiksi Peradilan terhadap Keputusan Tata Usaha Negara yang berisi Perbuatan Hukum Perdata”; dalam
Varia Peradilan Tahun VII Nomor 81, Juni 1992.
SENO ADJI, Indriyanto,“Mahkamah Agung dan Problema Dualitas Yurisdiksi”; dalam Varia Peradilan Tahun X Nomor 114, Maret 1995.
SETIAWAN, Akhmad, Perilaku Birokrasi dalam Pengaruh Paham Kekuasaan Jawa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998.
SUBEKTI, R., Kekuasaan Mahkamah Agung R.I. Bandung: Alumni, 1980.
THOHA, Miftah, Perspektif Perilaku Birokrasi, Dimensi-dimensi Prima Ilmu Ilmu Administrasi Negara (Jilid II). Jakarta: Rajawali Pers, 1987.
TOBING, H.A., Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional. Jakarta: Rajawali Pers, 1991.