Tampilkan postingan dengan label Budidaya Udang. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Budidaya Udang. Tampilkan semua postingan

Senin, 09 April 2012

Udang di Air Tawar, Bisa!

Udang windu maupun vaname bisa hidup dalam kisaran kadar garam yang sangat lebar, antara 0,5 ppt sampai 45 ppt


Budidaya udang windu dan vaname sebenarnya tidak hanya bisa dilakukan di tambak air payau. Dengan menerapkan sistem tradisional dan semiintensif, budidaya udang windu dan vaname juga bisa dilakukan pada tambak air tawar. Ketut Sugama, Kepala Pusat Riset Perikanan Budidaya-BRKP dalam makalahnya mengatakan, udang bisa hidup dalam kisaran kadar garam yang sangat lebar, antara 0,5 ppt sampai 45 ppt.
Tak sekadar bisa, budidaya udang di air tawar ini juga mempunyai keunggulan, terutama untuk mengurangi risiko udang terjangkit penyakit yang disebabkan oleh virus dan bakteri yang banyak menginfeksi perairan air payau. “Salahsatu latarbelakangnya memang untuk mengurangi risiko penyakit,” ujar Achmad Sudradjat, peneliti dari Pusat Riset Perikanan Budidaya.
 
Dengan latarbelakang tersebut, tak mengherankan jika pengembangan budidaya udang di air tawar ini pun telah banyak dilakukan secara serius di luar negeri, seperti Thailand, Amerika dan beberapa negara di kawasan Amerika Latin dengan tingkat keberhasilan yang cukup memuaskan.
 
Sudradjat mengatakan, sebenarnya budidaya udang di air tawar dengan sistem tradisional juga sudah dilakukan oleh para pembudidaya di Lamongan, Lampung dan Polman-Sulbar. Pembudidaya biasanya memanfaatkan lahan persawahan dengan menggunakan pola tanam bersama bandeng dan padi. Hasilnya cukup menggiurkan. Dari sawah seluas 1 ha yang ditanami 10 ribu benur udang windu bisa menghasilkan 1,75 kuintal udang size 35, dengan lama pemeliharaan 90 hari. Hasil tersebut masih ditambah dengan 4 kuintal bandeng dan 7 kuintal padi.
 
Sayangnya, semua itu belum digarap secara lebih serius oleh pemerintah. Padahal prospek pengembangan budidaya udang air tawar ini cukup besar, terutama jika melihat luasnya potensi tambak-tambak air tawar yang berjarak 2-3 km dari bibir pantai dan belum termanfaatkan secara optimal. “Kami (pihak BRKP-red) sudah sejak lama mengusulkan hal tersebut ke Ditjen Perikanan Budidaya, tetapi sampai sekarang masih belum direspon. Walaupun hanya menggunakan pola tradisional, jika ini dikembangkan secara serius bisa menambah produksi udang nasional,” imbuh Sudradjat.

Adaptasi Benur, Kunci Utama
Meski demikian, membudidayakan udang di air tawar juga tak lepas dari kendala. Terutama dalam mengadaptasikan benur yang sudah terbiasa hidup di air yang salinitasnya tinggi (30 ppt) untuk terbiasa hidup di air tawar (salinitas 1-2 ppt). “Makanya masa adaptasi tersebut sangat menentukan. Biasanya para pembenih mengadaptasikan benur ukuran PL 12 dengan cara mengurangi salinitas 1 ppt/hari. Ukuran benur yang akan ditanam juga lebih besar, yaitu PL 30-40,” jelas Sudradjat.

This information from here

Jumat, 06 April 2012

Budidaya Udang Vanamei | Pengelolaan Pakan

Pemeliharaan secara intensif dewasa ini pada prinsipnya hanya mengandalkan makanan tambahan berupa pellet atau pellet yang dihancurkan menjadi bubuk dan butiran. Makanan yang diberikan akan menentukan pertumbuhan udang yang dipelihara (Deptan, 1996). Pengelolaan pakan meliputi: pemilihan jenis pakan, program pemberian pakan, pemberian pakan, waktu pemberian pakan, ancho, dan penyimpanan pakan. 

a. Pemilihan Jenis Pakan 
Pemilihan jenis pakan diperlukan sesuai dengan tingkatan umur dan berat udang. Pakan alami diperlukan udang pada awal penebaran. Dominasi plankton jenis Clorophyta dan Diatome adalah pakan alami yang baik, sedangkan pakan alami yang merugikan adalah Dinoflagellata dan Blue Green Algae. Pakan buatan (pellet) yang digunakan harus yang sesuai dengan kebutuhan tubuh udang berdasarkan berat udang. Pemberian pakan buatan dilakukan sejak penebaran (Aquaculture Division PT. Centralpertiwi Bahari, 2003). Kemudian Darmono (1991) mengatakan makanan udang dewasa dari ukuran post larva sampai panen biasanya adalah formula yang mempunyai komposisi protein, karbohidrat, lemak dan vitamin serta mineral yang tertentu. Komersialisasi makanan yang memiliki formula pakan sendiri - sendiri, dengan penganalisaan menunjukkan sebagai berikut protein kasar (5,00%), karbohidrat (3,60%), lemak (5,00%), abu (18,80%), dan air (5,00%). Penggunaan bahan protein yang bermutu sangat disarankan untuk mencegah penyakit defisiensi asam amino, sehingga dalam memilih bahan pakan protein harus memikirkan mutu kandungan asam amino essensialnya. 

b. Program Pemberian Pakan 
Aquaculture Division PT. Centralpertiwi Bahari (2003) mengatakan pemberian pakan pada udang Vannamei dibagi menjadi 2 pemberian pakan yaitu pemberian pakan pada bulan pertama (blind feeding) dan pemberian pakan pada bulan selanjutnya. Pemberian pakan pada bulan pertama dilaksanakan blind feeding mulai DOC (Day Of Culture) 1 sampai DOC 30. Kemudian dilanjutkan dengan pemberian pakan pada bulan selanjutnya yang didasarkan dengan nasfu makan udang. Nafsu makan udang dilihat berdasarkan skoring anco. Sedangkan menurut Yukasano (2000), blind feeding adalah pemberian pakan terhadap udang secara maksimal. Pelaksanaan blind feeding dilakukan mulai dari DOC 1 sampai DOC 40. Pada saat blind feeding, pemberian pakan tidak mengalami pengurangan, walaupun pada kenyataannya udang tidak mau makan. Hal ini dimaksudkan untuk pembentukan air tambak dan tidak membuat FCR tinggi. Menurut Aquaculture Division PT. Centralpertiwi Bahari (2003), pemberian pakan udang setelah blind feeding, dilakukan berdasarkan nafsu makan udang. Hal yang perlu diperhatikan dalam program pemberian pakan dengan skoring anco yaitu FR, FCR dan nafsu makan udang. FR (feeding rate) yaitu presentasi yang digunakan untuk mencapai pertumbuhan optimal dan pemberian pakan yang tepat. FCR merupakan perbandingan antara jumlah pakan yang diberikan dengan jumlah biomassa udang yang dihasilkan. Nafsu udang makan sangat mempengaruhi dalam pembuatan program pemberian pakan udang. Hal yang mempengaruhi nafsu makan udang antara lain kondisi kualitas air, cuaca, kondisi dasar tambak yang kotor, suhu, kondisi pakan, periode moulting massal, penyakit, dan teknik pengoplosan pakan saat pergantian nomor pakan. 

c. Pemberian Pakan 
 Pemberian pakan ditebar di feeding area. Feeding area adalah bagian dasar tambak yang digunakan sebagai sasaran penebaran pakan dan dikondisikan selalu dalam keadaan bersih. Untuk keperluan itu dipasang kincir untuk mengumpulkan kotoran di dasar tambak agar tersentralisasi dan mudah dibersihkan/disipon. Feeding area ini memiliki lokasi yang berbeda sesuai dengan perkembangan pertumbuhan udang (Aquaculture Division PT. Centralpertiwi Bahari, 2003).

Kamis, 05 April 2012

Budidaya Udang Vanamei | Pengelolaan Kualitas Air

a. Pengisian air budidaya
Air media budidaya diambil dari air laut dengan menggunakan pompa. Kemudian air masuk dalam petakan tandon yang berukuran 0,7 ha. Petak tandon yang berjumlah satu petak digunakan untuk mengairi 3 unit yaitu unit B, unit C, dan unit D. Pada petak tandon diberikan sejenis ikan-ikanan seperti bandeng (Chanos chanos) dan tanpa ada perlakuan khusus. Pada awal pengisian air untuk budidaya dilakukan bersamaan dengan pemberantasan hama dan penyakit pada tahapan persiapan lahan. Pada saluran air dipasang saringan yang terbuat dari waring. Air dimasukkan ke dalam petakan dengan ketinggian air 120 - 150 cm dari dasar tambak. Selama pemeliharaan udang sampai DOC (Day of Culture) 30 hari, air tidak mengalami pergantian. Setelah umur 30 hari, penambahan air dilakukan seiring dengan kegiatan pembuangan lumpur dan kotoran melalui central drain dilakukan. Pengisian air akan dilakukan jika air berkurang setinggi 30 cm dari permukaan air normal. Sistem budidaya udang Vannamei yang digunakan adalah sistem pergantian air minimal (Less Water Exchange-LWE).
Mengenai pasok air media budidaya sesuai dengan pendapat DKP (2005), bahwa ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemasukan air laut ke tambak antara lain adalah :
1). Penggunaan saringan halus berlapis pada setiap pipa atau pintu pasok air untuk mencegah masuknya carier ke dalam petakan tandon.
2). Penggunaan petak tandon sebagai sumber pasokan air budidaya.
3). Air di petak tandon dapat didesinfeksi biofiltrasi.
Tidak dilakukan treatment pada tandon lebih disebabkan karena dimungkinkan perairan laut selatan belum mengalami pencemaran. Tandonisasi bertujuan untuk mengendapkan air laut dan menyalurkan air ke petakan tambak.

Rabu, 04 April 2012

Budidaya Udang Vanamei | Penebaran Benur

a. Pemilihan benur

Benur yang digunakan adalah benur yang berasal dari hasil pemijahan kedua (F2) dari induk impor dan ukuran benur berkisar antara PL 9 - 14. Benur telah lulus dari tes uji PCR dengan hasil negatif dari WSSV, IHHNV, IMNV, dan TSV. Dengan tes uji PCR sudah dipastikan bahwa benur tersebut adalah benur yang berkualitas. Benur yang baik diketahui dengan cara pergerakan udang pada waskom dan shock salinity. Penilaian benur dengan pengamatan pergerakan udang dilakukan pada waskom. Pada waskom, air akan diputar sehingga membentuk arus. Benur yang baik yaitu benur yang melawan arus dan tidak menggerombol. Shock salinity dilakukan dengan cara pemindahan sampel benur pada air tawar selama 15 menit kemudian dikembalikan ke air laut. Benur dikatakan baik apabila benur pada shock salinity tidak ada benur yang mati. Pada kegiataan packing, juga dapat dilihat kualitas benur. Benur yang baik tidak akan menggerombol melainkan menyebar di seluruh kantong benur.

Packing benur menggunakan kantong plastik dan air yang bersuhu 23-240C dengan perbandingan air dan oksigen 1:2. Untuk menanggulangi stress selama perjalanan diberikan sejenis karbon ke dalam kantong benur. Setelah pemilihan benur, kemudian benur disampling dengan menghitung 2-4 kantong benur yang sudah dipacking. Hasil perhitungan tersebut akan diberikan kode, maka setiap kode akan mempunyai jumlah sendiri-sendiri sesuai dengan hitungan samplingnya. Kantong benur yang sudah dihitung dimasukan ke dalam kardus yang kemudian langsung ditata ke dalam kendaraan pengangkut benur. Sebuah kardus berisi 10 kantong benur. Setiap benur yang dikirim akan diberikan potongan 10 % dari jumlah benur tiap kode box untuk resiko dalam perjalanan. Adapun pengamatan kualitas benur melalui pergerakan benur dalam diwaskom dapat dilihat pada Gambar

Gambar. Pengamatan Benur dalam Waskom

Penebaran benur dilakukan sore hari dan malam hari. Hal tersebut dapat ditentukan dengan penjadwalan pengiriman benur. Benur yang dikirim disesuaikan dengan kualitas air tambak sehingga udang tidak terlalu strees dalam penebaran benur. Pada saat benur datang, maka akan dilakukan pengecekan dan perhitungan kembali pada kantong benur. Pengecekan dilakukan secara visual dengan mengamati kantong benur ada yang rusak atau bocor dan juga mengamati benur yang berada dalam kantong benur. Penghitungan benur kembali atau biasa disebut hitungan tambak dilakukan dengan mengambil secara acak 4 kantong dari tiap-tiap kode. Sedangkan untuk benur yang lainnya langsung dibongkar dari kardus yang kemudian kantong benur dimasukkan dalam petakan tambak untuk proses aklimatisasi. Kantong benur yang dimasukkan dalam petakan masih dalam keadaan tertutup. Hasil perhitungan dari tiap-tiap kantong kemudian dirata-rata dan kemudian dichek dengan jumlah hitungan hatchery yang sudah mengalami potongan dari perjalanan (hitungan netto). Hasil tersebut akan segera diberitahukan kepada pihak hatchery apabila ada kantong benur yang rusak atau bocor dan hitungan tambak berada dibawah hitungan netto hatchery. Pihak akan mengganti kantong benur yang bocor dan penambahan jumlah benur jika ada kesalahan dalam perhitungan hatchery. Hal tersebut dilakukan untuk melihat kualitas benur dan padat tebar yang berada dilapangan sehingga diharapkan tidak ada pihak yang dirugikan.

b. Aklimatisasi

Aklimatisasi dilakukan secara konvensional. Proses aklimatisasi ada 2 yaitu aklimatisasi suhu dan aklimatisasi salinitas. Benur yang dimasukkan dalam petakan tambak dibiarkan mengapung selama 30 menit untuk penyesuaian terhadap suhu. Kemudian kantong benur dibuka dan dimasukkan air tambak sedikit demi sedikit untuk penyesuaian salinitas. Pada waktu membuka kantong benur ada 3 orang yang masuk dalam petakan tambak. Apabila kantong benur sudah terbuka semua, maka benur dapat dilepaskan ke petakan tambak. Benur ditebar dengan kepadatan 110 – 160 ekor/m2. Padat tebar pada petakan tambak CV. Daun Prima unit D ada yang mencapai 160 ekor/m2. Hal ini disebabkan karena jumlah benur hitungan tambak lebih banyak daripada jumlah benur hitungan hatchery sehingga menjadikan penebaran yang tinggi.

Selasa, 03 April 2012

Budidaya Udang Vanamei | Persiapan Budidaya Udang Vaname

1. Perbaikan Lahan
Kegiatan perbaikan lahan pada tambak meliputi perbaikan konstruksi dan peralatan tambak, pengeringan tambak, pengisian air, pemberantasan hama dan penyakit dan penumbuhan plankton.
a. Perbaikan konstruksi dan peralatan tambak
Selama kegiatan budidaya, kontruksi dan peralatan pasti mengalami perubahan-perubahan fisik. Oleh karena itu perlu dilakukan perbaikan konstruksi dan peralatan tambak sebelum kegiatan budidaya dimulai kembali. Konstruksi tambak yang rusak meliputi karpet yang berlubang dan karpet yang terbuka jahitanya. Untuk mengatasi karpet yang berlubang, karpet akan ditambal dan dijahit. Sedangkan yang terbuka jahitannya dilakukan penjahitan ulang. Alat yang digunakan dalam menjahit karpet adalah jarum bago dan benang nilon.
Perbaikan peralatan tambak yang rusak meliputi jembatan ancho yang rusak, ancho yang rusak, kincir, dan saluran pipa supercharge. Perbaikan peralatan dilakukan disesuaikan dengan seberapa besar kerusakannya, apabila sudah tidak dapat diperbaiki maka dilakukan pengadaan kembali peralatan tambak. Setelah perbaikan peralatan maka peralatan ditempatkan di dalam tambak dan siap untuk digunakan.
Perbaikan konstruksi dan peralatan tambak. Pada proses budidaya berlangsung, pasti terjadi kerusakan pada konstruksi dan peralatan tambak. Hal tersebut harus segera diatasi agar dapat mempelancar proses budidaya. Adapun salah satu kegiatan perbaikan peralatan tambak dapat dilihat pada Gambar

b. Pengeringan lahan
Pengeringan lahan dilakukan dengan membersihkan tambak dari trisipan (Faunus sp) dan pengangkatan pasir dan lumpur. Kegiatan pembersihan tambak dilakukan dengan cara menyemprotkan air ke dasar dan dinding petakan. Alat yang digunakan untuk pembersihan tambak adalah sabit, sapu lidi, selang spiral, ember dan tempat pembuangan untuk trisipan (Faunus sp). Proses pengeringan lahan berlangsung selama 3-4 hari.

c. Pengisian air
Pengisian air pada tahap persiapan awal dilakukan sebanyak 2 kali. Pada pengisian air pertama ditujukan untuk pencucian tambak. Pencucian tambak dilakukan dengan menggunakan 1 ppm kaporit [CaCl(C03)]. Ketinggian air waktu pencucian tambak adalah 0,3 m dari dasar tambak. Waktu pemberian kaporit adalah sore hari agar reaksi berjalan optimal. Pencucian tambak dilakukan sehari semalam, kemudian air dibuang. Kegiatan pencucian tambak yang menggunakan kaporit tidak sesuai dengan pendapat Yukasano (2001), yaitu pencucian tambak menggunakan Nuvan/Booster/Saprofon. Penggunaan kaporit dirasa sudah cukup dalam proses pencucian tambak.
Pengisian air yang kedua ditujukan untuk pemberantasan hama penyakit dan air digunakan untuk media budidaya. Ketinggian air untuk pengisian yang kedua adalah sekitar 1,2 m dari dasar tambak atau sesuai kemampuan daya tampung air petakan tambak tersebut.
d. Pemberantasan hama dan penyakit
Pemberantasan hama dan penyakit dilakukan setelah pencucian tambak. Pemberantasan hama dan penyakit dengan menggunakan bestacin sebanyak 10 liter/ha. Pemberian bestacin dilakukan pada sore hari. Aplikasi Bestacin dilakukan 10 hari sebelum penebaran benur. Hal ini bertujuan agar residu dari Bestacin bisa terurai. Setelah aplikasi Bestacin, kincir dihidupkan selama 3 jam. Pemberantasan hama dan penyakit dilakukan selama 1 minggu dengan membiarkan air tambak. Setelah itu, air tambak ini akan dijadikan air media untuk pembesaran udang.
Penggunaan bestacin dalam tahap pemberantasan hama dapat juga digunakan saponin dan kaporit dalam tahap pemberantasan hama dan penyakit. Bestasin merupakan sejenis insektisida aktif yang dapat membunuh jenis ikan-ikanan, kepiting dan udang-udangan. Aplikasi Bestasin yang dilakukan 10 hari sebelum penebaran benur bertujuan agar residu dari bestacin bisa teruai.
e. Penumbuhan plankton
Penumbuhan plankton pada persiapan lahan dilakukan dengan cara fermentasi dan aplikasi probiotik. Penumbuhan plankton dilakukan setelah air budidaya dimasukan. Fermentasi yang dibuat dengan campuran 20 liter molase dengan 2 kg pakan udang bentuk serbuk. Penebaran hasil fermentasi dilakukan dengan aplikasi probiotik. Dosis aplikasi probiotik adalah 40 liter per 2 hari. Penebaran fermentasi dan probiotik dilakukan pada pagi hari. Pemberian fermentasi dan probiotik dilakukan 3 hari sebelum penebaran benur. Selama 3 hari kincir dinyalakan 2 buah untuk membantu pengadukan.
Penumbuhan plankton dengan menggunakan fermentasi. Hal ini diharapkan fermentasi dapat langsung diuraikan oleh probiotik sehingga menghasilkan unsur hara yang diperlukan untuk tumbuhnya plankton. Tetapi dapat juga penumbuhan plankton menggunakan pupuk buatan. Penggunaan pupuk buatan dalam tahap pemupukan ditakutkan yang tumbuh adalah lumut sutra (Enteromorpha sp). Lumut sutra (Enteromorpha sp) dapat menjerat benur udang yang mencari makan, sehingga akan mengakibatkan kematian udang

Minggu, 18 Maret 2012

Teknik Pemijahan Udang Galah | Giant Fresh Water (Macrobrachium rosenbergii de Man.)

TEKNIK PEMIJAHAN UDANG GALAH / GIANT FRESH WATER
(Macrobrachium rosenbergii de Man.)



Nama : Rahma Nuraini
NIM : 10604082

Udang galah merupakan udang air tawar yang berukuran cukup besar dan rasa yang lezat
sehingga memiliki nilai ekonomis yang tinggi baik untuk konsumsi dalam negeri maupun ekspor.
Udang konsumsi ukuran 20—30 ekor/kg di pasar lokal dapat dijual dengan harga Rp35.000—
Rp50.000/kg. Maka untuk memenuhi kebutuhan pasar tersebut dibutuhkan suatu teknik yang dapat
memproduksi udang galah dalam skala yang cukup besar.

BIOLOGI
Udang galah termasuk famili Palamonidae. Badan udang terdiri atas 3 bagian : kepala dan
dada (Cephalothorax), badan (Abdomen) serta ekor (Uropoda). Cephalothorax dibungkus oleh kulit
keras, di bagian depan kepala terdapat tonjolan karapas yang bergerigi disebut rostrum pada bagian
atas sebanyak 11‐13 buah dan bagian bawah 8‐14 buah.
Udang galah hidup pada dua habitat, pada stadia larva hidup di air payau dan kembali ke
air tawar pada stadia juvenil hingga dewasa. Pada stadia larva perubahan metamorfose terjadi
sebanyak 11 kali dan berlangsung selama 30‐35 hari. Udang galah bersifat omnivora, cenderung aktif
pada malam hari.
Perbedaan antara udang jantan dan udang betina :
1. Udang jantan :
• Relatif lebih besar
• Pasangan kaki jalan yang kedua relatif lebih besar dan panjang (bahkan dapat mencapai 1,5
kali panjang total tubuhnya)
• Bagian perut lebih ramping
• Ukuran pleuron lebih pendek
• Alat kelamin terdapat pada basis pasangan kaki jalan kelima
• Pasangan kaki jalan terlihat lebih rapat dan lunak.
2. Udang betina :
• Tubuh lebih kecil
• Pasangan kaki jalan kedua tetap tumbuh lebih besar, tetapi tidak sebesar dan sepanjang
udang jantan
• Bagian perut lebih besar
• Pleuron memanjang
• Alat kelamin terletak pada pangkal kaki ketiga, merupakan suatu lubang yang disebut
thelicum.

PROSES REPRODUKSI
Dalam prakteknya, kegiatan pemijahan secara alami adalah berupa memasangkan induk
jantan dan betina yang matang gonad/siap kawin ke dalam wadah pemeliharaan yang sama. Tidak
seperti pada proses perkawinan ikan budidaya lainnya ‐misalnya ikan mas‐‐, proses pemijahan dapat
terjadi dalam waktu yang relatif singkat dan hanya hanya perlu sekitar satu atau dua hari. Ikan yang
matang gonad akan memijah/kawin secara alami. Pada pemijahan udang, proses perkawinan sangat
dipengaruhi dan berkaitan erat dengan proses moulting (pergantian kulit) pada induk betina. Dalam
hal ini proses moulting dan pemijahan dipengaruhi oleh kelenjar hormon yang terdapat pada tangkai
mata.
Sebelum terjadinya proses perkawinan, udang betina berganti kulit terlebih dahulu yang
disebut premattingmoult. Setelah udang betina mengalami pergantian kulit, keadaannya menjadi
lemah. Pada saat inilah perkawinan akan terjadi. Perkawinan udang galah berlangsung secara
sederhana. Udang jantan akan mengeluarkan spermanya dan sperma tersebut akan ditampung pada
spermatheca diantara kaki jalan betina. Proses selanjutnya adalah proses pembuahan yang terjadi di
luar tubuh induknya. Kejadian ini berlangsung pada saat telur turun melalui lubang kelamin, yang
kemudian akan dipindahkan ke tempat pengeraman. Telur yang terdapat pada spermatheca akan
dibuahi oleh sperma. Setelah pembuahan berlangsung, telur diletakkan pada ruang pengeraman
yang terdapat diantara kaki renang induk betina hingga saatnya menetas.
Di alam bebas proses pemijahan umunya terjadi di muara sungai. Di daerah tropis seperti
Indonesia proses pemijahan sangat mungkin terjadi sepanjang tahun. Secara biologi proses
pemijahan ini akan terjadi di muara sungai karena larva/naupli udang galah hanya akan dapat hidup
dan berkembang pada kondisi air payau (kadar garam 8‐12 ppt).

PEMILIHAN LOKASI
Untuk menentukan lokasi backyard hatchery udang skala rumah tangga tentu saja berbeda
dengan hatchery skala besar. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan lokasi adalah :
1. Mudah memperoleh air tawar yang bersih, jernih, dan bebas dari limbah
2. Tersedia aliran listrik selama 24 jam
3. Tanah dasar bak cukup stabil
4. Dekat dengan pemasok nauplius, pakan, dan daerah pemasaran.

SARANA
1. Air Tawar
Air tawar ini diperlukan untuk pengenceran dalam membuat air payau (salinitas 8‐12 ppt),
pemeliharaan larva, pencucian bak dan peralatan pembenihan lain, pemeliharaan induk,
aklimatisasi, dan juga penampungan sementara pascalarva sebelum dipasarkan.
Air tawar ini harus bersih dari endapan lumpur dan kotoran lain, terbebas dari berbagai
pencemar (pestisida, minyak, pelumas, limbah pemukiman/industri, bahan‐bahan lain yang dapat
menurunkan kualitas air), pH 7,5‐8, dan kesadahannya 40‐100 ppm.
Sumber air dapat berasal dari PAM, tetapi karena suplainya tidak selalu teptap, maka
dilakukan penampungan dalam bak, lalu dialirkan melalui pipa‐pipa ke hatchery.
2. Air Laut
Air laut ini diperlukan untuk pengenceran dalam membuat air payau. Air laut harus terbebas
dari berbagai pencemar dan memiliki pH 7,5‐8.
3. Suplai Udara / Aerasi
Aerasi ini dibutuhkan untuk mendistribusikan oksigen, mendistribusikan pakan hidup, dan
juga mendistribusikan pakan buatan menjadi bergerak seperti pakan hidup (karena udang lebih
menyukai pakan hidup/yang bergerak).
Aerasi ini dilakukan secara terus‐menerus selama pemeliharaan dan penetasan kista
artemia. Sumber udara ini dapat berasal dari blower. Udara yang dipompakan blower dialirkan
melalui pipa pralon, lalu dialirkan pada selang‐selang kecil dari plastik untuk disebarkan (ujungnya
diberi batu aerasi agar dihasilkan gelembung udara kecil), lalu batu diletakkan pada dasar bak.
Jumlah aerator yang dibutuhkan tergantung dari volume air yang tersedia.
4. Tenaga Listrik
Listrik ini dibutuhkan untuk peneranagn, menjalankan blower, pompa air, heater, dll. Listrik
dapat berasl dari PLN, tetapi karena listrik dapat terputus maka perlu disediakannya generator
pembangkit listrik.
5. Wadah Penetasan dan Pemeliharaan
Wadah pemijahan yang dapat digunakan antara lain antara lain : kolam tanah, bak beton,
bak serat kaca maupun akuarium. Penggunaan wadah tersebut sangat terkait dengan tingkat
penanganan yang akan diterapkan, sebagai contoh pemijahan induk di akuarium memerlukan
penanganan yang lebih dimana memerlukan sistem aerasi, pergantian air yang rutin bahkan
mungkin pemanas air, sementara jumlah induk yang dipeliharapun terbatas. Oleh karena itu wadah
yang banyak yang dipakai di unit‐unit pembenihan umumnya berupa kolam atau bak beton dengan
luasan yang cukup memadai sesuai jumlah induk yang dikelola. Persyaratan wadah untuk kolam
pemijahan adalah sama seperti halnya wadah pemeliharaan untuk pematangan. Kolam memiliki
pemasukan air dan pintu pengeluaran. Debit air yang masuk ke kolam kurang lebih 0,5 l/detik. Kolam
dilengkapi pula dengan dengan system kemalir dan kobakan yang akan memudahkan pada saat
panen/seleksi.
Persiapan kolam yang perlu dilakukan meliputi, pengeringan, perbaikan dasar, pematang
serta kemalir kolam, dan pengapuran dengan dosis 50 gram/m2. Hal lain yang harus dilakukan adalah
pemasangan shelter/tempat berlindung bagi udang yang sedang berganti kulit. Untuk hal ini dapat
digunakan daun kelapa dan ranting pohon. Kedalaman air di kolam yang ideal untuk pemijahan
antara 80 ‐ 100 cm.
6. Bejana Kultur Makanan Alami
Bejana ini untuk kultur Artemia salina. Bejana ini dilengkapi pula dengan aerator.

SELEKSI INDUK
Beberapa persyaratan untuk mendapatkan induk yang baik :
1. Ukuran induk betina diatas 40 gr dan jantan diatas 50 gr
2. Kantung pengeraman penuh telur yang sudah berwarna abu‐abu
3. Organ tubuh lengkap / tidak cacat
4. Kulit bersih / bebas dari kotoran maupun organisme yang bersifat patogen
5. Umur induk antara 8‐20 bulan
6. Memilih induk yang sudah matang telur untuk yang kedua kali dan seterusnya, belum
dipijahkan lebih dari 7 kali.
7. Berasal dari udang yang pertumbuhannya cepat
Dalam pengamatan produksi di lapangan, hasil kegiatan pemijahan biasanya dapat
dievaluasi setelah 21 hari, dari mulai induk disatukan dalam wadah pemijahan. Seleksi induk matang
telur dilakukan dengan mengeringkan kolam pemijahan, kegiatan ini sebaiknya dilakukan pada pagi
hari. Pagi hari sebaiknya kolam sudah kering dan induk tertampung semua dalam kobakan, pada
kondisi ini air sebaiknya terus mengalir. Oleh karena itu sistem kemiringan kolam, kemalir dan
kobakan harus diterapkan dengan baik, sehingga induk terjaga dari kematian.
Induk‐induk dipanen secara hati‐hati dan dikumpulkan di hapa atau bak penampungan
yang sudah disiapkan sebelumnya dan dilengkapi dengan sistem air mengalir. Setelah kondisi induk
disegarkan beberapa saat, maka proses seleksi/pemilihan induk matang telur dapat segera
dilakukan. Berdasarkan pengamatan dilapangan tingkat kematangan telur induk dapat bervariasi
dari mulai oranye, kuning hingga colat keabu‐abuan. Induk yang siap ditetaskan adalah yang
berwarna coklat keabu‐abuan, induk ini secara hati‐hati harus segera dipindahkan ke bak penetasan
yang telah disiapkan sebelumnya (air yang digunakan untuk penetasan mengandung kadar garam
kurang lebih 5 ppt). Untuk induk‐induk dengan warna telur, oranye dan kuning dipisahkan pada
kolam atau bak Khusus untuk dimatangkan lebih lanjut. Sedangkan induk jantan dapat dipelihara
kembali di kolam pemulihan/pemeliharaan induk dan dipisah dari induk betina.
Dalam pengelolaan suatu unit usaha pembenihan udang galah, jumlah induk yang dikelola
sangat menentukan bagi keberhasilan suatu perencanaan produksi. Setelah target produksi juvenil
(post larva) ditetapkan sesuai dengan beberapa pertimbangan ekonomis, maka mulailah dilakukan
perhitungan secara mundur berapa jumlah induk yang harus dikelola, agar target produksi tersebut
dapat dicapai.
Terkait dengan Induk dan pengelolaanya maka beberapa hal yang perlu dicatat dan
diperhatikan dalam perencanaan produksi antara lain sebagai berikut:
1. Jumlah telur yang dihasilkan oleh betina (fecundity ). Sangat terkait dengan ukuran induk yang
digunakan, dan tingkat pemeliharaan yang dilakukan terkait pengelolaan air dan pakan yang
diberikan,
2. Data hubungan antara bobot induk matang telur terkait dengan jumlah larva/naupli yang
dihasilkan. Data ini mencerminkan kualitas telur yang dihasilkan,
3. Data jumlah prosentase jumlah induk yang bertelur dan matang telur dihubungkan jumlah
betina seluruhnya,
4. Jumlah jantan dan betina yang digunakan perbandingannya sesuai.
Perbandingan jantan dan betina dalam kegiatan pemijahan tergantung dari tujuannya.
Perbandingan jantan : betina (1 : 3) adalah sangat umum dilakukan untuk suatu kegiatan produksi
benih sebar untuk keperluan pembesaran. Adapun untuk tujuan perbanyakan induk ‐ induk alam
umumnya dilakukan dengan perbandingan (1 : 1).

PEMIJAHAN
Pada prinsipnya teknik pemijahan yang banyak diterapkan dalam pembenihan udang
galah adalah bersifat alamiah seperti yang telah dipaparkan sebelumnya. Walaupun proses
perkawinan dipengaruhi proses moulting, yang mana terkait dengan kelenjar hormon yang ada pada
tangkai mata, namun dalam proses pemijahan, tidak lazim dilakukan pemotongan tangkai mata
(ablasi) untuk merangsang terjadinya proses tersebut.
Sebelum terjadi pemijahan udang betina terlebih dahulu berganti kulit (premating moult).
Pada kondisi ini udang lemah, setelah pulih kembali terjadilah pemijahan. Pemijahan dapat
dilakukan di kolam tanah, akuarium, bak beton atau fibreglass dengan padat tebar 4 ekor/m2.
Perbandingan induk jantan dan betina 1 : 3. Selama proses pemijahan induk diberi pakan pelet
dengan kandungan protein 30% sebanyak 5% per hari dari berat biomass dengan frekuensi
pemberian pakan 4 kali sehari, lama pemijahan 21 hari.
Dalam usaha budidaya, benih merupakan faktor penentu dan mutlak harus disediakan.
Untuk memenuhi pangsa pasar di luar maupun dalam negeri, diperlukan kesinambungan produksi
dan ketersediaan suplai benih yang memenuhi syarat baik kuantitas maupun kualitas. Benih udang
galah dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu mengumpulkan benih di alam dan juga dengan cara
memproduksi benih di balai‐balai pembenihan.

PEMELIHARAAN INDUK
Induk dipelihara di kolam dengan kepadatan 4 ekor/m2, diberi pakan berupa pelet dengan
kandungan protein 30% sebanyak 5% dari berat tubuh. Pada pemeliharaan induk ini, induk jantan
dan betina sebaiknya dipelihara secara terpisah, baik di kolam maupun di bak beton dilengkapi
dengan pintu pemasukan dan pengeluaran dengan kedalaman 80‐100 cm.

PAKAN DAN PEMBERIAN PAKAN
Kandungan nutrisi dari pakan yang diberikan akan sangat mempengaruhi kualitas telur
yang dihasilkan. Karena itu kandungan protein dari pakan yang diberikan sebaiknya tidak kurang dari
30%. Jumlah pemberian pakan adalah 3 ‐ 5 % dari bobot induk yang ada. Jumlah pemberian pakan
pada malam hari dianjurkan lebih banyak.
Pakan terdiri dari dua jenis, yaitu pakan alami dan pakan buatan/adonan. Artemia salina
banyak digunakan sebagai pakan alami. Artemia salina yang digunakan yang masih dalam stadium
naupilus. Cara penetasan kista Artemia salina :
1. Kista direndam di dalam larutan klorin 1,55 ppm selama 30 menit
2. Kista yang mengendap dicuci dengan air tawar bersih
3. Ditiriskan
4. Kista dimasukkan ke air payau yang beraerasi
Panen naupilus dilakukan setelah 24 jam untuk pakan larva yang berumur kurang dari 15 hari,
sedangkan untuk pakan larva 15 hari hingga pascalarva diberikan naupilus yang telah berumur 48
jam. Jumlah yang diberikan tergantung dari umur larva, semakin besar larva maka akan semakin
banyak kebutuhan naupilusnya.
Pakan buatan terdiri atas susu tanpa lemak (12 gr), tepung terigu (50 gr), kuning telur (120
gr), udang (650 gr), vitamin (10 mL), dan air (100‐200mL). Pakan alami diberikan 3 kali.hari,
sedangkan pakan buatan diberikan 2x/hari. Pakan buatan tersebut dibuat dengan cara :
1. Semua bahan (kecuali udang) dihaluskan dengan blender
2. Udang dubuang bagian kepala dan kulitnya
3. Udang digiling
4. Udang disatukan dengan seluru adonan, lalu dihaluskan
5. Adonan dimasukkan ke dalam loyang, lalu dikukus
6. Direndam dengan air
7. Disaring (besarnya mata saring sesuai kebutuhan)

PENETASAN TELUR
Bak penetasan yang digunakan berukuran (1 x1 x0,5) m2 dengan media air payau bersalinitas
3‐5 ppt, padat penebaran induk 25 ekor per bak. Selama penetasan telur, induk diberi makanan
berupa ketela rambat, singkong atau kentang dipotong‐potong kecil. Hal ini untuk menghindari
dampak negatif kualitas air. Pada suhu 28‐30°C telur akan menetas dalam waktu 6 ‐ 12 jam.
Kemudian larva dipindahkan ke dalam bak pemeliharaan.
Setelah dilakukan pemijahan seiama 21 hari, induk diseleksi yang matang telur dengan
warna telur abu‐abu. Induk tersebut diberi perlakuan dengan larutan Malachite green sebanyak 1,5
mg/liter, dengan cara perendaman selama 25 menit.

PEMELIHARAAN LARVA
Pemeliharaan larva udang galah dapat dilakukan pada bak fiber glass kerucut atau bak beton
yang sudagh dibersihkan dari kotoran dan dicuci dengan menggunakan larutan kaporit 10 ppm. Hal
yang perlu mendapat perhatian dalam pemeliharaan larva tersebut antara lain kualitas air dan
pemberian pakan baik pakan alami maupun pakan adonan yang disesuaikan dengan bukaan mulut
larva. Kepadatan larva yang ditebar 50 ekor/liter.
Pakan berupa nauplius artemia diberikan pagi dan sore hari pada hari ke‐3. Pada hari yang
sama diberikan juga pakan adonan sampai menjadi post larva dengan frekuensi pemberian 8
kali/hari. Penggantian air dilakukan setiap hari sebanyak 20‐30%, pada hari ke 10 mulai dilakukan
penyiphonan kotoran pada dasar bak. Kadar garam media pemeliharaan larva 10 ppt.
Setelah seluruh larva menjadi juvenil, kadar garam diturunkan secara bertahap sampai 0 ppt,
grading mulai dilakukan setelah larva berumur 30 hari, lalu pada hari ke 45 juvenil siap untuk
dipasarkan.
Pemberian pakan untuk larva dilakukan dengan cara :
1. Aerator dimatikan agar larva yang berda di dasar dapat naik ke permukaan.
2. Pakan ditaburkan secara merata
3. Aerator dinyalakan.
Setiap harinya dilakukan pembersihan bak pemeliharaan dengan cara :
1. Aerator dan heater dimatikan
2. dibiarkan selama 30 menit agar kotoran mengendap
3. kotoran diambil dengan cara dihisap dengan pipa pralon yang disambungkan dengan selang
4. di ujung selang dipasang saringan agar lara tidak dapat menembusnya
5. air diganti dengan yang baru
6. Aerator dan heater dibersihkan
7. Aerator dan heater difungsikan kembali.

PENCEGAHAN PENYAKIT
Selama periode pemeliharaan larva, sering terjadi serangan penyakit bakterial yang berasal
dari laut yakni Vibrio sp. dengan tanda‐tanda stress. Lalu terjadi kematian massal dalam waktu yang
singkat. Untuk mencegahnya, perlu dilakukan chlorinasi media dan pemgeringan bak serta fasilitas
lain selama seminggu. Seandainya sudah terjangkit penyakit tersebut pada larva yang dipelihara
maka dapat digunakan Furazolidon dengan dosis 10‐15 ppm.
Penyakit merupakan salah satu faktor pembatas keberhasilan pembenihan udang galah.
Penyakit yang biasa timbul adalah penyakit bakterial yangberupa Vibro sp. dengan ditandai
semacam stress, Fluorisensi pada larva yang mati dan terjadi kematian massal dalam waktu yang
singkat.
Untuk mencegah terjadinya serangan bakterial perlu adanya “Chlorinisasi” media dan
pengeringan fasilitas selama 7 hari, jika sudah terserang pengobatannya menggunakan Furozolidone
dengan dosis 11‐13 ppm, dengan cara perendaman selama 3 hari.

DAFTAR PUSTAKA :
Dyah, S. H. 1991. Pembenihan Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii de Man.). Laporan Kerja
Praktek Mahasiswa Biologi. Institut Teknologi Bandung