Tampilkan postingan dengan label Jasad Renik (microorganisms). Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Jasad Renik (microorganisms). Tampilkan semua postingan

Sabtu, 24 Maret 2012

MENGURUSKAN CACING GEMUK DAN MENGGEMUKKAN CACING KURUS

Para peneliti di University of California, San Francisco (UCSF), yang mengeksplorasi metabolisme manusia, telah menemukan beberapa senyawa kimia yang mengatur penyimpanan lemak pada cacing. Hal ini menawarkan sebuah tool baru untuk memahami obesitas dan menemukan perawatan masa depan untuk penyakit yang berhubungan dengan obesitas.

Seperti yang dideskripsikan dalam sebuah makalah pada jurnal Nature Chemical Biology, tim UCSF menggunakan pasukan cacing mikroskopis yang disebut C.elegans dan memberikan mereka ribuan senyawa kimia yang berbeda. Dengan memberikan senyawa ini pada cacing, para peneliti mampu membuat mereka kurus atau gemuk tanpa mempengaruhi bagaimana mereka makan, tumbuh, atau bereproduksi.

Penemuan ini memberikan para ilmuwan cara-cara baru untuk menyelidiki metabolisme, dan akhirnya bisa mengarah pada pengembangan obat baru untuk mengatur akumulasi lemak yang berlebihan dan mengatasi masalah metabolik yang mendasari sejumlah besar masalah kesehatan manusia, termasuk obesitas, diabetes dan beberapa jenis kanker.


Karya ini juga mendemonstrasikan nilai “pemindaian cacing” sebagai cara untuk menemukan target baru bagi penyakit manusia, menurut para ilmuwan UCSF, yang pekerjaannya  dipelopori oleh sesama pasca-doktoral George Lemieux, PhD, di laboratorium Profesor Zena Werb, PhD, wakil ketua Departemen Anatomi di UCSF.

Pekerjaan ini adalah kolaborasi yang mengikutsertakan Kaveh Ashrafi, PhD, seorang profesor di Departemen UCSF Fisiologi, dan Roland Bainton, MD, PhD, seorang profesor di  Department of Anesthesia & Perioperative Care UCSF.

Mengapa Worms Menjadi Gemuk?
Ketertarikan tim UCSF pada bagaimana cacing menangani lemak dimulai dengan suatu ketertarikan yang lebih mendasar pada metabolisme manusia. Cacing membuat molekul lemak untuk alasan yang sama dengan manusia – lemak berguna untuk menyimpan energi dan merupakan blok bangunan dasar bagi jaringan tubuh. Banyak gen dan mekanisme cacing yang digunakan untuk mengatur akumulasi lemak memiliki sistem serupa pada manusia, dan tidak semua dari mereka benar-benar dipahami.

Dimulai dengan 3.200 senyawa kimia yang berbeda dan 3.200 kolam cacing kecil, tim UCSF menggunakan pewarna merah yang ditempelkan pada molekul lemak untuk menentukan bahan kimia mana yang membuat cacing gemuk (lebih merah) atau kurus (kurang merah) di bawah mikroskop. Mereka mengidentifikasi beberapa lusinnya, dan melakukan tes tambahan, menyempitkannya hingga sekitar 10 senyawa yang diyakini mengatur metabolisme lemak. Senyawa-senyawa itu bukan hanya mengubah penyimpanan lemak pada cacing namun juga pada serangga dan pertumbuhan sel-sel manusia dalam tabung reaksi, yang membuat Lemieux memberikan komentar bahwa mereka “mungkin berguna untuk memahami metabolisme pada organisme lain.”


Salah satu senyawanya yang memodulasi kompleks molekular disebut sebagai AMP-activated kinase, yang menyensor ketersediaan energi sel. Versi kompleks kinase terdapat pada cacing maupun manusia, dan beberapa di antaranya sudah menjadi target utama untuk desain obat oleh perusahaan farmasi. “Senyawa yang kami peroleh dari pindaian cacing dapat bertindak pada kinase kompleks ini sama halnya jika tidak lebih baik dari apapun yang ada di tempat lain,” kata Ashrafi.

Kekuatan sebenarnya dari pekerjaan ini adalah bahwa ini menunjukkan nilai baru pindaian cacing dengan adanya peralatan pemindai untuk mengidentifikasi gen, protein dan pemain molekul lainnya yang terlibat dalam kesehatan manusia.


Sebagian besar penemuan obat melibatkan identifikasi pemain-pemain ini dan merancang cara untuk mengobati penyakit yang muncul ketika mereka tidak bekerja dengan tepat. Namun mengidentifikasi target hanyalah awal. Merancang obat melibatkan pengatasan daftar panjang rintangan lainnya, kata Ashrafi, dan garis bawahnya adalah bahwa sebagian besar obat potensial yang tampaknya bekerja dengan baik dalam tabung tes telah gagal bekerja pada manusia.

Nilai pindaian cacing memungkinkan para ilmuwan memilih senyawa untuk studi lebih lanjut yang telah bekerja secara efektif dalam seluruh organisme. “Banyak obat yang digunakan dan dikembangkan secara klinis saat ini atau ditemukan pada dasarnya secara kebetulan,” kata Ashrafi. “Jika kita memahami segala sesuatu tentang segala sesuatu, kita mungkin bisa merancang senyawa yang tepat. Namun pada kenyataannya, pemahaman kita pada banyaknya prinsip biologis dan prinsip kimia masih dalam tahap pengembangan.”

Sumber: Faktailmiah.com



Minggu, 18 Maret 2012

UNTUK MENARIK PLANKTON TERNYATA BAKTERI LAUT MENGGUNAKAN CAHAYA

Tidak semua cemerlang itu emas. Kadang hanya bakteri yang mencoba hidup. Banyak mahluk laut bersinar dengan cahaya yang dihasilkan secara biologis. Fenomena ini, yang disebut bioluminesensi, diamati, diantaranya, pada beberapa bakteri laut yang memancarkan cahaya tetap segera mereka mencapai tingkat konsentrasi tertentu (fenomena yang disebut “penginderaan kuorum”) pada partikel organik di air samudera. Walaupun hal ini diketahui, manfaat menghasilkan cahaya masih belum jelas.

Sekarang, dalam sebuah artikel yang baru diterbitkan dalam  Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS), para peneliti dari Universitas Hebrew Yerusalem mengungkapkan misteri mengapa bakteri laut berpendar. Ini ada hubugannya dengan kelangsungan hidup yang paling terang.


 Artikel ini berdasarkan penelitian ynag dilakukan di  Interuniversity Institute for Marine Sciences di Eilat oleh mahasiswa pascasarjana Margarita Zarubin, dalam arahan Prof. Amatzia Genin, kepala jurusan Evolusi, sistematika, dan ekologi universitas Hebrew Yerusalem, bekerjasama dengan   Prof. Shimshon Belkin dan mahasiswanya Michael Ionescu dari Silberman Institute of Life Sciences Universitas Hebrew.

Temuan mereka menunjukkan kalau cahaya yang dipancarkan bakteri ini menarik predator, umumnya zooplankton, yang mencerna bakteri   namun tidak mampu mencernanya. Bakteri, yang terus bersinar didalam perut zooplankton, mengungkapkan keberadaan zooplankton yang sekarang bercahaya, yang pada gilirannya, diserang oleh predatornya sendiri – ikan- yang dapat menandakan mereka ada dalam gelap.

Dalam eksperimen yang dilakukan oleh para peneliti dalam kegelapan total, mereka menemukan kalau ikan malam mudah mendeteksi zooplankton yang berpendar dan memakannya, sementara, di sisi lain, ikan itu tidak tertarik pada zooplankton yang telah menelan bakteri yang mengalami mutasi genetik sehingga tidak berpendar.

 Penyelidikan lebih jauh pada ikan malam yang telah memakan zooplankton menunjukkan kalau bakteri pendar ini juga bertahan melewati perut ikan. “Sejauh kita memperhatikan bakterinya, akses mereka pada system pencernaan ikan seperti mencapai ‘surga’ – sebuah tempat yang aman, penuh nutrisi, dan juga alat transportasi ke samudera luas,” jelas  Prof. Genin.

Di sisi lain, temuan kalau sebagian zooplankton tertarik dengan pendaran bakteri dan memakan materi pendar terlihat bertentangan dengan naluri bertahan hidup mereka sendiri, karena ini meningkatkan kemungkinan zooplankton tersebut diserang dan dimakan ikan. Fenomena pencitraan quorum yang mengatur bioluminosensi bakteri dapat menjelaskan temuan ini, kata para peneliti. Zooplankton “tahu” kalau sebuah cahaya di air menunjukkan banyaknya bahan organic dimana bakteri dapat tumbuh.

  

 “Dalam samudera dalam yang gelap, jumlah makanan sangat terbatas, karenanya pantas bagi zooplankton untuk mengambil resiko menerangi dirinya sendiri saat menemukan dan memangsa partikel dengan bakteri pendar, karena manfaat menemukan makanan langka lebih besar daripada bahaya memaparkan dirinya sendiri pada keberadaan ikan predator yang relatif langka,” jelas  Prof. Genin.

Sumber: Faktailmiah.com

Sabtu, 17 Maret 2012

CARA BAKTERI BERKOMUNIKASI YAITU LEWAT SENTUHAN

Ternyat bukan hanya manusia atau mahluk hidup besar yang mampu berkomuniasi. Bakteripun mampu melakukan komunikasi, yaitu dengan sentuhan. Bagaimana jika bakteri dapat bicara satu sama lain? Bagaimana jika mereka punya indera sentuhan? Sebuah studi terbaru dari para peneliti UC Santa Barbara menunjukkan keduanya benar, dan berteori kalau sel demikian, pada faktanya, perlu berkomunikasi untuk melakukan fungsi tertentu.

Penemuan ini muncul baru saja dalam jurnal  Genes & Development. Christopher Hayes, asisten professor biologi molekuler, seluler, dan perkembangan UCSB, bekerjasama dengan mahasiswa pasca sarjana  Elie Diner, Christina Beck, dan Julia Webb untuk mempelajari  uropathogenic E. coli (UPEC), yang menyebabkan infeksi saluran kemih pada manusia. Mereka menemukan hubungan mirip saudara antara system sel yang telah lama diduga sebagai musuhnya.

 Makalah mereka menunjukkan kalau bakteri menunjukkan sebuah system hambat pertumbuhan tergantung kontak (Contact–Dependent Inhibition – CDI) yang dapat menghambat bakteri tanpa system demikian hanya bila bakteri targetnya memiliki CysK, sebuah enzim metabolic yang dibutuhkan untuk sintesis asam amino cysteine. CysK ditunjukkan berikatan dengan racun CDI — sebuah enzim yang memecah  RNA รณ dan mengaktifkannya.


Untuk sebuah system sel yang diduga hanya ada untuk membunuh bakteri lain – seperti diduga pada CDI – hasil ini mengejutkan, kata Hayes, karena ini berarti sel penghambat CDI+ harus mendapatkan izin dari targetnya sebelum melakukan tugasnya.

 “Ini pada dasarnya bermakna sel penghambat bertanya pada sel target, “bolehkah saya menghambat anda?” jelas beliau. “Ini tidak masuk akal. Mengapa menambah lapisan kompleksitas baru? Mengapa menambah factor izin? Ini temuan yang tidak biasa.

 “Kami pikir sekarang system CDI tidak dibuat semata karena sel-sel ini ingin keluar dan membunuh sel lain,” lanjut Hayes. “Hasil kami menunjukkan kemungkinan kalau sel-sel ini menggunakan CDI untuk berkomunikasi sebagai saudara dan bekerjasama; misalnya, dalam membentuk biofilm, yang memberikan kekuatan dan kelangsungan hidup yang lebih baik pada bakteri.”

 Studi ini menunjukkan enzim CysK sebagai katalis potensial untuk komunikasi bakteri tersebut – seperti jabat tangan rahasia, atau sebuah password. Secara sederhana, kata Hayes, “Jika anda memiliki sandi yang tepat, anda diizinkan bergabung; sebaliknya, anda akan diusir.”


Walaupun hanya UPEC yang dipelajari dalam makalah ini, Hayes mengatakan kalau temuan ini berpotensi untuk berlaku pada pathogen lainnya mulai dari meningitis bakteri hingga wabah, serta bakteri berbasis tanaman yang dapat merusak pertanian. David Low, Profesor biologi molekuler, seluler, dan perkembangan serta pengarang kedua dalam makalah ini, menjelaskan karya laboratorium Hayes sebagai terobosan penting dalam bagaimana bakteri berkomunikasi – dan penerapan praktisnya yang suatu saat dapat diwujudkan.

 “Kita baru saja mulai mendapatkan petunjuk kalau bakteri mungkin bicara satu sama lain dengan bahasa yang tergantung kontak,” kata Low. Mereka bersentuhan dan merespon satu sama lain dalam cara berbeda tergantung system CDI dan factor genotype lainnya. Harapan kami adalah pada puncaknya karya ini dapat membantu pengembangan obat yang memblokir atau meningkatkan komunikasi tergantung sentuhan, untuk bakteri berbahaya ataupun yang menguntungkan.”  Penelitian ini didukung oleh dana dari  National Institutes of Health dan National Science Foundation.

Sumber: Faktailmiah.com

GEROMBOLAN ATAU PERILAKU KOLEKTIF

Tidak kelahiran tidak pula kematian menghentikan gerombolan organisme. Mereka terus bergerak, kata fisikawan teoritis John J. Toner dari Universitas Oregon. Pemikiran ini katanya, memiliki implikasi dalam biologi dan pada gilirannya memberikan bantuan terapi kanker jenis baru.

Gambaran scenario dimana organisme yang mendorong dirinya sendiri – hewan, burung, bakteri, molekul dalam sel, sel kanker, ikan, dan bahkan batang plastik kecil di atas meja yang bergetar – bergerak sebagai gerombolan dalam arah yang sama. Delapan belas tahun lalu, Toner dkk mengenmbangkan dua persamaan yang memberikan teori lengkap pengerumunan untuk gerombolan “abadi” – yaitu dimana anggotanya tidak dilahirkan dan mati saat bergerak. Sekarang ia mengembangkan karyanya untuk melibatkan dampak kelahiran dan kematian.


 Persamaan baru tentang deskripsi kerumunan ini sama lengkapnya dengan persamaan Navier-Stokes dalam dinamika fluida. Persamaan ini, dinamakan untuk fisikawan dan insinyur Prancis,  Claude-Louis Navier dan ilmuan Inggris,  George Gabriel Stokes berlaku sama dengan semua fluida: udara, air, madu, dan minyak dari bencana Teluk Meksiko semua dapat dijelaskannya. Semua perbedaan antara fluida yang sangat berbeda ini dapat dimasukkan ke dalam persamaan Navier-Stokes dengan mengubah nilai satu bilangan, yaitu viskositas. Nilai besar berarti fluida lebih kental, seperti madu dan minyak, sementara nilai kecil menunjukkan udara dan air.

 Persamaan Navier-Stokes telah berhasil dipakai selama lebih satu abad dalam desain pesawat, mobil, perpipaan, dan pembangkit listrik. Persamaan Toner begitu pula berlaku untuk semua kerumunan, dan mengandung beberapa bilangan yang harus ditala untuk mempertimbangkan perbedaan antar berbagai jenis gerombolan. Karya awalnya pada gerombolan abadi telah diterapkan pada perilaku gerombolan burung, khususnya studi pada burung jajak di Roma oleh   Andrea Cavagna dan Irene Giardina.


Dalam sebuah makalah baru — “Birth, Death, and Flight: A Theory of Malthusian Flocks,” diterbitkan tanggal 24 Februari dalam jurnal  Physical Review Letters – Toner menunjukkan kalau gerombolan bahkan lebih kaku terhadap kelahiran dan kematian. Temuannya, kata beliau, khususnya penting bagi banyak organisme yang menggerombol, khususnya bakteri, yang dapat mengandung jutaan individu yang terus mati dan hidup digantikan reproduksi yang lain seiring bergeraknya kerumunan.

“Sebuah gerombolan dapat terus bergerak pada arah yang sama dalam waktu lebih panjang dari usia hidup setiap anggota individual,” kata Toner, anggota dari Lembaga Sains Teoritis UO dan seorang professor di jurusan Fisika. “Individu dilahirkan dan mati namun arah dan gerakan dapat bertahan jauh lebih lama daripada usia setiap individu.”

Kedua, tambahnya, perubahan kepadatan “gerombolan fana” tersebut – dimana sebagian anggotanya pergi karena mati dan bergabung karena lahir – menciptakan gejolak berkelanjutan namun terprediksi. “Kelahiran dan kematian sangat penting dalam gerombolan biologis, seperti kerumunan bakteri atau dalam kumpulan molekul pendorong diri yang menggerombol dalam sebagian besar sel hidup.”

Pengetahuan baru dasar ini telah berlaku bagi pemahaman gerakan molekul dalam sel – khususnya, simpul mitotik yang meluncurkan permesinan perkembangan dan pembelahan sel, kata Toner. Pada simpul mitotik, molekul individual hidup hanya selama sekitar 20 menit, namun simpul hidup dan terus bekerja selama berhari-hari, katanya. “Gerakan ini terus berlangsung ketika molekul-molekul mati digantikan dengan molekul yang baru disintesis, begitu juga oleh molekul yang berimigrasi ke dalam untuk mengambil tempat kosong.”

 Lewat penerapan teori barunya pada studi simpul mitotik, kata Toner, mungkin untuk merancang terapi sel yang ditargetkan khusus yang, berbeda dengan kemoterapi saat ini, hanya akan membunuh sel menyimpang atau sakit, dan memperbolehkan sel yang sehat dan diinginkan untuk hidup. “Pada kenyataannya, penerapan demikian masih jauh dari mungkin,” kata Toner, yang penelitiannya didukung oleh   National Science Foundation.

“Studi ini menunjukkan kita bagaimana fisika dan matematika dasar berlaku untuk menjelaskan kemunculan sehari-hari di alam yang dapat memberikan penerapan medis yang menyelamatkan jiwa,” kata  Kimberly Andrews Espy, wakil presiden penelitian dan inovasi UO. “Penelitian mutakhir lain yang dilakukan di Universitas Oregon adalah contoh lain penyebaran penerapan dan manfaat potensial penelitian dasar tersebut dan janji yang diberikannya untuk mengalamatkan masalah hari ini dan masa depan.”

Bulan September, Toner akan berangkat untuk satu tahun penelitian lanjutan mengenai gerombolan, atau perilaku kolektif, di   IBM Yorktown Heights dan University of California, Berkeley, di bawah beasiswa dari Yayasan Simons New York City.

Sumber: Faktailmiah.com