Rabu, 24 Februari 2010

POSISI TERKINI PERDAGANGAN HASIL PERIKANAN INDONESIA

POSISI TERKINI PERDAGANGAN HASIL PERIKANAN INDONESIA
(13-04-2007) -


LATAR BELAKANG
1. Ekspor Hasil Perikanan RI ke UE
Uni Eropa UE) merupakan salah satu mitra dagang penting bagi Indonesia (RI); khususnya di bidang perikanan.
Perdagangan bilateral dalam sektor perikanan antara RI dan UE mengalami peningkatan pesat dalam lima tahun terakhir
ini, dengan trend peningkatan nilai 7.55% (dari nilai ekspor Euro 179,841 juta (tahun 2000) menjadi Euro 281,015 juta
(tahun 2005)). Bagi Indonesia, UE merupakan pasar utama ke tiga untuk sektor produk-produk perikanan setelah pasarpasar
AS dan Jepang.
Tabel 1. Volume Ekspor Hasil Perikanan Indonesia (ton); 2000-2005
NoTujuan TahunTrend (%)20002001 2002 200320042005 1Japan 109,491 120,703136,033 125,601 116,211 109,871-
0,322 USA 54,55154,16057,19469,997 109,565109,12911,723EU51,98554,59053,96368,773 99,207
87,9248,604Others74,66977,42370,386 111,328 577,374 550,857 21,25Total 290,696
306,876317,576375,699902,357857,781 Tabel 2. Nilai Ekspor Hasil Perikanan Indonesia (000 USD)
NoTujuan TahunTrend (%)20002001 2002 200320042005 1Japan 808,059772,616737,077666,534 602,052 588,841-
6,592 USA 323,648318,962328,109365,665 634,355591,6279,343EU179,941 185,406 162,726209,783268,410281,015
7,554Others160,938 153,883 118,904 162,913 276,016451,44214,57Total 1,472,586 1,430,8671,346,8161,404,895
1,780,8331,912,925 Namun sejak 21 Maret 2006 produk perikanan dari Indonesia terkena peraturan di UE yaitu
”systemic border control” melalui peraturan CD 06/236/EC. Melalui peraturan tersebut, terhadap seluruh
hasil perikanan impor asal Indonesia, dilakukan sampling dan analisis logam berat dan juga analisis histamin khususnya
untuk spesies-spesies Scombridae, Clupidae, Engraulidea, dan Croyphaenidae. Produk-produk hasil perikanan dari jenis
Scombridae (misal: tuna, tongkol, cakalang) asal Indonesia diduga mengandung kadar histamin dan logam berat yang
terlalu tinggi.
Kasus lainnya yang masih muncul hingga saat ini adalah masih terdapatnya residu obat-obatan dan antibiotik pada
produk-produk ikan dan udang hasil budidaya. Di sisi lain, permintaan tuna dan hasil perikanan lainnya mengalami
peningkatan yang pesat di pasar UE, dan hal ini berkontribusi positif terhadap nilai ekspor nasional yang berdampak
pada pertumbuhan industri-industri pengolahan tuna segar/beku. Tetapi adanya berbagai kasus histamin dan logam
berat serta residu antibiotik pada hasil perikanan Indonesia di pasar UE telah menurunkan citra hasil perikanan
Indonesia di pasar global.
2. Peraturan Pangan di UE : Tujuan dan Ruang Lingkup
- Jaminan perlindungan yang tinggi terhadap kesehatan manusia dan keinginankonsumen terhadap pangan
- Tuntutan yang semakin tinggi terhadap faktor keamanan pangan dan pakan berbasis :
- Peraturan umum (universal) dan tanggung jawab berasas nilai kemanusiaan
- Berbasis pada fakta-fakta ilmiah
- Pembentukan struktur organisasi yang efisien dalam pembuatan keputusan tentang pangan dan pakan yang aman
- Penerapan sistem ketertelusuran (traceability) pada seluruh proses produksi, pengolahan, maupun distribusi (termasuk
monitoring residu dan polutan)
- Ketentuan umum dari Peraturan Pangan UE
- Pangan tidak dapat dipasarkan bila dalam keadaan tidak aman
- Pangan dikategorikan dalam keadaan tidak aman bila :
- Membahayakan kesehatan manusia
- Tidak layak untuk konsumsi manusia
- Bila satu (1) bagian batch dinyatakan tidak aman, maka keseluruhan batch tersebut juga akan dinyatakan tidak aman
- Dokumen kunci pada Peraturan Pangan UE
- Peraturan 178/2002-aturan umum dan ketentuan peraturan pangan tentang keamanan pangan
- Peraturan 882/2004-sistem pengendalian mutu
- Peraturan 852/2004-kebersihan pangan
- Peraturan 853/2004-aturan kebersihan yang spesifik untuk produk pangan manusia yang berasal dari produk hewani
- Peraturan 854/2004-aturan khusus untuk lembaga pengendalian mutu 3. Program Inspeksi yang Dilakukan oleh the
Food and Veterinary Office (FVO); DG Health and Consumer Protection (DG SANCO); European Commission
Kegiatan ini merupakan salah satu program rutin dari kebijakan Komisi Eropa yang diberlakukan pada seluruh Negara
anggota UE dan Negara-negara ke-tiga yang melakukan hubungan perdagangan dengan UE. Terdapat jumlah total 272
kegiatan inspeksi yang dilakukan pada program tahun 2007, dan inspeksi terhadap factor keamanan pangan menjadi
focus utama dalam program inspeksi sebagaimana terlihat pada Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3. Deskripsi program inspeksi berdasarkan focus utama
AREAJUMLAH INSPEKSI PERSENTASEKeamanan Pangan19772Kesehatan Hewan259Kesejahteraan
Hewan187Kesehatan Tumbuhan176Review Umum 16 6TOTAL 272100Dalam program inspeksi terhadap Negaranegara
ke-tiga termasuk Indonesia, FVO ingin mendapatkan kepastian bahwa Competent Authority (CA) menerapkan
system jaminan mutu dan keamanan pangan (berasal dari produk hewani dan tumbuhan untuk tujuan ekspor ke UE)
yang harmonis dengan standar mutu yang berlaku di UE. Kegiatan inspeksi ini terutama ditujukan pada industri-industri
perikanan di Indonesia yang aktif melakukan kegiatan ekspor ke UE. Hasil inspeksi FVO UE untuk produk perikanan
Indonesia pada tahun 2004 hingga 2006 dapat dilihat pada Lampiran 1, dimana terlihat bahwa Rapid Alert Systems for
Feed and Food (RASFF) memegang peranan penting dalam program inspeksi.

4. Isu Terkini pada Produk Perikanan asal Indonesia
Akhir-akhir ini, FVO meminta Indonesia untuk membuat laporan tentang monitoring residu perikanan budidaya (AMR,
Aquaculture Monitoring Residue). Namun laporan monitoring residu perikanan budidaya tahun 2006 yang diberikan oleh
Competent Authority (CA) DKP RI tidak dapat memenuhi persyaratan yang diberikan oleh UE yang menetapkan adanya
12 parameter pengujian yang harus dilakukan. Hal ini berakibat pada terjadinya ancaman embargo bagi seluruh hasil
perikanan dari budidaya, bila dalam jangka waktu tiga (3) bulan UE tidak menerima revisi perencanaan sistem
monitoring residu pada perikanan budidaya yang memuaskan. Maka kunjungan terakhir dari FVO pada 22 Januari 2007
sampai 2 Februari 2007 lalu merupakan situasi kritis bagi dunia perikanan Indonesia. Namun sampai sekarang, hasil
kegiatan inspeksi yang dilakukan oleh FVO tersebut belum dilaporkan ke Competent Authority (CA) DKP RI sampai saat
ini.
Seperti hal di atas, para ahli dalam Asian Trust Fund juga menemukan fakta-fakta bahwa belum ada sistematika kontrol
dalam sistem mutu dan jaminan keamanan pada produk-produk perikanan sejak produksi ikan sampai unit pengolahan,
misalnya: aplikasi rantai dingin yang buruk, ketidakmampuan untuk melakukan analisis logam berat dan residu
antibiotik/obat, lemahnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah, serta lemahnya sistem jaminan mutu pada
laboratorium-laboratorium perikanan pemerintah resmi.
Ke depan, tak dapat diabaikan lagi, bahwa ketentuan import yang berlaku di pasar UE akan berlaku juga di pasar-pasar
AS dan Jepang, berkaitan dengan aspek-aspek keamanan pangan, jaminan mutu, dan ketertelusuran (traceability) agar
dapat mencapai kenyamanan konsumen domestiknya secara optimal.
TANGGAPAN PEMERINTAH INDONESIA
1. Tindakan Jangka Pendek
Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran DKP RI sebagai Competent Authority (CA) harus melakukan tindakan
nyata, dimana salah satu tahap penting adalah melakukan reformasi sistem manajemen pada jaminan mutu dan
keamanan produk perikanan untuk mencapai harmonisasi dengan standar mutu di UE. Respons Indonesia dapat
digambarkan sebagai berikut :
NoKebijakan dan Isu Aksi Kebijakan1.Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Produk Perikanan Indonesia tidak harmonis
dengan legislasi UEMemerlukan reformasi peraturan :
- Melalui EU-RI Trade Support Programme (TSP) TA 2006-2007, Menteri Kelautan dan Perikanan RI telah merevisi
sistem pengendalian mutu dan jaminan keamanan produk perikanan yang berlaku saat ini, dimana peraturan baru terdiri
dari empat (4) Peraturan Menteri dan empat (4) Keputusan Dirjen
- Untuk memacu implementasi peraturan-peraturan tersebut agar lebih baik, maka CA membentuk sistem manajemen
mutu yang baru, dengan menunjuk seorang Manajer Mutu2. Produksi Primer
- Perikanan Tangkap
- Penanganan dan penyimpanan dengan rantai dingin yang buruk
- Kondisi higienik yang buruk pada : kapal penangkap ikan, pelabuhan perikanan, tempat pendaratan ikan
- Perikanan Budidaya
- Rencana monitoring residu antibiotik yang buruk
- Belum ada sistem inspeksi yang berbasis kegiatan monitoring residu antibiotik
- CA merencanakan program-program di TA 2007 yang berbasis pada perbaikan sarana dan prasarana sistem rantai
dingin untuk menjamin mutu kesegaran ikan
- Perbaikan kondisi kebersihan pada kapal-kapal penangkap ikan dan pelabuhan perikanan harus dilakukan untuk
mencegah terjadinya kontaminasi
- CA berkolaborasi dengan Ditjen Perikanan Tangkap DKP RI untuk secara periodik melakukan inspeksi resmi terhadap
kebersihan di atas kapal maupun pelabuhan, dan hasilnya harus didokumentasikan
- Penerapan Good Aquaculture Practices diwajibkan untuk dilaksanakan, terutama untuk produk perikanan yang akan
diekspor ke UE, AS, dan Jepang
- CA berkolaborasi dengan Ditjen Budidaya DKP RI untuk melakukan monitoring obat-obatan dan antibiorik secara
berkala
- CA dan Ditjen Budidaya DKP RI harus melakukan koordinasi dengan Departemen teknis terkait lainnya untuk
mengatur dan mengendalikan produksi dan distribusi perdagangan obat-obatan/antibiotik yang digunakan pada sektor
perikanan budidaya
- CA bekerjasama dengan Ditjen Budidaya DKP RI untuk memberdayakan National Broodstock Center dalam
memproduksi benih-benih perikanan yang bebas penyakit
- CA dapat bekerjasama dengan Ditjen Budidaya DKP RI harus berkoordinasi erat dengan Dinas-dinas Perikanan di
daerah menetapkan jenis/ukuran/komoditas tambak di daerah-daerah dalam hal perijinan, pengawasan, dan
pelaksanaan monitoring residu antibiotik 3.Rantai Distribusi
- Terindikasi bahwa salah satu kelemahan mendasar dalam jaminan mutu dan keamanan produk udang di pertambakan
adalah pengendalian pada rantai penyediaan (supply). Pemaham an terhadap sistem mutu dan jaminan keamanan pada
rantai supply ini sangat lemah
- Walaupun dengan penge tahuan pengendalian standar internal dan sistem ketertelusuran (traceability) yang masih
lemah, supplier (petani/ pengusaha tambak) menjadi penyedia utama industri pengolahan udang

- Harus dilakukan pembentukan sistem pengendalian standar internal (misal: traceability/ketertelusuran) terhadap
petani/pengusaha udang/ikan tambak untuk menjaga standar keamanan (bebas antibiotik/obat) dan mampu
memproduksi udang/ikan dengan mutu prima
- Penerapan program monitoring internal selama masa produksi dan mncegah penggunaan antibiotik/obat- obatan,
dalam rangka mendukung sistem ketertelusuran
- Unit/industri pengolahan hasil perikanan harus berbagi tanggung jawab untuk menjamin bahwa bahan baku
ikan/udang mentah yang diperoleh dari petani/pengusaha tambak harus aman untuk konsumsi manusia dan mampu
ditelusuri (traceable). Sehingga harus dibentuk sistem pencatatan jaminan mutu industri-petambak (Factory-Supplier QA
records)
- Membuat ketentuan wajib bagi petani/pengusaha udang untuk memberi jaminan bahwa produk udang yang
dihasilkannya harus bebas dari antibiotik dan kontaminan lainnya
- CA dapat mendelegasikan pada Dinas Perikanan di daerah untuk melakukan verifikasi sistem pencatatan jaminan
mutu industri-petambak (Factory-Supplier QA records)4.Perbaikan sistem perijinan industri perikanan tujuan ekspor ke
UE
- Melakukan re-evaluasi kembali terhadap industri-industri pengolahan hasil perikanan pemegang approval number
tujuan ekspor ke UE
- Membentuk program inspeksi yang melibatkan tim inspektor yang kompeten dan kredibel untuk mencapai tindakan
inspeksi yang lebih obyektif dan terpercaya5.Sistem pengendalian oleh pemerintah (official control)
- Kelemahan di dalam sistem pengendalian oleh pemerintah, karena ketiadaan sistem formal dan baku untuk melakukan
:
- inspeksi terhadap aplikasi GMP dan HACCP
- Audit
- Verifikasi audit
- Pengujian laboratorium mutu, karena belum memadainya kapasitas dan kemampuan SDM serta fasilitas laborato rium
untuk melakukan pengujian logam berat dan residu antibiotik
- Menyusun petunjuk teknis/ pelaksanaan baru untuk kegiatan inspeksi, prosedur-prosedur baku analisis laboratorium,
dan sistem pencatatan
- Memperkuat koordinasi antara CA dan Dinas Perikanan di daerah-daerah
- CA harus memperbaiki kapasitas dan kemampuan laboratorium-laborato rium mutu di Indonesia (biaya sekitar
3,125,000 Euro) pada TA 2006. Diharapkan seluruh laboratorium mutu perikanan di Indonesia sudah mampu melakukan
analisis residu obat-obatan/antibiotik pada pertengah an tahun 2007
- Ketetapan baru dari CA yang dapat mengijinkan laboratorium-laboratorium mutu swasta yang sudah terakreditasi
untuk melakukan pengujian-pengujian residu obat-obatan/antibiotik6.Kelembagaan/Pelatihan
- Pemahaman yang masih lemah terhadap ketentuan-ketentuan UEUntuk mendukung implementasi dari peraturanperaturan
baru yang dibentuk, maka CA merencanakan untuk melaksanakan berbagai pelatihan yang meliputi:
- Diseminasi peraturan baru pada DinasPerikanan di daerah dan pemangku kepentingan (stakeholders) terkait
- Pendampingan berkelanjutan dalam kegiatan pelatihan inspektor di tingkat pusat dan daerah
- Pemerintah Belanda juga akan memberikan program pelatihan SDM laboratorium mutu untuk analisis mikrobiologi dan
aplikasi LC-MS/MS untuk pengujian antibiotik pada produk perikanan pada bulan Mei-Juni 2007. Program pelatihan
tersebut akan dilakukan di RIKILT Food Safety Institute (Wageningen, Belanda).
- CA melakukan sosialisasi sistem manajemen mutu internal yang baru untuk tercapainya implementasi dari peraturanperaturan
baru
- Penyusunan disain sistem manajemen informasi berbasis teknologi informasi untuk menyeragamkan pendataan yang
berasal dari hasil-hasil inspeksi, audit, dan pengujian yang dilakukan di tingkat pemerintah pusat dan daerah2. Tindakan
Jangka Panjang
Berdasarkan pada aturan-aturan GATT tentang adanya perlakuan khusus dalam beberapa sektor perdagangan
komoditas tertentu dan upaya-upaya untuk menghindari lingkaran kemiskinan serta penciptaan lapangan kerja baru,
maka peran sektor perikanan budidaya sangat dibutuhkan untuk perbaikan ekonomi rakyat. Dengan alasan
pertimbangan ini, maka Indonesia berharap agar produk-produk perikanan hasil budidaya tetap akan dapat memasuki
pasar UE sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
TENTATIVE AGENDA KUNJUNGAN KERJA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN RI KE AMSTERDAM DAN
BRUSSEL
(24-26 April 2007)
NoWaktuProgramTempat1.24 April 2007Menteri KP RI tiba di AmsterdamSchiphol Airport2.

25 April 2007
- Menteri KP RI tiba di Brussel
- Pertemuan Menteri KP RI dengan UE Commissioner for Food Safety and Consumer Protection
- Pertemuan Menteri KP RI dengan Direktur Jenderal Health and Consumer Protection KBRI Brussels3.26 April
2007Menteri KP RI berangkat ke AmsterdamBrussels Airport
LAMPIRAN 1.
Notifikasi RASFF pada produk perikanan Indonesia tahun 2004-2006
Parameter TahunKomoditasSenyawa Spesifik200420052006Obat-obatan 1059 Udang Nitrofuran, Chlo-
Ramfenikol Ikan Lele/Patin
Malachite Green Ikan Bandeng Malachite Green Belut/Sidat Malachite Green + Crystal Violet Ikan Mas Malachite
Green Ikan Nila Malachite GreenHistamin 2135Ikan Tuna Logam Berat
204 17Ikan Marlin Cumi-cumi Lobster Ikan Hiu Ikan Setan (Butterfish) CO 421 3Ikan TunaMikrobiologi
66UdangTPC, Salmonella sp, V. parahae molyticus, V. cho lerae, Pseudomo nas sp., Shigella sp. Ikan TunaTPCOrgano
2 Lobster UdangTOTAL
613936LAMPIRAN 2.
Empat (4) Peraturan Menteri :
- Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI tentang Jaminan Mutu dan Keamanan Produk Perikanan Selama
Proses Produksi, Pengolahan, dan Distribusi
- Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI tentang Pengendalian Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil
Perikanan
- Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI tentang Cara Berbudidaya yang Baik dan Benar
- Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI tentang Monitoring Residu Obat Ikan, Bahan Kimia, Bahan Biologi dan
Kontaminan pada Pembudidayaan Ikan Empat (4) Keputusan Dirjen :
- Peraturan Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan tentang Pedoman Teknis Penerapan Sistem
Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan
- Peraturan Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan tentang Program Pengendalian Hasil
Perikanan dan Kekerangan
- Peraturan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya tentang Checklist dan Pedoman Sertifikasi Cara Berbudidaya yang
Baik dan Sertifikasi Benih
- Peraturan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya tentang Monitoring Residu Obat Ikan dan Kontaminan di Lingkungan
Budidaya
http://www.dkp.go.id/content.php?c=3838

sumber : http://www.indonesia.go.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar