Minggu, 30 Agustus 2009

Pemasaran ikan gurame

Pemasaran ikan gurame

Pasar merupakan tujuan terakhir dari kegiatan budidaya gurame secara intensif produk pemasaran dapat berupa hasil kegiatan pembenihan (telur dan larva)
benih hasil kegiatan pendederan, dan gurami hasil pembesaran. Pemasaran hasil pembenihan dan pendederan biasanya hanya terjadi dikalangan petani pembudidaya di lingkungan usaha pemeliharaan. Penjualan sarang yang berisi telur umumnya terjadi antarpetani yang lokasi kolam budidayanya saling berdekatan.



Sementara itu, pemasaran hasil pembesaran dapat dikirim langsung ke konsumen atau dijual ke pasar khusus atau ke pasar umum.

Dalam Pola intensifikasii, pilihan subsistem usaha harus disesuaikan dengan kemampuan modal, kondisi geografis lahan, serta sarana dan prasarana yang dimiliki. selain itu kecenderungan permintaan pasar juga harus diperhatikan. Pasalnya, pola permintaan pasar di setiap daerah pasti berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Sebagai contoh, di wilayah Purwokerto Jawa Tengah, hasil produksi yang diminati berupa sarang berisi telur, larva berumur 10 hari, dan paling banyak adalah permintaan benih berukuran satu kuku atau 0,5 gram per ekor.

Permintaan benih berukuran 0,5 gram per ekor di wilayah tersebut diperkirakan mencapai 100.000 ekor per minggu, tetapi baru dapat-dipenuhi sekitar 50%. Sementara itu di Sumatera Barat, benih gurami yang banyak diminati adalah benih berukuran silet dan karcis dengan bobot 5-10 gram per ekor. Jika gurami yang ditawarkan kepada peternak lebih kecil atau lebih besar dari ukuran tersebut, umumnya tidak laku atau ditawar dengan harga yang tidak sesuai dari harga standarnya.

sumber : Khairul Amri, S.Pi, M.Si dan Khairuman, S.P, AgroMedia Pustaka, 2008

Kamis, 27 Agustus 2009

Pembesaran ikan gurame

Pembesaran ikan gurame

Pembesaran merupakan proses lanjutan setelah pendederan. Intinya, membesarkan benih hasil pendederan (minimum berukuran 100 gram per ekor) hingga mencapai ukuran konsumsi (minimum berukuran 500 gram per ekor). Namun untuk memenuhi keinginan konsumen, kadang-kadang ada peternak yang membesarkan gurami hingga mencapai berat 700-1.000 gram per ekor. Bahkan, khusus untuk acara kenduri, konsumen lebih menyukai gurami yang beratnya 2 kg per ekor.



gurame dewasa lebih menyukai pakan berupa tumbuhan air seperti Azolla (mata lele), Lemna, Hydrilla, (ekor kucing) Ceratopgyllum dan Myriophyllum (ekor tupai), Pistis (apu-apu) kangkung dan genjer. selain it bisa juga diberi daun talas (daun sente) daun pepaya, dan daun ubi kayu (singkong) . Pemberian pakan dilakukan secara adlibitum (sekenyang-kenyangnya) Selain itu gurame dapat diberi pakan tambahan berupa pelet yang mengandung protein tinggi. yaitu sekitar 32% dengan porsi 2-3% dari bobot badan perhari.

sumber : Khairul Amri, S.Pi, M.Si dan Khairuman, S.P, AgroMedia Pustaka, 2008

Rabu, 26 Agustus 2009

Pendederan ikan gurame

Pendederan ikan gurame

Pendederan adalah pemeliharaan benih gurami. Pemeliharaan
dimulai dari benih sebesar biji oyong atau larva yang berasal dari pembenihan (berat 10 gram per ekor). Namun, ada juga peternak yang menggunakan benih berukuran 50 gram per ekor yang dipelihara. selama enam bulan hingga mencapai ukuran tampelan atau gampit (75-100 gram per ekor).


Selama pendederan,untuk benih berukuran tebar 20 gram per ekor, setiap hari diberi pakan buatan berupa pelet dengan kandungan protein 26% sebanyak 1,5-2% dari bobot badan. Selain itu juga ditambah daun talas yang dicincang kecil-kecil sebanyak 5% dari bobot badan. Pakan buatan diberikan 2-3 kali sehari, sedangkan daun talas diberikan 1 kali dalam sehari. Sebaiknya, pakan buatan yang diberikan mengandung atau ditambah enzim complek sebanyak 2% dari berat badan.

Benih ukuran tebar 50 gram per ekor, setiap, hari diberi pakan buatan berupa pelet dengan kandungan protein 26% sebanyak 2-3% dari bobot badan. Selain itu juga ditambah daun talas yang dicincang kecil-kecil sebanyak 5% dari berat badan atau diberi tumbuhan air berupa Azzola dan Lemna.

Selain itu, pakan alami berupa kangkung segar bisa diberikan dengan dosis 10% dari bobot badan per minggu. Pemberian pakan untuk benih dilakukan dengan cara menebarkannya di lokasi-lokasi tertentu yang sudah biasa didatangi ikan pada saat diberi makan.
sumber : Khairul Amri, S.Pi, M.Si dan Khairuman, S.P, AgroMedia Pustaka, 2008

Oskar Albino

oskar albino


Selasa, 25 Agustus 2009

Ikan Arwana

Ikan Arwana Silver




arwana fish


Pembenihan ikan gurame

Pembenihan ikan gurame

Pembenihan meliputi kegiatan pemeliharaan induk, pemijahan, penetasan telur, dan perawatan larva hingga berukuran biji oyong 0,5-1 cm (sampai umur 12 hari) yang dilanjutkan dengan perawatan benih hingga ukuran siap deder (10-50 gram per ekor).

Selama pemeliharaan, Induk diberi makan secara intensif dengan pelet berkadar protein tinggi, yaltu sekitar 30-35% dengan dosis 1,5% bobot badan per hari. Selain pelet, induk gurami juga diberi pakan alami berupa daun talas sebanyak 0,5% bobot badan per hari. Pemberian pakan dilakukan minimum 2 kali sehari, yaitu pada pagi dan sore hari. Agar pakan termanfaatkan secara sempurna, pemberiannya harus dilakukan secara berangsur-angsur (tidak sekaligus) karena gurami lamban dalam merespon pakan.

Untuk larva, pemberian pakan diberikan sebagai berikut .

- Larva yang baru menetas tidak diberi pakan karenaa masih memiliki cadangan pakan berupa kuning telur (yolk egg).
- Pada hari ke-7, kuning telur yang merupakan cadangan makanan
yang dibawa oleh larva sejak lahir akan mulai menipis, sehingga
larva akan mulai belajar mencari makan sendiri. Pakan tambahan
yang diberikan sebaiknya pakan alami berupa hewan renik dari
kelompok zooplankton yaitu kutu air seperti Dhapnia sp. dan Moina sp.; cacing sutera (tubifek) dengan dosis 75% bobot badan perhari.

- pada hari ke-9, cadangan makanannya yang berupa kuning telur
mencapai tingkat minimum (25%), kemudian akan terserap habis, sehingga. larva bisa berenang secara, sempurna dan sepenuhnya membutuhkan suplai pakan dari luar. Saat-saat ini merupakan masa paling kritis bagi kehidupan larva. Pakan yang diberikan adalah pakan alami berupa kutu air (Dhapnia sp. dan Moina sp.) serta cacing sutera (tubifek)- Bila pemberian pakan terlambat, sebagian benih akan menolak pakan atau mungkin tidak sanggup, lagi untuk mengambil pakan sehingga akan mengalami kematian. Jumlah pakan yang diberikan bisa mencapai 100% dari bobot badan perhari Pemberian dilakukan secara adlibitum (sekenyang-kenyangnya).

sementara itu untuk benih atau larva gurami yang sudah berumur 2,5 bulan ke atas pemberian pakan dilakukan 3 kali sehari yaitu pada pagi,siang dan sore hari. Pakan yang diberikan berupa remah (crumble) pelet
yaitu pelet halus atau pelet yang dihancurkan dengan kandungan protein sebesar 35%. Dosis pemberiannya sebanyak 10% dari bobot badan per hari , Cara pemberian pakan dilakukan dengan menebar langsung ke dalam hapa dan diusahakan semua pakan dapat dimanfaatkan. Caranya dengan pemberian pakan sedikit demi sedikit (tidak sekaligus).

sumber : Khairul Amri, S.Pi, M.Si dan Khairuman, S.P, AgroMedia Pustaka, 2008

Kamis, 20 Agustus 2009

TEKNOLOGI PENGOLAHAN MIE RUMPUT LAUT

TEKNOLOGI PENGOLAHAN MIE RUMPUT LAUT

Deskripsi Teknologi
Mie rumput laut merupakan teknologi pengolahan yang berbahan dasar surimi dan rumput laut. Konsep ini didasarkan pada banyaknya mie yang berbahan dasar tepung di pasaran, yang mengandung sedikit gizi (hanya karbohidrat). Dengan adanya mie rumput laut ini diharapkan dapat menambah gizi masyarakat. Dengan ditambahkannya rumput laut pada mie akan menambah nilai gizi dari produk mie terurama nilai proteinnya.

Aspek Inovatif
Mie Yang ada di pasaran sekarang lebih menekankan rasa dan sedikit sekali menekankan masalah gizi kepada para konsumennya. Untuk itulah dengan dibuatnya mie rumput laut diharapkan dapat menambah nilai gizinva terutama nilai proteinnya.

Keunggulan
• Mempunyai nilai gizi yang tinggi, bahan baku mudah diperoleh,
* Merupakan bahan pangan yang tidak asing di masyarakat,
• Cara penyajian sangat praktis, kaya akan gizi dan protein.
sumber : Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan, DKP, 2009

ikan hias

ikan hias




fish

Ikan Koki

Ikan Koki




Koki fish


Ikan Cupang

Ikan Cupang



betta fish


Ikan Guppy

Ikan Guppy


guppy


Video Ikan


























IKAN



























Tambah Gambar











Rabu, 19 Agustus 2009

Jenis - jenis Gurami

Jenis - jenis Gurami

Menurut warna tubuhnya, gurami digolongkan ke dalam tiga jenis, yaitu gurami hitam, gurami putih, dan gurami belang. Dalam perkembangannya, gurami putih dikenal sebagai gurami berwarna tubuh terang Sementara gurami hitam dan belang-belang digolongkan kedalam gurami erwarna tubuh gelap atau abu-abu. Sementara itu,
berdasarkan bentuk tubuh dan warnanya, dikenal beberapa jenis gurami sebagai berikut :


1. Gurami angsa

Bentuk tubuh gurami yang di daerah Sunda disebut dengan gurami soang ini relatif panjang, mencapai 65 cm. Berat tubuhnya mencapai 6 - 12 kg per ekor atau rata-rata 8 kg per ekor.Warna tubuhnya abu-abu dengan sisik yang relatif lebar. Produktivitas telur gurami angsa tergolong cukup banyak. Di Tasikmalaya dan sekitarnya,gurami jenis ini juga dikenal sebagai gurami galunggung.


2. Gurami jepang
Ada yang menyebut gurami ini dengan panggilan gurami jepun. Panjang tubuhnya lebih pendek dibanding dengan gurami angsa. Warna tubuhnya abu-abu kemerahan, terutama di ujung sirip-siripnya. Bentuk sisiknya kecil. beratnya mencapai 3,5 kg dengan panjang sekitar 45 cm

3. gurami Blausafir
Ciri fisik gurami ini hampir sama dengan gurami jenis lain, hanya saja warna tubuhnya merah muda cerah. Berat maksimum mencapai 2 kg per ekor. Produktifitas telur mencapai 5.000-7.000 butir.

4. Gurami Paris
Tubuh gurami ini berwarna merah muda cerah, tetapi kepalanya berwarna putih.Terdapat bintik-bintik hitam di sekujur tubuhnya. Berat maksimum mencapai 1,5 kilogram. Produktivitas telurnya mencapai 5.000-6.000 butir,

5. Gurami Porselen
Tubuh gurami ini berwarna, merah muda cerah. Ukuran kepalanya relatif kecil. Gurami porselin unggul dalam menghasilkan telur, mencapai 10.000 butir setiap kali pemijahan. Karena itu, gurami ini paling dicari oleh para pembenih sebagai gurami unggul. Berat induknya mencapai 1,5-2 kg.

6. Gurami Bastar
Tubuh gurami ini berwarna, agak kehitaman, tetapi kepalanya berwarna putih. Bentuk sisik besar-besar. Laju pertumbuhannya tergolong cepat, tetapi produktivitas telurnya hanya 2.000-3.000 butir setiap kali pemijahan.

7. Gurami Kapas
Tubuh gurami ini berwarna putih keperakan mirip kapas. Bentuk sisiknya besar. Benih gurami kapas tergolong cepat tumbuh, beratnya mencapai 1 kg per ekor dalam waktu sekitar 13 bulan sejalk menetas. Produktivitas telur mencapai 3.000 butir setiap kali pemijahan.

8. Gurami Batu
Tubuh gurami ini berwarna hitam. Sisiknya kasar. Pertumbuhannya tergolong lambat dibandingkan dengan jenis lain. Beratnya hanya mencapai 0,5 kg dalam waktu 13 bulan sejak menetas.

sumber : Khairul Amri, S.Pi, M.Si dan Khairuman, S.P, AgroMedia Pustaka, 2008

Senin, 17 Agustus 2009

TEKNOLOGI PENGOLAHAN BISKUIT IKAN RUMPUT LAUT

TEKNOLOGI PENGOLAHAN BISKUIT IKAN RUMPUT LAUT

Deskripsi Teknologi

Biskuit ikan rumput laut merupakan teknologi pengolahan yang berbahan dasar surimi dan rumput laut sebagai bahan tambahan ke dalam produk biskuit. Konsep ini didasarkan pada banyaknya biskuit yang beredar di pasaran yang hanya. berupa biskuit tanpa ada tambahan bahan-bahan tertentu yang bisa menambah nilai gizi dari produk tersebut.

Aspek Inovatif
Biskuit yang ada di pasaran sekarang lebih menekankan rasa dan sedikit sekali menekankan masalah gizi kepada para konsumennya. Untuk itulah ditambahkan ikan pada produk biskuit untuk menambah nilai gizinya terutama nilai proteinnya.

Keunggulan
• Mempunyai nilai gizi yang tinggi, bahan baku mudah diperoleh,
• Merupakan bahan pangan yang tidak asing di masyarakat,
• Cara penyajian sangat praktis,
• Memperkaya gizi dan protein dalam produk perikanan
sumber : Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan, DKP, 2009

jenis Pakan Gurame

jenis Pakan

Gurami termasuk ke dalam golongan hewan pemakan tumbuh-tumbuhan dan daging (omnivora). Di habitat aslinya, ikan ini memakan fitoplankton, zooplankton, serangga, dan daun tumbuhan lunak. jenis fitoplankton, seperti rotifera, infusoria, dan chlorella

dikonsumsi. oleh gurami stadium larva. Sementara zooplankton seperti daphnia, cladocera, dan serangga biasanya dikonsumsi gurami pada stadium benih (1-5 bulan). Setelah dewasa, gurami lebih suka memakan tumbuhan air seperti azolla (mata lele), lemna, hydrilla (ekor kucing), ceratopgyllum, myriophyllum (ekor tupai), pistis (apu-apu), kangkung, dan genjer. Pakan alami berupa tumbuhan
darat adalah daun talas (daun sente) daun pepaya, daun ubi kayu (singkong) dan kangkung. Saat dibudidayakan, gurami juga dapat diberi pakan tambahan berupa pelet.

sumber : Khairul Amri, S.Pi, M.Si dan Khairuman, S.P, AgroMedia Pustaka, 2008

Minggu, 16 Agustus 2009

TEKNOLOGI PENGOLAHAN EMPING MELINJO IKAN

TEKNOLOGI PENGOLAHAN EMPING MELINJO IKAN

Deskripsi Teknologi
Emping melinjo ikan merupakan gabungan produk olahan pertanian dan perikanan yang dikombinasikan menjadi produk emping metinjo ikan. Prinsipnya emping melinjo yang telah digoreng kemudian dibaluri dengan bumbu-bumbu yang-telah dicampur ikan sehingga menghasilkan produk perikanan dan pertanian yang memiliki nilai gizi yang tinggi. Nilai gizi tersebut berasal dari emping melinjo dan ikan yang ditambahkan.


Aspek Inovatif
Emping melinjo yang beredar sekarang jika ditambahkan sedikit bahan baku lain maka akan menambah nilai gizinya. Sehingga penambahan ikan di emping melinjo dapat menambah inovasi yang akhirnya menambah nilai gizi masyarakat.

Keunggulan
• Mempunyai nilai gizi yang tinggi, bahan baku mudah diperoleh,
. Merupakan bahan pangan yang tidak asing di masyarakat
• Cara penyajian sangat praktis, kaya akan gizi dan protein,


sumber : Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil perikanan, DKP, 2009

Sifat Biologi Ikan Gurame

Sifat Biologi Ikan Gurame

Gurami umumnya hidup dan banyak dipelihara di perairan air tawar. Namun ada juga gurami yang ditemukan hidup di perairan payau. ketinggian lokasi yang cocok untuk budi daya gurami adalah 0-800 m dpl dengan suhu 24-28°C. Gurami tergolong ikan yang peka terhadap suhu rendah sehingga tidak akan produktif jika suhu tempat hidupnya lebih rendah dari kisaran suhu optimal.



Gurame biasanya mulai memijah pada umur 2-3 tahun. Pemijahan ini dapat berlangsung sepanjang tahun. Namun, produktivitas telur yang dihasilkan akan meningkat pada musim kemarau. Gurami biasa meletakan telur hasil pemijahan di dalam sarang yang terbuat dari tumbuhan air, rummput, atau sarang buatan dari ijuk yang disebut sosog. Telur ini akan menetas dalam waktu 10 hari. Umumnya, gurami yang masih muda bersikao agresif, tetapi sifat ini akan berkurang seiring dengan pertambahan umurnya.

Sebagai ikan yang termasuk ke dalam ordo Labyrinthyci,gurami dilengkapi dengan alat pernapasan tambahan berupa labirin yang terletak di dalam rongga insang. Bentuk labirin mirip bunga karang dengan lekukan-lekukan. Labirin inilah yang memungkinkan gurami dapat mengirup langsung oksigen bebas dari udara, sehingga dapat hidup di perairan yang kandungan oksigennya rendah. Itu sebabnya, gurami yang hidup di perairan yang miskin oksigen selalu tampak muncul ke permukaan dan menyembulkan kepalanya ke atas permukaan air. Pada dasarnya, gurami sangat menyukai perairan yang jernih, bening, dan tidak banyak mengandung lumpur.

Selain itu, mengingat sifatnya yang suka bergerak secara vertikal (naik turun), gurami memerlukan perairan yang airnya relatif lebih dalam.

sumber : Khairul Amri, S.Pi, M.Si dan Khairuman, S.P, AgroMedia Pustaka, 2008

Ciri-ciri Morfologi ikan gurame

Ciri-ciri Morfologi ikan gurame

Bentuk tubuh gurami agak panjang, tinggi, dan pipih ke samping. Panjang maksimumnya mencapai 65 cm. Ukuran mulut kecil, miring, dan dapat disembulkan. Gurami memiliki garis lateral (garis gurat sisi atau linea literalis) tunggal, lengkap dan tidak terputus, serta memiliki sisik berbentuk stenoid (tidak membulat secara penuh) yang berukuran besar.



Ikan ini memiliki gigi di rahang bawah. Di daerah pangkal ekornya terdapat titik bulat berwarna hitam. Bentuk sirip ekor membulat. Ikan ini juga memiliki sepasang sirip perut yang telah mengalami modifikasi menjadi sepasang benang panjang yang befungsi sebagai alas peraba.

Secara umum, tubuh gurami berwarna kecokelatan dengan bintik hitam pada dasar sirip dada. Gurami muda memiliki dahi berbentuk normal atau rata. Semakin dewasa, ukuran dahinya menjadi semakin tebal dan tampak menonjol. Selain itu, di tubuh gurami muda terlihat jelas ada 8-10 buah garis, tegak atau vertikal yang akan menghilang setelah ikan menginjak dewasa.

sumber : Khairul Amri, S.Pi, M.Si dan Khairuman, S.P, AgroMedia Pustaka, 2008

Jumat, 14 Agustus 2009

Asal-Usul dan Penyebaran Ikan Gurame

Asal-Usul dan Penyebaran

Hingga saat ini, cerita mengenai asal-usul gurami tidak banyak
diungkap. Hanya disebutkan bahwa gurami merupakan ikan asli
perairan Indonesia. Artinya, ikan ini sudah hidup dan ditemukan di
perairan Indonesia sejak lama. Walaupun demikian, ada juga literatur
yang, menyebutkan bahwa gurami merupakan ikan asli perairan Asia
tenggara ini dibuktikan dengan ditemukannya ikan ini di Thailand
dan Malaysia.

Dari sebuah literatur disebutkan bahwa tulisan mengenai gurami sudah pernah ada pada tahun 1802. Di dalam tulisan itu disebutkan bahwa gurame berasal dari kepulauan Sunda Besar. Setelah itu, mulai menyebar ke pulau lain, seperti ke Tondano di Sulawesi Utara pada tahun 1902, ke Madura pada tahun 1916, dan ke Filipina pada tahun 1926. Diketahui juga bahwa gurami menyebar ke arah utara, seperti Sri Lanka, India dan Cina.

Sementara itu, di wilayah selatan, gurami ditemukan di beberapa perairan di Benua Australia. Khusus di Indonesia, gurami banyak ditemukan di Pulau Sumatera, Jawa, dan Kalimantan.

Di habitat aslinya, gurami hidup di perairan yang tenang, seperti rawa, danau, situ, dan perairan tergenang lainnya. Umumnya, gurami mudah berkembang dengan baik di daerah dataran rendah. Namun, ikan ini juga masih dapat hidup di dataran tinggi, tetapi perkembangan tubuhnya tidak secepat saat hidup di dataran rendah.


sumber : Khairul Amri, S.Pi, M.Si dan Khairuman, S.P, AgroMedia Pustaka, 2008


Ikan Gurame

GURAMI

Gurami merupakan jenis ikan budi daya air tawar yang menempati posisi tersendiri di hati penggemarnya. Di kalangan pencinta menu masakan ikan, gurami dikenal sebagai ikan mewah dengan harga jual yangtinggi dan kelezatan cita rasa dagingnya melebihi ikan air tawar jenis lain , Daging gurami tergolong renyah dengan sedikit duri dan minim lemak, sehingga mudah diolah dan dimasak dalam berbagai variasi menu

pada masa lalu tidak banyak petani yang berminat membudidayakan gurami. Pasalnya, laju pertumbuhan ikan ini relatif lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan ikan konsumsi jenis lainnya. Keadaan tersebut membuat pembudidayaannya hanya populer dilakukan di daerah tertentu, seperti Parung, Ciamis, Tasikmalaya, Banjarnegara, Purwokerto, Purworejo, dan Kediri.

Selain itu, kegiatan budi daya gurami juga berkembang di Sumatera Barat, terutama di Bukittinggi dan Payakumbuh. Di kedua daerah tersebut,gurami banyak dijadikan sebagai "tabungan hidup" yang baru dipanen setelah bertahun-tahun dipelihara. Itu pun hanya dimanfaatkan sebagai Iauk saat lebaran atau pada acara-acara kenduri.

Salah satu menu gurami yang sangat populer adalah gurami asam manis. Menu dari daging gurami utuh ini menjadi hidangan berkelas di hotel berbintang atau restoran papan atas. Selain itu, ada menu gurami goreng dan gurami bakar yang juga banyak digemari masyarakat. Khusus di Sumatera Barat, gurami selalu dihidangkan dalam bentuk pangek gurami pada saat pesta pernikahan atau hari raga keagamaan seperti Idul Fitri dan Idul Adha.

Sementara di Sulu Melayu, gurami dihidangkan saat acara selamatan kelahiran atau sunatan. Hal yang sama juga dapat ditemukan di masyarakat Sunda yang sering menjadikan gurami sebagai menu pelengkap dalam acara kenduri, sehingga masyarakat Sunda sering menyebut acara itu dengan sebutan geramian.

Berdasarkan persentase produksi pada tahun 2003, tercatat lima propinsi penghasil gurami terbesar di Indonesia, yaitu Jawa Barat (34,04%), jawa Tengah (18,67%), Sumatera Barat (15,44%), Jawa Timur (14,98%), dan Nusa Tenggara Barat (2,7%). Berdasarkan ketersediaan lahan, gurami sebenarnya sangat potensial untuk dikembangkan di seluruh provinsi di tanah air, terutama di daerah dataran rendah. Ikan ini dapat dikembangkan di sawah, kolam, empang, waduk, danau, atau sungai. Khusus untuk pengembangan di waduk peternak gurami di Provinsi Jawa Barat banyak menggunakan teknik pemeliharaan gurami di kantong jaring apung yang dilakukan di beberapa waduk, misalnya Waduk Jatiluhur,Waduk Cirata, dan Waduk Saguling. Saat ini, Kabupaten Purwakarta dikenal sebagai daerah penghasil terbesar gurami dari kantong jaring apung yang dibudidayakan di Waduk jatiluhur.

sumber : Khairul Amri, S.Pi, M.Si dan Khairuman, S.P, AgroMedia Pustaka, 2008

TEKNOLOGI PENGOLAHAN BISKUIT IKAN

TEKNOLOGI PENGOLAHAN BISKUIT IKAN

Deskripsi Teknologi

Biskuit ikan merupakan teknologi pengolahan yang berbahan dasar surimi dari ikan ke dalam produk biskuit. Konsep ini didasarkan pada banyaknya biskuit yang beredar di pasaran berupa biskuit tanpa ada tambahan bahan-bahan tertentu yang bisa menambah nilai gizi dari produk tersebut.


Aspek inovatif
Biskuit yang ada di pasaran sekarang lebih menekankan rasa dan sedikit sekali. menekankan masalah gizi kepada Para konsumennya. Untuk ituLah ditambahkan ikan pada produk biskuit untuk menambah nilai gizinya terutama nilai proteinnya.

Keunggulan
• Mempunyai nilai gizi yang tinggi, bahan baku mudah diperoleh,
• Merupakan bahan pangan yang tidak asing di masyarakat,
• Cara penyajian sangat praktis,
• Memperkaya gizi dan protein dalam produk perikanan


sumber : Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil perikanan, DKP, 2009

Selasa, 11 Agustus 2009

TEKNOLOGI PRODUK ROTI UDANG (SHRIMP BREADED)

TEKNOLOGI PRODUK ROTI UDANG (SHRIMP BREADED)

Deskripsi Teknologi
Diversifikasi produk olahan roti udang merupakan produk kombinasi antara tepung roti, udang kupas segar dan penambahan bahan tambahan untuk pembalut yang merupakan tepung panir sebagai emulsi pada lapisan dalam adonan sehingga adonan setetah homogen akan nampak halus/lembut pada permukaan produk setetah dicetak.


Cara penyajiannya tergantung dari selera sesuai dengan menu Yang sering dijumpai di restoran sebagai menu bahan tambahan. Roti udang merupakan olahan yang dapat memperkaya protein dan lemak tak jenuh dan mempunyai citra rasa yang cukup gurih sehingga orang akan menyukainya.


Aspek Inovatif
Teknologi pengolahan Roti Udang merupakan gabungan produk roti dan udang yang menghasilkan produk inovatif roti udang.

Keunggulan
• Cara penyajian sangat praktis,
• Nilai nutrisi yang cukup tinggi,
• Memiliki umur simpan yang lama,
. Memiliki umur simpan yang lama,
• Menggunakan bahan baku yang murah dan mudah didapat,
• Memperkaya gizi dan protein dalam produk perikanan,
. memiliki kandungan lemak tak jenuh dan rasa cukup gurih/spesifik.

sumber : Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan, DKP, 2009

Minggu, 09 Agustus 2009

Pembesaran dan Peluang Pasar Ikan Bawal

Pembesaran

Pembesaran bawal air tawar dilakukan terhadap benih hasil panen dari kolam pendederan. Selain di kolam budi daya, pembesaran bawal air tawar juga banyak dilakukan di karamba jaring apung (KJA) yang (ditempatkan di waduk atau danau Teknik pemeliharaan bisa dilakukan secara monokultur atau polikultur (pemeliharaan campuran) dengan ikan nila.


Kolam untuk pembesaran ikan bawal air tawar berukuran sekitar 500 m2. Kolam bisa berupa kolam tanah atau kolam tanah dengan pematang tembok atau beton. Ada baiknya, kolam pembesaran dipupuk terlebih dahulu untuk menumbuhkan pakan alami. Pupuk yang digunakan bisa berupa pupuk kandang dengan dosis 25-50 kg/ 100 m2 dan TSP 3 kg/ 100 m2. Setelah dipupuk, kolam diisi air 2-3 cm dan dibiarkan selama 2-3 hari. Setelah itu, air kolam ditambah sedikit demi sedikit hingga mencapai ketinggian 40 - 60 cm dan terus diatur sampai ketinggian 80-120 cm, tergantung kepadatan ikan. Jika warna air sudah hijau terang, baru benih ikan ditebar (biasanya 7-10 hari Setelah pemupukan).


Proses pembesaran di dalam KJA pada prinsipnya sama dengan pemeliharaan ikan jenis lainnya. Satu hal yang harus diperhatikan adalah ukuran masa jaring yang digunakan harus Iebih kecil dibandingkan dengan ukuran tubuh bawal air tawar yang akan ditebar.Tujuannya agar ikan bawal air tidak mudah lolos ke luar dari KJA.
Selama pemeliharaan, benih diberi pakan buatan berupa pelet sebanyak 3-5% berat badan (perkiraan jumlah total berat ikan yang dipelihara).

Pemberian pakan dilakukan dengan cara ditebar secara langsung pada pagi, siang, dan sore hari. Setelah tiga bulan dipelihara, berat tubuh bawal air tawar bisa mencapai satu kilogram (berat saat tebar 100 gram). Secara total, masa pemeliharaannya di kolam budi daya dilakukan selama 6-8 bulan,sedangkan masa pemeliharaan di KJA dilakukan selama 7 bulan hingga mencapai ukuran konsumsi.

Peluang Pasar
Bawal air tawar merupakan jenis ikan introduksi yang cepat mendapat tempat di hati masyarakat Indonesia. Ikan ini banyak dijadikan sasaran dalam kegiatan memancing di kolam-kolam air tawar, sehingga pasar benih bawal air tawar banyak diserap oleh pengusaha kolam pemancingan. Sementara itu, bawal air tawar ukuran konsumsi umumnya dijual ke restoran atau rumah makan yang menyajikan menu bawal bakar atau bawal goreng. Rasa dan tekstur dagingnya yang khas, membuat ikan ini menjadi pengganti bawal laut yang sulit didapat dan berharga jual Iebih mahal.

sumber : Khairul Amri, S.Pi, M.Si dan Khairuman, S.P, AgroMedia Pustaka, 2008

Pendederan Ikan Bawal

Pendederan

Pendederan dilakukan untuk benih berukuran 1 cm yang dipelihara selama 1 bulan untuk mendapatkan hasil panenan berukuran 3-5 cm. Kolam pendederan bawal air tawar umumnya berukuran sama seperti kolam pendederan ikan jenis lainnya, misalnya 200 atau 400 m2.
Sebelum benih ditebar, kolam pendederan harus dipersiapkan terlebih dahulu.


Persiapan kolam ini dimaksudkan untuk menumbuhkan makanan alami dalam jumlah yang cukup. Langkah awal persiapan kolam dilakukan dengan mengeringkan kolam sehingga tanah dasarnya benar-benar kering.Tujuan pengeringan tanah dasar sebagai berikut.

1. Membasmi ikan-ikan liar yang bersifat predator atau kompetitor
(penyaing makanan).

2). Mengurangi senyawa-senyawa asam sulfida (H2S) dan senyawa beracun lainnya yang terbentuk selama kolam terendam.

3). Memungkinkan terjadinyapertukaran udara (aerasi) di pelataran kolam sehingga dalam oksigen mengisi celah-celah dan pori-pori tanah



Sambil menunggu tanah dasar kolam kering, pematang kolam diperbaiki dan diperkuat untuk menutup kebocoran-kebocoran yang ada. Setelah dasar kolam benar-benar kering, dasar kolam diberi kapur tohor atau dolomit dengan dosis 25 kg/ 100 m2. Pengapuran ini bertujuan meningkatkan pH tanah dan juga untuk membunuh hama maupun patogen yang masih hidup. Setelah itu, kolam diisi air sampai mencapai ketinggian 50 cm dan dibiarkan selama 3-4 hari untuk menumbuhkan pakan alami berupa plankton.

untuk menghindari kematian yang tinggi akibat stress saat penebaran, benih yang akan ditebar di kolam pendederan perlu diadaptasikan terlebih dahulu. Caranya, masukkan benih ke dalam plastik tertutup rapat lalu tenggelamkan plastik di dalam kolam Biarkan sampai plastik mengembun, pertanda suhu air di dalam plastik dan suhu air kolam sudah sama. Setelah itu, plastik dibuka dan dimasukan air kolam sedikit demi sedikit.

Selanjutnya, benih dilepaskan dalam kolam secara perlahan-lahan. Selama pendederan, benih diberi pakan buatan berupa pelet. Dosisnya 3-5% berat badan (perkiraan, jumlah total berat ikan yang, dipelihara).

sumber : Khairul Amri, S.Pi, M.Si dan Khairuman, S.P, AgroMedia Pustaka, 2008

Sabtu, 08 Agustus 2009

Budidaya Ikan Patin

1. SEJARAH SINGKAT

Ikan patin merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, berbadan panjang

berwarna putih perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Ikan patin

dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena memiliki harga jual

yang tinggi. Hal inilah yang menyebabkan ikan patin mendapat perhatian dan


diminati oleh para pengusaha untuk membudidayakannya. Ikan ini cukup

responsif terhadap pemberian makanan tambahan. Pada pembudidayaan,

dalam usia enam bulan ikan patin bisa mencapai panjang 35-40 cm. Sebagai

keluarga Pangasidae, ikan ini tidak membutuhkan perairan yang mengalir untuk

“membongsorkan“ tubuhnya. Pada perairan yang tidak mengalir dengan

kandungan oksigen rendahpun sudah memenuhi syarat untuk membesarkan

ikan ini.

Ikan patin berbadan panjang untuk ukuran ikan tawar lokal, warna putih seperti

perak, punggung berwarna kebiru-biruan. Kepala ikan patin relatif kecil, mulut

terletak di ujung kepala agak di sebelah bawah (merupakan ciri khas golongan

catfish). Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang

berfungsi sebagai peraba.

2. SENTRA PERIKANAN

Penangkaran ikan patin banyak terdapat di Lampung, Sumatera Selatan, Jawa

Barat, Kalimantan.

3. JENIS

Klasifikasi ikan patin adalah sebagai berikut:

Ordo : Ostarioplaysi.

Subordo : Siluriodea.

Famili : Pangasidae.

Genus : Pangasius.

Spesies : Pangasius pangasius Ham. Buch.

Kerabat patin di Indonesia terdapat cukup banyak, diantaranya:

a) Pangasius polyuranodo (ikan juaro)

b) Pangasius macronema

c) Pangasius micronemus

d) Pangasius nasutus

e) Pangasius nieuwenhuisii

4. MANFAAT

1) Sebagai sumber penyediaan protein hewani.

2) Sebagai ikan hias.

5. PERSYARATAN LOKASI

1) Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan adalah jenis tanah liat/lempung,

tidak berporos. Jenis tanah tersebut dapat menahan massa air yang besar

dan tidak bocor sehingga dapat dibuat pematang/dinding kolam.

2) Kemiringan tanah yang baik untuk pembuatan kolam berkisar antara 3-5%

untuk memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.

3) Apabila pembesaran patin dilakukan dengan jala apung yang dipasang

disungai maka lokasi yang tepat yaitu sungai yang berarus lambat.

4) Kualitas air untuk pemeliharaan ikan patin harus bersih, tidak terlalu

keruhdan tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah

pabrik. Kualitas air harus diperhatikan, untuk menghindari timbulnya jamur,

maka perlu ditambahkan larutan penghambat pertumbuhan jamur (Emolin

atau Blitzich dengan dosis 0,05 cc/liter).

5) Suhu air yang baik pada saat penetasan telur menjadi larva di akuarium

adalah antara 26–28 derajat C. Pada daerah-daerah yang suhu airnya relatif

rendah diperlukan heater (pemanas) untuk mencapai suhu optimal yang

relatif stabil.

6) Keasaman air berkisar antara: 6,5–7.

6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

Budidaya ikan patin meliputi beberapa kegiatan, secara garis besar dibagi

menjadi 2 kegiatan yaitu pembenihan dan pembesaran. Kedua jenis kegiatan

ini umumnya belum populer dilakukan oleh masyarakat, karena umumnya

masih mengandalkan kegiatan penangkapan di alam (sungai, situ, waduk, dan

lain-lain) untuk memenuhi kebutuhan akan ikan patin.

Kegiatan pembenihan merupakan upaya untuk menghasilkan benih pada

ukuran tertentu. Produk akhirnya berupa benih berukuran tertentu, yang

umumnya adalah benih selepas masa pendederan. Benih ikan patin dapat

diperoleh dari hasil tangkapan di perairan umum. Biasanya menjelang musim

kemarau pada pagi hari dengan menggunakan alat tangkap jala atau jaring.

Benih dapat juga dibeli dari Balai Pemeliharaan Air Tawar di Jawa Barat. Benih

dikumpulkan dalam suatu wadah, dan dirawat dengan hati-hati selama 2

minggu. Jika air dalam penampungan sudah kotor, harus segera diganti dengan

air bersih, dan usahakan terhindar dari sengatan matahari. Sebelum benih

ditebar, dipelihara dulu dalam jaring selama 1 bulan, selanjutnya dipindahkan

ke dalam hampang yang sudah disiapkan.

Secara garis besar usaha pembenihan ikan patin meliputi kegiatan-kegiatan

sebagai berikut:

a) Pemilihan calon induk siap pijah.

b) Persiapan hormon perangsang/kelenjar hipofise dari ikan donor,yaitu ikan

mas.

c) Kawin suntik (induce breeding).

d) Pengurutan (striping).

e) Penetasan telur.

f) Perawatan larva.

g) Pendederan.

h) Pemanenan.

Pada usaha budidaya yang semakin berkembang, tempat pembenihan dan

pembesaran sering kali dipisahkan dengan jarak yang agak jauh. Pemindahan

benih dari tempat pembenihan ke tempat pembesaran memerlukan

penanganan khusus agar benih selamat. Keberhasilan transportasi benih ikan

biasanya sangat erat kaitannya dengan kondisi fisik maupun kimia air, terutama

menyangkut oksigen terlarut, NH3, CO2 , pH, dan suhu air.

6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan

Lokasi kolam dicari yang dekat dengan sumber air dan bebas banjir. Kolam

dibangun di lahan yang landai dengan kemiringan 2–5% sehingga

memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.

1) Kolam pemeliharaan induk

Luas kolam tergantung jumlah induk dan intensitas pengelolaannya. Sebagai

contoh untuk 100 kg induk memerlukan kolam seluas 500 meter persegi bila

hanya mengandalkan pakan alami dan dedak. Sedangkan bila diberi pakan

pelet, maka untuk 100 kg induk memerlukan luas 150-200 meter persegi

saja. Bentuk kolam sebaiknya persegi panjang dengan dinding bisa ditembok

atau kolam tanah dengan dilapisi anyaman bambu bagian dalamnya. Pintu

pemasukan air bisa dengan paralon dan dipasang sarinya, sedangkan untuk

pengeluaran air sebaiknya berbentuk monik.

2) Kolam pemijahan

Tempat pemijahan dapat berupa kolam tanah atau bak tembok. Ukuran/luas

kolam pemijahan tergantung jumlah induk yang dipijahkan dengan bentuk

kolam empat persegi panjang. Sebagai patokan bahwa untuk 1 ekor induk

dengan berat 3 kg memerlukan luas kolam sekitar 18 m2 dengan 18 buah

ijuk/kakaban. Dasar kolam dibuat miring kearah pembuangan, untuk

menjamin agar dasar kolam dapat dikeringkan. Pintu pemasukan bisa

dengan pralon dan pengeluarannya bisa juga memakai pralon (kalau ukuran

kolam kecil) atau pintu monik. Bentuk kolam penetasan pada dasarnya sama

dengan kolam pemijahan dan seringkali juga untuk penetasan menggunakan

kolam pemijahan. Pada kolam penetasan diusahakan agar air yang masuk

dapat menyebar ke daerah yang ada telurnya.

3) Kolam pendederan

Bentuk kolam pendederan yang baik adalah segi empat. Untuk kegiatan

pendederan ini biasanya ada beberapa kolam yaitu pendederan pertama

dengan luas 25-500 m2 dan pendederan lanjutan 500-1000 m2 per petak.

Pemasukan air bisa dengan pralon dan pengeluaran/ pembuangan dengan

pintu berbentuk monik. Dasar kolam dibuatkan kemalir (saluran dasar) dan di

dekat pintu pengeluaran dibuat kubangan. Fungsi kemalir adalah tempat

berkumpulnya benih saat panen dan kubangan untuk memudahkan

penangkapan benih. dasar kolam dibuat miring ke arah pembuangan. Petak

tambahan air yang mempunyai kekeruhan tinggi (air sungai) maka perlu

dibuat bak pengendapan dan bak penyaringan.

6.2. Pembibitan

1) Menyiapkan Bibit

Bibit yang hendak dipijahkan bisa berasal dari hasil pemeliharaan dikolam

sejak kecil atau hasil tangkapan dialam ketika musim pemijahan tiba. Induk

yang ideal adalah dari kawanan patin dewasa hasil pembesaran dikolam

sehingga dapat dipilihkan induk yang benar-benar berkualitas baik.

2) Perlakuan dan Perawatan Bibit

Induk patin yang hendak dipijahkan sebaiknya dipelihara dulu secara khusus

di dalam sangkar terapung. Selama pemeliharaan, induk ikan diberi

makanan khusus yang banyak mengandung protein. Upaya untuk

memperoleh induk matang telur yang pernah dilakukan oleh Sub Balai

Penelitian Perikanan Air Tawar Palembang adalah dengan memberikan

makanan berbentuk gumpalan (pasta) dari bahan-bahan pembuat makanan

ayam dengan komposisi tepung ikan 35%, dedak halus 30%, menir beras

25%, tepung kedelai 10%, serta vitamin dan mineral 0,5%.

Makanan diberikan lima hari dalam seminggu sebanyak 5% setiap hari

dengan pembagian pagi hari 2,5% dan sore hari 2,5%. Selain itu, diberikan

juga rucah dua kali seminggu sebanyak 10% bobot ikan induk. Langkah ini

dilakukan untuk mempercepat kematangan gonad.

Ciri-ciri induk patin yang sudah matang gonad dan siap dipijahkan adalah

sebagai berikut :

a. Induk betina

- Umur tiga tahun.

- Ukuran 1,5–2 kg.

- Perut membesar ke arah anus.

- Perut terasa empuk dan halus bila di raba.

- Kloaka membengkak dan berwarna merah tua.

- Kulit pada bagian perut lembek dan tipis.

- kalau di sekitar kloaka ditekan akan keluar beberapa butir telur yang

bentuknya bundar dan besarnya seragam.

b. Induk jantan

- Umur dua tahun.

- Ukuran 1,5–2 kg.

- Kulit perut lembek dan tipis.

- Bila diurut akankeluar cairan sperma berwarna putih.

- Kelamin membengkak dan berwarna merah tua.

Benih ikan patin yang berumur 1 hari dipindahkan ke dalam akuarium

berukuran 80 cm x 45 cm x 45 cm. Setiap akuarium diisi dengan air sumur

bor yang telah diaerasi. Kepadatan penebaran ikan adalah 500 ekor per

akuarium. Aerator ditempatkan pada setiap akuarium agar keperluan oksigen

untuk benih dapat tercukupi. Untuk menjaga kestabilan suhu ruangan dan

suhu air digunakan heater atau dapat menggunakan kompor untuk

menghemat dana.

Benih umur sehari belum perlu diberi makan tambahan dari luar karena

masih mempunyai cadangan makanan berupa yolk sac atau kuning telur.

Pada hari ketiga, benih ikan diberi makanan tambahan berupa emulsi kuning

telur ayam yang direbus. Selanjutnya berangsur-angsur diganti dengan

makanan hidup berupa Moina cyprinacea atau yang biasa dikenal dengan

kutu air dan jentik nyamuk.

Pembesaran ikan patin dapat dilakukan di kolam, di jala apung, melalui

sistem pen dan dalam karamba.

a) Pembesaran ikan patin di kolam dapat dilakukan melalui sistem

monokultur maupun polikultur.

b) Pada pembesaran ikan patin di jala apung, hal-hal yang perlu diperhatikan

adalah: lokasi pemeliharaan, bagaimana cara menggunakan jala apung,

bagaimana kondisi perairan dan kualitas airnya serta proses

pembesarannya.

c) Pada pembesaran ikan patin sistem pen, perlu diperhatikan: pemilihan

lokasi, kualitas air, bagaimana penerapan sistem tersebut, penebaran

benih, dan pemberian pakan serta pengontrolan dan pemanenannya.

d) Pada pembesaran ikan patin di karamba, perlu diperhatikan masalah:

pemilihan lokasi, penebaran benih, pemberian pakan tambahan,

pengontrolan dan pemanenan.

Hampang dapat terbuat dari jaring, karet, bambu atau ram kawat yang

dilengkapi dengan tiang atau tunggak yang ditancapkan ke dasar perairan.

Lokasi yang cocok untuk pemasangan hampang : kedalaman air ± 0,5-3 m

dengan fluktuasi kedalaman tidak lebih dari 50 cm, arus tidak terlalu deras,

tetapi cukup untuk sirkulasi air dalam hampang. Perairan tidak tercemar dan

dasarnya sedikit berlumpur. Terhindar dari gelombang dan angin yang

kencang serta terhindar dari hama, penyakit dan predator (pemangsa). Pada

perairan yang dasarnya berbatu, harus digunakan pemberat untuk

membantu mengencangkan jaring. Jarak antara tiang bambu/kayu sekitar

0,5-1 m.

6.3. Pemeliharaan Pembesaran

1) Pemupukan

Pemupukan kolam bertujuan untuk meningkatkan dan produktivitas kolam,

yaitu dengan cara merangsang pertumbuhan makanan alami sebanyakbanyaknya.

Pupuk yang biasa digunakan adalah pupuk kandang atau pupuk

hijau dengan dosis 50–700 gram/m2

2) Pemberian Pakan

Pemberian makan dilakukan 2 kali sehari (pagi dan sore). Jumlah makanan

yang diberikan per hari sebanyak 3-5% dari jumlah berat badan ikan

peliharaan. Jumlah makanan selalu berubah setiap bulan, sesuai dengan

kenaikan berat badan ikan dalam hampang. Hal ini dapat diketahui dengan

cara menimbangnya 5-10 ekor ikan contoh yang diambil dari ikan yang

dipelihara (smpel).

3) Pemeliharaan Kolam dan Tambak

Selama pemeliharaan, ikan dapat diberi makanan tambahan berupa pellet

setiap hari dan dapat pula diberikan ikan-ikan kecil/sisa (ikan rucah) ataupun

sisa dapur yang diberikan 3-4 hari sekali untuk perangsang nafsu makannya.

7. HAMA DAN PENYAKIT

7.1. Hama

Pada pembesaran ikan patin di jaring terapung hama yang mungkin menyerang

antara lain lingsang, kura-kura, biawak, ular air, dan burung. Hama serupa juga

terdapat pada usaha pembesaran patin sistem hampang (pen) dan karamba.

Karamba yang ditanam di dasar perairan relatif aman dari serangan hama.

Pada pembesaran ikan patin di jala apung (sistem sangkar ada hama berupa

ikan buntal (Tetraodon sp.) yang merusak jala dan memangsa ikan. Hama lain

berupa ikan liar pemangsa adalah udang, dan seluang (Rasbora). Ikan-ikan

kecil yang masuk kedalam wadah budidaya akan menjadi pesaing ikan patin

dalam hal mencari makan dan memperoleh oksigen.

Untuk menghindari serangan hama pada pembesaran di jala apung (rakit)

sebaiknya ditempatkan jauh dari pantai. Biasanya pinggiran waduk atau danau

merupakan markas tempat bersarangnya hama, karena itu sebaiknya semak

belukar yang tumbuh di pinggir dan disekitar lokasi dibersihkan secara rutin.

Cara untuk menghindari dari serangan burung bangau (Lepto-tilus javanicus),

pecuk (Phalacrocorax carbo sinensis), blekok (Ramphalcyon capensis

capensis) adalah dengan menutupi bagian atas wadah budi daya dengan

lembararan jaring dan memasang kantong jaring tambahan di luar kantong

jaring budi daya. Mata jaring dari kantong jaring bagian luar ini dibuat lebih

besar. Cara ini berfungsi ganda, selain burung tidak dapat masuk, ikan patin

juga tidak akan berlompatan keluar.

7.2. Penyakit

Penyakit ikan patin ada yang disebabkan infeksi dan non-infeksi. Penyakit noninfeksi

adalah penyakit yang timbul akibatadanya gangguan faktor yang bukan

patogen. Penyakit non-infeksi ini tidak menular. Sedangkan penyakit akibat

infeksi biasanya timbul karena gangguan organisme patogen.

1) Penyakit akibat infeksi

Organisme patogen yang menyebabkan infeksi biasanya berupa parasit,

jamur, bakteri, dan virus. Produksi benih ikan patin secara masal masih

menemui beberapa kendala antara lain karena sering mendapat serangan

parasit Ichthyoptirus multifilis (white spot) sehingga banyak benih patin yang

mati, terutama benih yang berumur 1-2 bulan. Dalam usaha pembesaran

patin belum ada laporan yang mengungkapkan secara lengkap serangan

penyakit pada ikan patin, untuk pencegahan, beberapa penyakit akibat

infeksi berikut ini sebaiknya diperhatikan.

a. Penyakit parasit

Penyakit white spot (bintik putih) disebabkan oleh parasit dari bangsa

protozoa dari jenis Ichthyoptirus multifilis Foquet. Pengendalian:

menggunakan metil biru atau methilene blue konsentrasi 1% (satu gram

metil biru dalam 100 cc air). Ikan yang sakit dimasukkan ke dalam bak air

yang bersih, kemudian kedalamnya masukkan larutan tadi. Ikan dibiarkan

dalam larutan selama 24 jam. Lakukan pengobatan berulang-ulang

selama tiga kali dengan selang waktu sehari.

b. Penyakit jamur

Penyakit jamur biasanya terjadi akibat adanya luka pada badan ikan.

Penyakit ini biasanya terjadi akibat adanya luka pada badan ikan.

Penyebab penyakit jamur adalah Saprolegnia sp. dan Achlya sp. Pada

kondisi air yang jelek, kemungkinan patin terserang jamur lebih besar.

Pencegahan penyakit jamur dapat dilakukan dengan cara menjaga

kualitas air agar kondisinya selalu ideal bagi kehidupan ikan patin. Ikan

yang terlanjur sakit harus segera diobati. Obat yang biasanya di pakai

adalah malachyt green oxalate sejumlah 2 –3 g/m air (1 liter) selama 30

menit. Caranya rendam ikan yang sakit dengan larutan tadi, dan di ulang

sampai tiga hari berturut- turut.

c. Penyakit bakteri

Penyakit bakteri juga menjadi ancaman bagi ikan patin. Bakteri yang

sering menyerang adalah Aeromonas sp. dan Pseudo-monas sp. Ikan

yang terserang akan mengalami pendarahan pada bagian tubuh terutama

di bagian dada, perut, dan pangkal sirip. Penyakit bakteri yang mungkin

menyerang ikan patin adalah penyakit bakteri yang juga biasa menyerang

ikan-ikan air tawar jenis lainnya, yaitu Aeromonas sp. dan Pseudomonas

sp. Ikan patin yang terkena penyakit akibat bakteri, ternyata mudah

menular, sehingga ikan yang terserang dan keadaannya cukup parah

harus segera dimusnahkan. Sementara yang terinfeks, tetapi belum

parah dapat dicoba dengan beberapa cara pengobatan. Antara lain: (1)

Dengan merendam ikan dalam larutan kalium permanganat (PK) 10-20

ppm selama 30–60 menit, (2) Merendam ikan dalam larutan nitrofuran 5-

10 ppm selama 12–24 jam, atau (3) merendam ikan dalam larutan

oksitetrasiklin 5 ppm selama 24 jam.

2) Penyakit non-infeksi

Penyakit non-infeksi banyak diketemukan adalah keracunan dan kurang gizi.

Keracunan disebabkan oleh banyak faktor seperti pada pemberian pakan

yang berjamur dan berkuman atau karena pencemaran lingkungan perairan.

Gajala keracunan dapat diidentifikasi dari tingkah laku ikan.

- Ikan akan lemah, berenang megap-megap dipermukaan air. Pada kasus

yang berbahaya, ikan berenang terbalik dan mati. Pada kasus kurang gizi,

ikan tampak kurus dan kepala terlihat lebih besar, tidak seimbang dengan

ukuran tubuh, kurang lincah dan berkembang tidak normal.

- Kendala yang sering dihadapi adalah serangan parasit Ichthyoptirus

multifilis (white spot) mengakibatkan banyak benih mati, terutama benih

yang berumur 1-2 bulan.

- Penyakit ini dapat membunuh ikan dalam waktu singkat.

- Organisme ini menempel pada tubuh ikan secara bergerombol sampai

ratusan jumlahnya sehingga akan terlihat seperti bintik-bintik putih.

- Tempat yang disukai adalah di bawah selaput lendir sekaligus merusak

selaput lendir tersebut.

8. PANEN

8.1. Penangkapan

Penangkapan ikan dengan menggunakan jala apung akan mengakibatkan ikan

mengalami luka-luka. Sebaiknya penangkapan ikan dimulai dibagian hilir

kemudian bergerak kebagian hulu. Jadi bila ikan didorong dengan kere maka

ikan patin akan terpojok pada bagian hulu. Pemanenan seperti ini

menguntungkan karena ikan tetap mendapatkan air yang segar sehingga

kematian ikan dapat dihindari.

8.2. Pembersihan

Ikan patin yang dipelihara dalam hampang dapat dipanen setelah 6 bulan.

Untuk melihat hasil yang diperoleh, dari benih yang ditebarkan pada waktu awal

dengan berat 8-12 gram/ekor, setelah 6 bulan dapat mencapai 600-700

gram/ekor. Pemungutan hasil dapat dilakukan dengan menggunakan jala

sebanyak 2-3 buah dan tenaga kerja yang diperlukan sebanyak 2-3 orang. Ikan

yang ditangkap dimasukkan kedalam wadah yang telah disiapkan.

9. PASCAPANEN

Penanganan pascapanen ikan patin dapat dilakukan dengan cara penanganan

ikan hidup maupun ikan segar.

1) Penanganan ikan hidup

Adakalanya ikan konsumsi ini akan lebih mahal harganya bila dijual dalam

keadaan hidup. Hal yang perlu diperhatikan agar ikan tersebut sampai ke

konsumen dalam keadaan hidup, segar dan sehat antara lain:

a. Dalam pengangkutan gunakan air yang bersuhu rendah sekitar 20 derajat

C.

b. Waktu pengangkutan hendaknya pada pagi hari atau sore hari.

c. Jumlah kepadatan ikan dalam alat pengangkutan tidak terlalu padat.

2) Penanganan ikan segar

Ikan segar mas merupakan produk yang cepat turun kualitasnya. Hal yang

perlu diperhatikan untuk mempertahankan kesegaran antara lain:

a. Penangkapan harus dilakukan hati-hati agar ikan-ikan tidak luka.

b. Sebelum dikemas, ikan harus dicuci agar bersih dan lendir.

c. Wadah pengangkut harus bersih dan tertutup. Untuk pengangkutan jarak

dekat (2 jam perjalanan), dapat digunakan keranjang yang dilapisi dengan

daun pisang/plastik. Untuk pengangkutan jarak jauh digunakan kotak dan

seng atau fiberglass. Kapasitas kotak maksimum 50 kg dengan tinggi

kotak maksimum 50 cm.

d. Ikan diletakkan di dalam wadah yang diberi es dengan suhu 6-7 derajat C.

Gunakan es berupa potongan kecil-kecil (es curai) dengan perbandingan

jumlah es dan ikan=1:1. Dasar kotak dilapisi es setebal 4-5 cm. Kemudian

ikan disusun di atas lapisan es ini setebal 5-10 cm, lalu disusul lapisan es

lagi dan seterusnya. Antara ikan dengan dinding kotak diberi es, demikian

juga antara ikan dengan penutup kotak.

3) Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pananganan benih adalah

sebagai berikut:

a. Benih ikan harus dipilih yang sehat yaitu bebas dari penyakit, parasit dan

tidak cacat. Setelah itu, benih ikan baru dimasukkan ke dalam kantong

plastik (sistem tertutup) atau keramba (sistem terbuka).

b. Air yang dipakai media pengangkutan harus bersih, sehat, bebas hama

dan penyakit serta bahan organik lainya. Sebagai contoh dapat digunakan

air sumur yang telah diaerasi semalam.

c. Sebelum diangkut benih ikan harus diberok dahulu selama beberapa hari.

Gunakan tempat pemberokan berupa bak yang berisi air bersih dan

dengan aerasi yang baik. Bak pemberokan dapat dibuat dengan ukuran 1

m x 1 m atau 2 m x 0,5 m. Dengan ukuran tersebut, bak pemberokan

dapat menampung benih ikan mas sejumlah 5000–6000 ekor dengan

ukuran 3-5 cm. Jumlah benih dalam pemberokan harus disesuaikan

dengan ukuran benihnya.

d. Berdasarkan lama/jarak pengiriman, sistem pengangkutan benih terbagi

menjadi dua bagian, yaitu:

1. Sistem terbuka

Dilakukan untuk mengangkut benih dalam jarak dekat atau tidak

memerlukan waktu yang lama. Alat pengangkut berupa keramba.

Setiap keramba dapat diisi air bersih 15 liter dan dapat untuk

mengangkut sekitar 5000 ekor benih ukuran 3-5 cm.

2. Sistem tertutup

Dilakukan untuk pengangkutan benih jarak jauh yang memerlukan

waktu lebih dari 4-5 jam, menggunakan kantong plastik. Volume media

pengangkutan terdiri dari air bersih 5 liter yang diberi buffer

Na2(hpo)4.1H2O sebanyak 9 gram. Cara pengemasan benih ikan yang

diangkut dengan kantong plastik: (1) masukkan air bersih ke dalam

kantong plastik kemudian benih; (3) hilangkan udara dengan menekan

kantong plastik ke permukaan air; (3) alirkan oksigen dari tabung

dialirkan ke kantong plastik sebanyak 2/3 volume keseluruhan rongga

(air:oksigen=1:1); (4) kantong plastik lalu diikat. (5) kantong plastik

dimasukkan ke dalam dos dengan posisi membujur atau ditidurkan.

Dos yang berukuran panjang 0,50 m, lebar 0,35 m, dan tinggi 0,50 m

dapat diisi 2 buah kantong plastik.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan setelah benih sampai di tempat

tujuan adalah sebagai berikut:

- Siapkan larutan tetrasiklin 25 ppm dalam waskom (1 kapsul tertasiklin

dalam 10 liter air bersih).

- Buka kantong plastik, tambahkan air bersih yang berasal dari kolam

setempat sedikit demi sedikit agar perubahan suhu air dalam kantong

plastik terjadi perlahan-lahan.

- Pindahkan benih ikan ke waskom yang berisi larutan tetrasiklin selama

1-2 menit.

- Masukan benih ikan ke dalam bak pemberokan. Dalam bak

pemberokan benih ikan diberi pakan secukupnya. Selain itu, dilakukan

pengobatan dengan tetrasiklin 25 ppm selama 3 hari berturut-turut.

Selain tetrsikli dapat juga digunakan obat lain seperti KMNO4 sebanyak

20 ppm atau formalin sebanyak 4% selama 3-5 menit.

- Setelah 1 minggu dikarantina, tebar benih ikan di kolam budidaya.

Pengemasan benih harus dapat menjamin keselamatan benih selama

pengangkutan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengemasan benih

ikan patin yaitu:

- Sediakan kantong plastik sesuai kebutuhan. Setiap kantong dibuat

rangkap untuk menghindari kebocoran. Sediakan karet gelang untuk

simpul sederhana. Masing-masing kantong diisi air sumur yang telah

diaerasi selama 24 jam.

- Benih ikan yang telah dipuasakan selama 18 jam ditangkap dengan

serokan halus kemudian dimasukan kedalam kantong plastik tadi.

- Satu persatu kantong diisi dengan oksigen murni (perbandingan

air:oksigen = 1:2). Setelah itu segera diikat dengan karet gelang

rangkap.

- Kantong-kantong plastik berisi benih dimasukkan kedalam kardus.

- Lama pengangkutan. Benih ikan patin dapat diangkut selama 10 jam

dengan tingkat kelangsungan hidup mencapai 98,67%. Jika jarak yang

hendak ditempuh memerlukan waktu yang lama maka satu- satunya

cara untuk menjamin agar ikan tersebut selamat adalah dengan

mengurangi jumlah benih ikan di dalam setiap kantong plastik.

Berdasarkan penelitian terbukti bahwa benih patin masih aman

diangkut selama 14 jam dengan kapadatan 300 ekor per liter.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA

10.1.Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis usaha ikan patin pada tahun 1999 di daerah Jawa Barat

adalah sebagai berikut:

1) Biaya produksi

a. Kolam pemijahan 2 x 2 m Rp. 200.000,-

b Bibit /benih

- 2 ekor induk @ Rp. 150.000,- Rp. 300.000,-

- Ikan donor 5 Kg @ Rp. 10.000,- Rp. 50.000,-

c. Pakan/makanan (Artemia Salina) Rp. 80.000,-

d. Obat

- Alat suntik 0,5 cc (2 buah) @ Rp. 4000,- Rp. 8.000,-

- Pregnil Rp. 50.000,-

e. Alat

- Bangunan dan sumur Rp. 2.000.000,-

- Genzet Rp. 2.500.000,-

- Aerator Rp. 500.000,-

- Selang aquarium 50 m @ Rp 1000,- Rp. 50.000,-

- Kompor (4 unit) @ Rp. 25.000,- Rp. 100.000,-

- 100 unit aquarium: 40×80 cm @ Rp 35.000,- Rp. 3.500.000,-

f. Tenaga kerja

- Tenaga kerja tetap 14 hari, 2 orang @ Rp.20.000,- Rp. 560.000,-

g. Biaya tak terduga 10% Rp. 989.800,-

Jumlah biaya produksi Rp. 10.887.800,-

2) Biaya investasi rata-rata/aquarium Rp. 98.000,-

3) Presentase output terhadap investasi/aquarium 3,15 %

4) Analisis usaha untuk menutup investasi

a. Periode 1: 2 Minggu pertama

Benih @ Aquarium:100 ekor=100×100xRp.125,- Rp. 1.250.000,-

b. Periode II :

Pengeluaran Tetap/2 mingguan Rp. 480.000,-

Dari perhitungan di atas pada periode ke 14 atau sekitar 7 bulan, telah dapat

menutup investasi, Pada Produksi ke 15 ke atas sudah dapat memetik

keuntungan

10.2.Gambaran Peluang Agribisnis

Dengan adanya luas perairan umum di Indonesia yang terdiri dari sungai, rawa,

danau alam dan buatan seluas hampir mendekati 13 juta ha merupakan potensi

alam yang sangat baik bagi pengembangan usaha perikanan di Indonesia.

Disamping itu banyak potensi pendukung lainnya yang dilaksanakan oleh

pemerintah dan swasta dalam hal permodalan, program penelitian dalam hal

pembenihan, penanganan penyakit dan hama dan penanganan pasca panen,

penanganan budidaya serta adanya kemudahan dalam hal periizinan import.

Walaupun permintaan di tingkal pasaran lokal akan ikan patin dan ikan air tawar

lainnya selalu mengalami pasang surut, namun dilihat dari jumlah hasil

penjualan secara rata-rata selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahun.

Apabila pasaran lokal ikan patin mengalami kelesuan, maka akan sangat

berpengaruh terhadap harga jual baik di tingkat petani maupun di tingkat grosir

di pasar ikan. Selain itu penjualan benih ikan patin boleh dikatakan hampir tak

ada masalah, prospeknya cukup baik. Selain adanya potensi pendukung dan

faktor permintaan komoditi perikanan untuk pasaran lokal, maka sektor

perikanan merupakan salah satu peluang usaha bisnis yang cerah.

11. DAFTAR PUSTAKA

1) Anonim (1995). Pembesaran Ikan Patin Dalam Hampang (Banjarbaru:

Lembar Informasi Pertanian.

2) Aida, Siti Nurul, dkk. (1992/1993). Pengaruh Pemberian Kapur Pada Mutu

Air dan Pertumbuhan Ikan Patin di Kolam Rawa Non Pasang Surut dalam

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Perikanan Air Tawar.

3) Arifin, Zainal. (1987). “Pembenihan Ikan Patin (Pangasius pangasius)

Dengan Rangsangan Hormon” , Buletin Penelitian Perikanan Darat. 6 (1),

1987: 42 – 47.

4) Arifin, Zainal, Pengaruh Pakan Terhadap Pematangan Calon Induk

Ikan Patin (Pangasius pangasius) dalam Prosiding Seminar Hasil

Penelitian Perikanan Air Tawar 1992/1993.

5) ————–, dkk. Perawatan Larva Ikan Patin (Pangasius pangasius)

dengan Lingkungan Air Yang Berbeda dalam Proseding Seminar Hasil

Penelitian Perikanan Air Tawar 1992/1993.

6) ————–, dkk. Pemberian Pakan Berbeda Pada Pembesaran Ikan Patin

(Pangasius pangsius) Dalam Sangkar dalam Proseding Seminar Hasil

Penelitian Perikanan Air Tawar 1992/1993.

7) ————–, dan Asyari, Pembesaran Ikan Patin (Pangasius pangasius)

dalam Sangkar di Kolam dengan Kualitas Air yang Berbeda dalam

Proseding Seminar Hasil Penelitian Perikanan Air Tawar 1991/1992,

Balitkanwar, Bogor, 1992.

8) ————–, dan Asyari, Perawatan Larva Ikan Patin (Pangasius

pangasius) Dengan Sistem Resirkulasi dalam Proseding Seminar Hasil

Penelitian Perikanan Air Tawar 1991/1992, Balitkanwar, Bogor, 1992.

9) ————–; Asyari (1992). Pendederan Benih Ikan Patin (Pangasius

pangasius) dalam Sangkar dalam Proseding Seminar Hasil Penelitian

Perikanan Air Tawar 1991/1992, Balitkanwar, Bogor, 1992.

10) Susanto, Heru (1999). Budi Daya Ikan Patin. Jakarta: Penebar Swadaya,

1999 ).

11) Widiayati, Ani, dkk., Pegaruh Padat Tebar Induk Patin (Pangasius

pangasius ) Yang dipelihara di Karamba Jaring Apung dalam Proseding

Seminar Hasil Penelitian Perikanan Air Tawar 1991/1992, Balitkanwar,

Bogor, 1992.

12. KONTAK HUBUNGAN

Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS;

Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas

Editor : Kemal Prihatman

Jumat, 07 Agustus 2009

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TAHU IKAN (FISH TOFU)

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TAHU IKAN (FISH TOFU)


Deskripsi Teknologi

Diversifikasi produk olahan tahu ikan merupakan, produk berkombinasi diantara tahu yang berasal dari biji-bijian atau kedelai dan daging ikan yang berasal dari habitat perairan baik laut maupun perairan air tawar, sehingga terjadilah bentuk olahan tahu ikan.


Tahu ikan merupakan olahan yang dapat memperkaya protein sehingga orang akan menyukainya baik protein hewani maupun protein nabati, dalam hal ini perlu diketahui bahwa olahan tahu ikan perlu diketahui dari segi kenampakan, rasa, bau dan tekstur.

Aspek Inovatif
Teknologi pengolahan tahu ikan pada saat ini sudah berkembang di berbagai wilayah dan sejalan dengan perkembangan kehidupan masyarakat. Diversifikasi produk ini cukup, disenangi oleh masyarakat yang dapat dianalisa cukup kaya nilai gizi dan proteinnya.
Untuk itu dalam proses pembuatan produk tahu ikan cukup sedehana, praktis, dan mudah didapat baik dari bahan baku maupun bahan tambahan tainnya. Untuk mendapatkan bahan baku daging ikan lebih mudah dibandingkan dengan bahan tambahan jenis bahan tambahan lainnya.

Pengolahan produk tahu ikan mudah diaplikasikan ke seluruh elemen masyarakat. Selain itu produk ini menggunakan bahan baku yang memiliki nilai ekonomis rendah sehingga memberikan nilai tambah dan clean technology untuk industri pengolahan hasil perikanan.

Keunggulan
O Cara penyajian sangat praktis
• Nilai nutrisi yang cukup tinggi
• Memiliki umur simpan yang lama
• Menggunakan bahan baku yang murah dan mudah didapat
• Memperkaya gizi dan protein dalam produk perikanan
sumber : Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan, DKP 2009

ALAT PENIRIS ABON SISTEM SENTIFUGAL (SPINNER)

ALAT PENIRIS ABON SISTEM SENTIFUGAL (SPINNER)

Deskripsi Teknologi
Abon ikan mempuyai daya awet yang relatif lama yaitu masih dapat diterima pada penyimpanan selama 50 (lima putuh) hari pada suhu kamar dengan pengemasan yang lebih baik, masa simpan ini masih dapat dipertahankan, lebih lama, lagi apabila kadar minyak dalam abon dapat ditekan serendah mungkin. Untuk itu diperlukan alat untuk mengurangi kadar lemak dalam abon yaitu alat peniris abon.


Alat ini menerapkan sistem sentrifuse (putar) dalam meniriskan minyak dari produk. Dengan adanya pengatur kecepatan, cepat-lambatnya putaran dapat diatur tergantung dari banyaknya produk.


Aspek Inovatif
Selama ini penirisan abon ikan menggunakan pengepresan manual tanpa sistem hidrolik, sehingga minyak dalam produk akhir masih banyak, hal ini menyebabkan daya simpan produk tidak lama. Alat ini merupakan alat peniris abon dengan sistem sentifuse (putar) dengan aksesoris berupa alat pengatur kecepatan, panel digital dan penahan getaran.


Keunggulan
• Penggunaan alat ini lebih efisien dan efektif dalam hal waktu dan tenaga,
• Dilengkapi dengan pengatur kecepatan, sehingga putaran alat dapat disesuaikan dengan banyaknya produk,
• Produk abon yang dihasilkan memiliki daya simpan yang lama,
• Penampakan, rasa dan tekstur yang dihasilkan lebih balk dibandingkan dengan abon dengan alat peniris pengepres manual.

sumber : Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan, DKP, 2009

Kamis, 06 Agustus 2009

Pakan Ikan

1. SEJARAH SINGKAT

Di Indonesia belum ada jenis-jenis usaha yang menghasilkan bibit pakan ikan

alami dari hasil kultur murni. Bibit-bibit pakan ikan alami umumnya merupakan

hasil percobaan di laboratorium yang sifatnya sekedar untuk memenuhi

kebutuhan penelitian. Dalam bidang produksi pakan ikan alami, masih terdapat

kesenjangan yang cukup tajam dalam hal ketersediaan teknologi dengan

penggunanya, khususnya petani ikan.

Bagi masyarakat awam tidak mudah untuk memproduksi pakan ikan alami,

tetapi juga bukan merupakan pekerjaan yang sulit. Persoalannya terletak pada

sarana dan prasarana yang tergolong cukup mahal untuk ukuran ekonomi

pedesaan dan dalam pengoperasiannya memerlukan keahlian khusus.

2. SENTRA PERIKANAN

Selama ini produksi pakan ikan alami dilakukan oleh pengusaha pembenihan

ikan/udang dalam satu unit pembenihan, atau oleh Balai Budidaya milik

Pemerintah. Sementara ini sentra produksi pakan ikan buatan berada di Jawa.

3. JENIS

3.1. Pakan Alami

Jenis-jenis makanan alami yang dimakan ikan sangat beragam, tergantung

pada jenis ikan dan tingkat umurnya. Beberapa jenis pakan alami yang

dibudidayakan adalah : (a) Chlorella; (b) Tetraselmis; (c) Dunaliella; (d)

Diatomae; (e) Spirulina; (f) Brachionus; (g) Artemia; (h) Infusoria; (i) Kutu Air; (j)

Jentik-jentik Nyamuk; (k) Cacing Tubifex/Cacing Rambut; dan (l) Ulat Hongkong

3.2. Pakan Buatan

Bentuk pakan buatan ditentukan oleh kebiasaan makan ikan.

a) Larutan, digunakan sebagai pakan burayak ikan dan udang (berumur 2-30

hari). Larutan ada 2 macam, yaitu : (1) Emulsi, bahan yang terlarut menyatu

dengan air pelarutnya; (2) Suspensi, bahan yang terlarut tidak menyatu

dengan air pelarutnya.

b) Tepung halus, digunakan sebagai pakan benih (berumur 20-40 hari). Tepung

halus diperoleh dari remah yang dihancurkan.

c) Tepung kasar, digunakan sebagai pakan benih gelondongan (berumur 40-80

hari). Tepung kasar juga diperoleh dari remah yang dihancurkan.

d) Remah, digunakan sebagai pakan gelondongan besar/ikan tanggung

(berumur 80-120 hari). Remah berasal dari pellet yang dihancurkan menjadi

butiran kasar.

e) Pellet, digunakan sebagai pakan ikan dewasa yang sudah mempunyai berat

> 60-75 gram dan berumur > 120 hari.

f) Waver, berasal dari emulsi yang dihamparkan di atas alas aluminium atau

seng dan dkeringkan, kemudian diremas-remas.

4. MANFAAT

a) Sebagai bahan pakan ikan, udang, atau hasil perikanan lainnya, baik dalam

bentuk bibit maupun dewasa.

b) Phytoplankton juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan alami pada budidaya

zooplankton.

c) Ulat Hongkong dapat dimanfaatkan untuk pakan ikan hias, yang dapat

mencermelangkan kulitnya.

d) Pakan buatan dapat melengkapi keberadaan pakan alami, baik dalam hal

kuantitas maupun kualitas.

5. PERSYARATAN LOKASI

a) Chlorella: salinitas 0-35 ppt dan yang optimal pada 10-20 ppt, kisaran suhu

optimal 25-30 derajat C dan maksimum pada 40 derajat C.

b) Tetraselmis: salinitas 15-36 ppt dan kisaran suhu 15-35 derajat C.

c) Dunaliella: salinitas optimum 18-22 % NaCl, untuk produksi carotenoid >

27% NaCl, dan masih bertahan pada 31% NaCl; suhu optimal 20-40 derajat

C, pH optimal 9 dan bertahan pada pH 11.

d) Diatomae: suhu optimal 21-28 derajat C dan intensitas cahaya 1000 luks.

e) Spirulina: pH optimal 7,2-9,5 dan maksimal 11; suhu optimal 25-35 derajat C;

tahan kadar garam tinggi, yaitu sampai dengan 85 gram /liter.

f) Brachionus: suhu optimal untuk pertumbuhan dan reproduksi adalah 22-30

derajat C; salinitas optimal 10-35 ppt, yang betina dapat tahan sampai 98

ppt; kisaran pH antara 5-10 dengan pH optimal 7,5-8.

g) Artemia: kisaran suhu 25-30 derajat C dan untuk Artemia kering -273-100

derajat C; kadar garam optimal 30-50 ppt, untuk menghasilkan kista: 100

permil; kandungan O2 optimal adalah >3 mg/liter dengan kisaran 1 mg/liter

sampai tingkat kejenuhannya 100 %; pH optimal adalah 7,5-8,5 dan kadar

amonia yang baik < 80 mg/liter.

h) Kutu Air: suhu optimal 22-31 derajat C, dan pH optimal 6,6-7,4.

i) Cacing Tubifex: cacing tubifex menyukai perairan yang berlumpur dan

banyak mengandung bahan organik.

6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

6.1. Penyiapan Bibit

a) Tahapan dalam kultur Phytoplankton sebelum dibudidayakan :

1. Koleksi

Bertujuan untuk mendapatkan satu/beberapa jenis phytoplankton dari

alam untuk dikultur secara murni. Koleksi diperoleh dari alam dengan

menggunakan plankton net dan dijaga tetap hidup sampai di laboratorium.

2. Isolasi

Dapat dilakukan dengan cara: (1) Metode Isolasi secara Biologis, dengan

menggunakan pengaruh sifat phototaksis organisme yang akan diisolasi;

(2) Metode Isolasi Pengenceran Berseri, digunakan bila jumlah jenis

organisme banyak dan ada spesies dominan, memindahkan sampel ke

dalam beberapa tabung reaksi yang dikondisikan untuk pertumbuhan

yang akan diisolasi; (3) Metode Isolasi pengulangan Sub Kultur, hampir

sama dengan Metode Isolasi Pengenceran Berseri, tapi jumlah dan jenis

organisme yang terkumpul sedikit; (4) Metode Isolasi Pipet Kapiler,

dimana sampel 10-15 tetes diteteskan di tengah cawan petri, dan

sekelilingnya ditetesi 6-8 tetes medium; dan (5) Metode Isolasi Goresan,

untuk mengisolasi phytoplankton tunggal dengan menggunakan media

agar-agar.

b) Infusoria

1. Bibit diambil dari alam menggunakan pipet panjang dan berujung halus,

selanjutnya diperiksa di mikroskop.

2. Penangkaran bibit dapat menggunakan media air rebusan 70 gram jerami

dalam air suling selama 15 menit. Setelah dingin, disaring dan diencerkan

sampai volumenya 1,5 liter.

3. Media yang dapat digunakan selain jerami adalah kacang panjang,

kacang hijau, dan daun selada.

4. Ambil 10 ml medium dan diencerkan dalam cawan petri yang ditutup kain

sutra dan disimpan di tempat gelap pada suhu 28 derajat C selama 1-2

minggu.

c) Brachionus

1. Bibit diambil dari alam.

2. Air medium yang digunakan adalah air rebusan kotoran kuda/pupuk

kandang lainnya, yaitu 800 ml kotoran kering dalam 1 liter air selama 1

jam. Setelah dingin, disaring dan diencerkan dengan air hujan yang telah

direbus dengan perbandingan 1 : 2.

3. Air medium dimasukkan dalam botol 1 galon dan ditulari bibit Protozoa

dan ganggang renik sebagai makanan Brachionus selama 7 hari. 1-2

minggu kemudian Brachionus akan tumbuh.

4. Cara lain adalah menularkan bibit ke dalam medium air hijau yang berisi

phytoplankton.

d) Kutu Air

1. Bibit dapat diperoleh dari panti pembenihan udang/ikan, Balai Budidaya

Air Tawar milik pemerintah.

2. Penangkaran bibit dari alam dilakukan dengan cara memberi pupuk pada

media dengan pupuk kandang 1-2 kali seminggu sebanyak 0,2 kg/m2.

e) Artemia

1. Bibit dapat berasal dari telur kering yang sudah dikalengkan. Dalam hal ini

dapat berhubungan dengan Dinas Perikanan Daerah setempat, Direktorat

Jendral Perikanan Jakarta, atau Balai Budidaya Air Payau Jepara (Jawa

Tengah). Di Jakarta sudah ada badan usaha yang melayani kebutuhan

telur Artemia, yaitu PT. Ulam Dedana, Jl. Hayam Wuruk no. 4-PX, telepon

352922-357563.

2. Penetasan telur Artemia dilakukan di wadah bening dengan dasar

berbentuk kerucut, dengan ukuran 3-75 liter. Wadah dapat dibuat sendiri

dari kantong plastik 3-5 liter, yang dilapisi dengan kertas plastik kaca dan

disetrika untuk melekatkannya.

3. Air media diperoleh dari pengenceran air laut (30 permil) sampai kadar

garamnya 5 permil dan ditambahi NaHCO3 2 gram/liter agar pH-nya 8-9.

4. Atau air tiruan (kadar garam 5 permil) yang dapat dibuat dari beberapa

bahan kimia, yaitu :

- Garam dapur NaCl = 5 gram

- Magnesium sulfat MgSO4 = 1,3 gram

- Magnesium klorida MgCl2 = 1 gram

- Kalsium klorida CaCl2 = 0,3 gram

- Kalium klorida KCl = 0,2 gram

- Natrium hidrokarbonat NaHCO3 = 2 gram

- Air tawar = dijadikan 1 liter

MgSO4, KCl, NAHCO3 dilarutkan dalam air panas secara terpisah

sebelum digunakan.

5. Telur-telur yang akan ditetaskan direndam dalam air tawar selama 1 jam,

kemudian disaring dengan kain saringan 125 mikron, sambil disemprot air,

dan ditiriskan.

6. Kondisi yang mendukung penetasan telur, yaitu : suhu 25-30 derajat C,

kadar O2 > 2 mg/liter ,penyinaran dengan lampu neon dengan kekuatan

cahaya 1000 luks (60 watt 2 buah sejauh 20 cm dari dinding wadah).

7. Telur menetas menjadi nauplius setelah 24-36 jam, dan harus ditangkap

paling lambat 24 jam sejak menetas. Anak Artemia disedot dengan slang

plastik kecil dan ditampung dengan saringan 125 mikron, kemudian dicuci.

f) Jentik-jentik Nyamuk

1. Telur nyamuk dapat diperoleh dengan menggunakan wadah berdiameter

30 cm dan diisi air leri sedalam 10-30 cm dan diletakkan di tempat yang

banyak nyamuknya. Wadah diberi atap setinggi 10 cm.

2. 2-3 hari kemudian akan terbentuk selaput tipis di permukaan. Telur-telur

yang dilepaskan induk akan saling menempel sampai panjangnya 0,5-1,5

cm.

3. Telur diambil dengan lidi yang salah satu sisinya diratakan.

g) Cacing Tubifex

Bibit diambil dari perairan alam.

h) Ulat Hongkong

Bibit untuk pertama kali dapat diperoleh dari pedagang burung ocehan.

Selanjutnya bibit dapat diambil dari tempat penangkaran sebelum berubah

jadi kepompong.

6.2. Bahan-Bahan Untuk Pakan Buatan

1) Bahan Hewani

a) Tepung Ikan

Bahan baku tepung ikan adalah jenis ikan rucah (tidak bernilai ekonomis)

yang berkadar lemak rendah dan sisa-sisa hasil pengolahan. Ikan

difermentasikan menjadi bekasem untuk meningkatkan bau khas yang

dapat merangsang nafsu makan ikan. Lama penyimpanan < 11-12 bulan,

bila lebih dapat ditumbuhi cendawan atau bakteri, serta dapat

menurunkan kandungan lisin yang merupakan asam amino essensial

yang paling essensial sampai 8%. Kandungan gizi: protein=22,65%;

lemak=15,38%; Abu=26,65%; Serat=1,80%; Air=10,72%; Nilai ubah=1,5–

3. Cara pembuatannya:

1. Ikan direbus sampai masak, diwadahi karung, lalu diperas.

2. Air perasan ditampung untuk dibuat petis/diambil minyaknya.

3. Ampasnya dikeringkan dan digiling menjadi tepung.

b) Tepung Rebon dan Benawa

Rebon adalah sejenis udang kecil yang merupakan bahan baku

pembuatan terasi. Benawa adalah anak kepiting laut. Rebon dan Benawa

muncul pada awal musim hujan di sekitar muara sungai, mengerumuni

benda yang terapung. Cara pembuatan: (1) Bahan direbus sampai masak,

diwadahi karung, lalu diperas; (2) Ampasnya dikeringkan dan digiling

menjadi tepung. Kandungan gizi: Protein: Udang rebon=59,4% (udang

rebon), 23,38% (benawa); Lemak =3,6% (Udang rebon), 25,33%

(Benawa); Karbohidrat 3,2% (Udang rebon), 0,06% (benawa);

Abu=11,41% (Benawa); Serat=11,82% (Benawa); Air=21,6% (Udang

rebon); 5,43% Benawa ,Nilai ubah: Benawa=4–6

c) Tepung Kepala Udang

1. Bahan yang digunakan adalah kepala udang, limbah pada proses

pengolahan udang untuk ekspor.

2. Cara pembuatannya: (1) Bahan direbus, dijemur sampai kering dan

digiling; (2) Tepung diayak untuk membuang bagian-bagian yang kasar

dan banyak mengandung kitin.

3. Kandungan gizinya: Protein= 53,74%; Lemak= 6,65%; Karbohidrat=

0%; Abu= 7,72%; Serat kasar= 14,61%; Air= 17,28%.

d) Tepung Anak Ayam

1. Bahan: anak ayam jantan dari perusahaan pembibitan ayam petelur.

2. Cara pembuatan:

- Anak-anak ayam dimatikan secara masal, bulu-bulunya dibakar

dengan lampu semprot. Kemudian direbus sampai kaku (setengah

masak).

- Diangin-anginkan sampai kering dan digiling beberapa kali sampai

halus. Hasil gilingan yang masih basah disebut pastadan dapat

langsung digunakan.

- Pasta dapat dikeringkan dan digiling menjadi tepung.

3. Kandungan gizinya: Protein=61,65%, Lemak=27,30%, Abu=2,34%,

Air=8,80%, Nilai ubah=5–8. Juga mengandung hormon, enzim, vitamin,

dan mineral yang dapat merangsang nafsu makan dan pertumbuhan.

e) Tepung Kepompong Ulat Sutra

1. Bahan: kepompong ulat sutra yang merupakan limbah industri

pemintalan benang sutra alam.

2. Kandungan gizinya: Protein= 46,74%, Lemak= 29,75%, Abu= 4,86%,

Serat= 8,89%, Air= 9,76%, Nilai ubah= 1,8.

f) Ampas Minyak Hati Ikan

1. Bahan: amapas hati ikan yang telah diperas minyaknya.

2. Cara pembuatannya: (1) digunakan sebagai pasta, karena kandungan

lemaknya tinggi, sehingga sukar dikeringkan. (2) Digiling halus sampai

bentuknya seperti pellet.

3. Kandungan gizinya: Protein= 25,08%, lemak= 56,75%, Abu= 6,60%,

Air=12,06%, Nilai ubah= 8.

g) Tepung Darah

1. Bahan: darah, limbah dari rumah pemotongan ternak.

2. Cara pembuatanny: darah beku yang masih mentah dimasak dan

dikeringkan, kemudian digiling menjadi tepung.

3. Kandungan gizinya: Protein= 71,45%, Lemak= 0,42%,Karbohidrat=

13,12%, Abu= 5,45%, Serat= 7,95%, Air= 5,19.

Proteinnya sukar dicerna, sehingga penggunaannya untuk ikan < 3% dan

untuk udang < 5%.

h) Silase Ikan

1. Bahan: ikan rucah dan limbah pengolahan.

2. Silase adalah hasil olahan cair dari bahan baku asal ikan/limbahnya.

3. Cara pembuatan: (1) Bahan dicuci, dicincang kecil-kecil, kemudian

digiling. Hasil gilingan direndam dalam larutan asam formiat 3% 24 jan,

kemudian diperas. (2) Air perasan ditampung dan lapisan minyak yang

mengapung di lapisan atas disingkirkan. (3) Cairan yang bebas minyak

dicampur dengan ampas dan ditambah asam propionat 1%, untuk

mencegah tumbuhnya bakteri/cendawan dan menambah daya awet ± 3

bulan dengan pH ± 4,5. (4) Bahan diperam selama 4 hari dan diaduk 3-

4 kali sehari. (5) Bahan cair yang bersifat asam dapat dicampur dengan

dedak, ketela pohon/tepung jagung dengan perbandingan 1:1,

dikeringkan dan digunakan untuk campuran dalam ramuan makanan.

4. Kandungan gizinya: Protein=18-20%, Lemak=1-2%, Abu=4-6%, Air=70-

75%, Kapur=1-3%, Fosfor=0,3-0,9%.

i) Arang Bulu Ayam dan Tepung Tulang

1. Bahan: arang bulu ayam, tulang ternak.

2. Cara pembuatan: Tulang dipotong sepanjang 5-10 cm, direbus selama

2-4 jam dengan suhu 100 derajat C, kemudian dihancurkan hingga

menjadi serpihan-serpihan sepanjang 1-3 cm. Serpihan tulang

direndam dalam air kapur 10% selama 4-5 minggu dan dicuci dengan

air tawar. Pemisahan selatin dengan jalan pemanasan 3 tahap, yaitu

pada suhu 60 derajat C selama 4 jam, suhu 70 derajat C selama 4 jam,

dan 100 derajat C selama 5 jam. Pemrosesan selatin. Tulang

dikeringkan pada suhu 100 derajat C, sampai kadar airnya tinggal 5%

dan digiling hingga menjadi tepung. Pengemasan dan penyimpanan.

3. Kandungan gizinya: Protein=25,54%, Lemak=3,80%, Abu=61,60%,

Serat=1,80%, Air=5,52%.

j) Tepung Bekicot

1. Bahan: daging bekicot mentah dan daging bekicot rebus.

2. Cara pembuatan: Daging bekicot dikeringkan lalu digiling. Untuk

campuran makanan sebesar 5-15%.

3. Kandungan gizi: Protein=54,29%, Lemak=4,18%, Karbohidrat=30,45%,

Abu=4,07%, Kapur=8,3%, Fosfor=20,3%, Air=7,01.

k) Tepung Cacing Tanah

1. Dapat menggantikan tepung ikan, dapat diternak secara masal.

2. Jumlah penggunaan dalam ramuan 10-25%.

3. Cara pembuatan: Cacing dikeringkan lalu digiling.

4. Kandungan proteinnya 72% dan mudah diserap dinding usus.

l) Tepung Artemia

1. Dapat menggantikan tepung ikan/kepala udang.

2. Kandungan protein (asam amino essensial) untuk burayak 42% dan

dewasa 60%, sedangkan asam lemak tak jenuh untuk burayak 20%

dan dewasa 10%. Daya cernanya tinggi.

m)Telur Ayam dan Itik

1. Bahan: telur mentah atau telur rbus.

2. Penggunaan: Telur mentah langsung dikopyok dan dicampur dengan

bahan lain. Telur rebus, diambil kuningnya, dihaluskan dan dilarutkan

sampai membentuk emulsi atau suspensi.

3. Kandungan gizinya: Protein=12,8%, Lemak=11,5%, Karbohidrat=0,7%,

Air=74%.

n) Susu

1. Bahan: tepung susu tak berlemak (skim).

2. Kandungan gizi: Protein=35,6% Lemak=1,0% Karbohidrat=52,0%,

Air=3,5%

2) Bahan Nabati

a) Dedak

Bahan dedak padi ada 2, yaitu dedak halus (katul) dan dedak kasar.

Dedak yang paling baik adalah dedak halus yang didapat dari proses

penyosohan beras, dengan kandungan gizi: Protein=11,35%,

Lemak=12,15%, Karbohidrat=28,62%, Abu=10,5%, Serat kasar=24,46%,

Air=10,15%, Nilai ubah= 8.

b) Dedak Gandum

Bahan: hasil samping perusahaan tepung terigu. Tepung yang paling baik

untuk pakan ikan adalah “wheat pollard” dengan kandungan gizi:

Protein=11,99%, Lemak=1,48%, Karbohidrat=64,75%, Abu=0,64%, Serat

kasar=3,75%, Air=17,35%, Nilai ubah=2-3.

c) Jagung

Terdapat 2 jenis, yaitu: (1) Jagung kuning, mengandung protein dan

energi tinggi, daya lekatnya rendah; (2) Jagung putih, mengandung

protein dan enrgi rendah, daya lekatnya tinggi. Sukar dicerna ikan,

sehingga jarang digunakan.

d) Cantel/Sorgum

Berwarna merah, putih, kecoklatan. Warna putih lebih banyak digunakan.

Mempunyai zat tanin yang dapat menghambat pertumbuhan, sehingga

harus ditambah metionin/penyosohan yang lebih baik. Kandungan gizi:

Protein=13,0%, Lemak=2,05%, Karbohidrat=47,85%, Abu=12,6%, Serat

kasar= 13,5%, Air=10,64%, Nilai ubah2-5.

e) Tepung Terigu

Berasal dari biji gandum, berfungsi sebagai bahan perekat dengan

kandungan gizi: Protein=8,9%; Lemak=1,3%; Karbohidrat=77,3%;

Abu=0,06%; Air=13,25%.

f) Tepung Kedele

Keuntungan: mengandung lisin asam amino essensial yang paling

essensial dan aroma makanan lebih sedap, penggunaannya ± 10%.

Kekurangan: mengandung zat yang dapat menghambat enzim tripsin,

dapat dikendalikan dengan cara memasak. Kandungan gizi: Protein:

39,6%, Lemak=14,3%, Karbohidrat=29,5%, Abu=5,4%, Serat=2,8%,

Air=8,4%, Nilai ubah=3-5.

g) Tepung Ampas Tahu

Kandungan gizinya: Protein=23,55%, Lemak=5,54%,

Karbohidrat=26,92%, Abu=17,03%, Serat kasar=16,53%, Air=10,43%.

h) Tepung Bungkil Kacang Tanah

Bungkil kacang tanah adalah ampas pembuatan minyak kacang.

Kelemahannya: dapat menyebabkan penyakit kurang vitamin, dengan

gejala sirip tidak normal dan dapat dicegah dengan membatasi

penggunaannya. Kandungan gizi: Protein=47,9%, Lemak=10,9%,

Karbohidrat =25,0%, Abu=4,8%, Serat kasar=3,6%, Air=7,8%, Nilai

ubah=2,7-4.

i) Bungkil Kelapa

Bungkil kelapa adalah ampas dari proses pembuatan minyak kelapa.

Sebagai bahan ramuan dapat dipakai sampai 20%. Kandungan gizi:

Protein=17,09%, Lemak=9,44%, Karbohidrat=23,77%, Abu=5,92%, Serat

kasar=30,4%, Air=13,35%.

j) Biji Kapuk/Randu

Bahan: bungkil kapuk yang telah diambil minyaknya. Kelemahannya:

Mengandung zat siklo-propenoid yang bersifat racun bius.

Penggunaannya < 5%. Kandungan gizinya: Protein=27,4%, Lemak=5,6%,

Karbohidrat=18,6%, Abu=7,3%, Serat kasa=25,3%, Air=6,1 %.

k) Biji Kapas

Bahan: bungkil dari pembuatan minyak. Kelemahannya: mengandung zat

gosipol yang bersifat sebagai racun, yaitu merusak hati dan

perdarahan/pembengkakan jaringan tubuh. Untuk penggunaannya haru

sdimasak dulu. Kandungan gizi: Protein=19,4%, Lemak=19,5%, Asam

lemak linoleat=47,8%, Asam lemak palmitat=23,4%, Asam lemak

oleat=22,9%.

l) Tepung Daun Turi

Kelemahannya: mengandung senyawa beracun : asam biru (HCN), lusein,

dan alkoloid-alkoloid lainnya. Kandungan gizinya: Protein=27,54%,

Lemak=4,73%, Karbohidrat=21,30%, Abu=20,45%, Serat kasar=14,01%,

Air=11,97 %.

m)Tepung Daun Lamtoro

Kelemahannya: mengandung mimosin, dalam pemakaiannya < 5% saja.

Kandungan gizinya: Protein=36,82%, Lemak=5,4%, Karbohidrat=16,08%,

Abu=1,31%, Serat kasar=18,14%, Air=8,8%.

n) Tepung Daun Ketela Pohon

Kelemahannya: racun HCN/asam biru. Kandungan gizi: Protein=34,21%,

Lemak=4,6%, Karbohidrat=14,69%, Air=0,12.

o) Isi Perut Besar Hewan Memamah biak

Bahan: dari rumah pemotongan ternak. Cara pembuatan: dikeringkan,

digiling sampai menjadi tepung. Kandungan gizinya: Protein=8,39%,

Lemak=5,54%, Karbohidrat=33,51%, Abu=17,32%, Serat kasar=20,34%,

Air=14,9%, Nilai ubah=2.

3) Bahan Tambahan

a) Vitamin dan Mineral

1. Cara memperoleh: dari toko penjual makanan ayam (poultry shop) yang

sudah dikemas dalam bentuk premiks (premix).

2. Premix tersebut mengandung vitamin, mineral, dan asam-asam amino

tertentu.

3. Contoh-contoh merek dagang:

- Top mix: mengandung 12 macam vitamin (A, D, E, K, B kompleks), 2

asam amino essensial (metionin dan lisin) dan 6 mineral (Mn, Fe, J,

Zn, Co dan Cu), serta antioksidan (BHT)

- Rhodiamix: mengandung 12 macam vitamin (A, D, E, K, B

kompleks), asam amino essensia metionin, dan 8 mineral (Mg, Fe,

Mo, Ca, J, Zn, Co dan Cu), serta antioksidan.

- Mineral B12: mengandung tepung tulang, CaCO3, FeSO4, MnSO4,

KI, CuSO4, dan ZnCO3, serta vitamin B12 (sianokobalamin).

- Merek lain: Aquamix, Rajamix U, Pfizer Premix A, Pfizer Premix B.

Penggunaannya :

4. Untuk ikan 1-2% dan untuk udang 10-15%.

b) Garam Dapur (NaCl)

1. Fungsi: sebagai bahan pelezat (gurih), mencegah terjadinya proses

pencucian zat-zat lain yang terdapat dalam ramuan makanan ikan.

2. Penggunaannya cukup 2%.

c) Bahan Perekat

1. Contoh bahan perekat: agar-agar, gelatin, tepung terigu, tepung sagu,

dll. Yang paling baik adalah tepung kanji dan tapioka.

2. Penggunaannya cukup 10%.

d) Antioksidan

1. Bahan: fenol, vitamin E, vitamin C, etoksikulin (1,2dihydro-6-etoksi-

2,2,4 trimethyquinoline), BHT (butylated hydroxytoluena), dan BHA

(butylated hydroxyanisole).

2. Penggunaannya: etoksikulin 150 ppm, BHT dan BHA 200 ppm.

e) Ragi dan Ampas Bir

1. Ragi adalah sejenis cendawan yang dapat merubah karbohidrat

menjadi alkohol dan CO2.

2. Macam ragi: ragi tape, ragi roti, dan bir.

3. Kandungan gizi: Protein=59,2%, Lemak=0, Karbohidrat=38,93%,

Abu=4,95%, Serat kasar=0, Air=6,12%.

4. Ampas bir merupakan limbah pengolahan bir.

5. Kandungan gizinya: Protein=25,9%, Serat kasar=15%

6. Penggunaannya: ampas bir basah 3-6% dan kering 10%.

6.3. Penyiapan Peralatan

1) Pakan Alami

a) Chlorella

1. Alat-alat yang akan digunakan dicuci dengan deterjen, kemudian dibilas

dengan larutan klorin 150 ppm.

2. Dalam wadah 1 galon:

- Menggunakan stoples atau botol “carboys”, slang aerasi, dan batu

aerasi.

- Botol diisi medium ± 3 liter, untuk Chlorella air laut menggunakan

medium dengan kadar garam 15 permil, dan untuk Chlorella

menggunakan air tawar. Air medium disaring dengan kain saringan

15 mikron.

- Disterilkan dengan cara mendidihkan, klorinasi, atau penyinaran

dengan lampu ultraviolet.

- Pemupukan dengan menggunakan ramuan Allen-Miguel, yang terdiri

dari 2 larutan, yaitu: (1) Larutan A, terdiri dari 20 gram KNO3 dalam

100 ml air suling; (2) Larutan B, terdiri dari: 4 gram Na2HPO4.12H2O;

2 gram CaCl2.6H2O; 2 gram FeCl3; dan 2 ml HCl; semuanya

dilarutkan dalam 80 ml air suling.

- Setiap 1liter medium, menggunakan 2 ml larutan A dan 1 ml larutan

B.

3. Dalam wadah 60 liter atau 1 ton

- Wadah dicuci dan dibebashamakan. Air untuk medium harus

disaring. Medium dipupuk dengan jenis dan takaran: 100 mg/liter

pupuk 21-0-0, Urea sebanyak 10-15 mg/liter dan pupuk 16-20-0

sebanyak 10-15 mg/l

- Untuk pertumbuhan dalam wadah besar (1ton) cukup menggunakan

urea dengan takaran 50 gram/m3.

b) Tetraselmis

1. Dalam wadah 1liter

- Dapat menggunakan botol erlenmeyer. Botol, slang plastik, dan batu

aerasi dicuci dengan deterjen dan dibilas dengan larutan klorin 150

ml/ton.

- Wadah diisi air medium dengan kadar garam 28 permil yang telah

disaring dengan saringan 15 mikron. Kemudian disterilkan dengan

cara direbus, diklorin 60 ppm dan dinetralkan dengan 20 ppm

Na2S2O3, atau disinari lampu ultraviolet.

- Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut :

1. Natrium nitrat – NaNO3 = 84 mg/l

2. Natrium dihidrofosfat-NaH2PO4 = 10 mg/l atau

Natrium fosfat-Na3PO4 = 27,6 mg/l atau

Kalsium fosfat-Ca3(PO4)2 = 11,2 mg/l

3. Besi klorida – FeCl3 = 2,9 mg/l

4. EDTA (Ethylene dinitrotetraacetic acid) = 10 mg/l

5. Tiamin-HCl (vitamin B1) = 9,2 mg/l

6. Biotin = 1 mikrogram/l

7. Vitamin B12 = 1mikrogram/l

8. Tembaga sulfat kristal CuSO4.5H2O = 0,0196 mg/l

9. Seng sulfat kristal ZnSO4.7H2O = 0,044 mg/l

10Natrium molibdat-NaMoO4.7H2O = 0,02 mg/l

11Mangan klorida kristal-MnCl2.4H2O = 0,0126 mg/l

12Kobalt korida kristal-CoCl2.6H2O = 3,6 mg/l

2. Dalam wadah 1 galon (3 liter)

- Dapat menggunakan botol “carboys” atau stoples.

- Persiapan sama dengan dalam wadah 1 liter.

- Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut :

1. Urea-46 = 100 mg/l

2. Kalium hidrofosfat-K2HPO4 = 10 mg/l

3. Agrimin = 1 mg/l

4. Besi klorida-FeCl3 = 2 mg/l

5. EDTA (Ethylene dinitrotetraacetic acid) = 2 mg/l

6. Vitamin B1 = 0,005 mg/l

7. Vitamin B12 = 0,005 mg/l

3. Dalam wadah 200 liter dan 1 ton

- Wadah 200 liter dapat menggunakan akuarium, dan untuk 1 ton

menggunakan bak dari kayu, bak semen, atau bak fiberglass.

- Persiapan lain sama.

- Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut :

1. Urea-46 = 100 mg/liter

2. Pupuk 16-20-0 = 5 mg/liter

3. Kalium hidrofosfat-K2HPO4 = 5 mg/liter atau

Kalium dihidrofosfat-K2H2PO4 = 5 mg/liter

4. Agrimin = 1 mg/liter

5. Besi klorida-FeCl3 = 2 mg/liter

- Untuk wadah 1 ton dapat hanya menggunakan urea 60-100 mg/liter

dan TSP 20-50 mg/liter.

c) Dunaliella

Wadah dan peralatan lainnya dicuci, kemudian diisi medium dengan kadar

garam 18-22 permil. Selanjutnya diberi pupuk cair 1 ml/liter, kemudian

diaerasi dan dibiarkan sebentar.

d) Diatomae

1. Dalam wadah 1liter

- Dapat menggunakan botol erlenmeyer. Botol, slang plastik, dan batu

aerasi dicuci dengan deterjen dan dibilas dengan larutan klorin 150

ml/ton.

- Wadah diisi air medium yang telah disaring dengan saringan 15

mikron sampai 300-500 ml, dan berkadar garam 28-35 untuk

Diatomae laut dan air tawar untuk Diatomae tawar. Kemudian

disterilkan dengan cara direbus, diklorin, atau disinari lampu

ultraviolet.

- Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut:

a)Larutan A= KNO3 20,2 gram + Air suling 100 ml

b)Larutan B= Na2HPO4 2,0 gram + Air suling 100 ml

c)Larutan C= Na2SiO3 1,0 gram + Air suling 100

d)Larutan D= FeCl3) 1,0 gram + Air suling 20 ml

- Setiap 1 liter medium diberi larutan A, B, C, sebanyak 1 ml dan

larutan D 4 tetes. Kemudian diaerasi dengan batu aerasi dan sumber

udara dapat berasal dari mesin blower, kompressor atau aerator.

- Pupuk lain yang dapat ditambahkan:

1. EDTA (Ethylene dinitrotetraacetic acid)=10 mg/l

2. Tiamin-HCl (vitamin B1) = 0,2 mg/l

3. Biotin = 1,0 mg/l

4. Vitamin B12 = 1,0 mg/l

5. Tembaga sulfat kristal CuSO4.5H2O = 0,0196 mg/l

6. Seng sulfat kristal ZnSO4.7H2O = 0,044 mg/l

7. Natrium molibdat-NaMoO4.7H2O = 0,02 mg/l

8. Mangan klorida kristal-MnCl2.4H2O = 0,0126 mg/l

9. Kobalt korida kristal-CoCl2.6H2O = 3,6 mg/l

2. Dalam wadah 1 galon (3 liter)

- Wadah dicuci dan diisi air medium.

- Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut:

1. Urea = 100 mg/l

2. Kalium hidrofosfat-K2HPO4 = 10 mg/l

3. Na2SiO3 = 2 mg/l

4. Agrimin = 1 mg/l

5. Besi klorida-FeCl3 = 2 mg/l

6. EDTA (Ethylene dinitrotetraacetic acid) = 2 mg/l

7. Vitamin B1 = 0,005 mg/l

8. Vitamin B12 = 0,005 mg/l

3. Dalam wadah 200 liter dan 1 ton.

- Wadah dicuci dan diisi air medium.

- Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut :

1. Urea-46 = 100 mg/l

2. K2HPO4 atau KH2PO4 = 5 mg/l

3. Na2SiO3 = 2 mg/l

4. Agrimin = 1 mg/l

5. Besi klorida-FeCl3 = 2 mg/l

6. 16-20-0 = 5 mg/l

e) Spirulina

Wadah dan peralatan lainnya dicuci, kemudian diisi medium dengan kadar

garam 15-20 permil. Selanjutnya diberi pupuk cair 1 ml/l, kemudian

diaerasi dan dibiarkan sebentar.

f) Brachionus

1. Dengan Pemupukan

- Wadah yang digunakan berukuran 1-10 ton atau 10-100 ton yang

telah dicuci dan dibilas dengan larutan klorin 150 ml/ton. Wadah diisi

air melalui kain saringan halus.

- Pemupukan menggunakan kotoran sapi kering 20 mg/l, pupuk urea

dan TSP masing–masing 2 mg/l, kemudian didiamkan 4-5 hari,

sampai tumbuh jasad-jasad renik makanan Brachionus, yaitu jenis

Diatomae, seperti Cyclotella, Melosira, Asterionella, Nitzschia, dan

Amphora. Tumbuhnya Diatomae ditandai dengan warna coklat

perang.

2. Dengan Pemberian Makanan

- Wadah yang digunakan berukuran 1 ton, yang terbuat dari papan

kayu yang dilapisi lembaran plastik, bahan semen, atau fiberglass,

yang dicuci biasa. Wadah diisi air medium, tergantung jenis

Brachionus. Wadah diletakkan di luar ruangan, di bawah atap

bening.

- Pemupukan menggunakan 100 mg/l urea, 20 mg/l TSP, dan 2 mg/l

FeCl3, untuk menumbuhkan algae planktonik (Chlorella dan

Tetraselmis). Medium diudarai untuk meratakan pupuk dan algae. (bersambung ke jilid II)


(Sambungan dari Pakan ikan Jilid I)

g) Artemia

1. Wadah yang digunakan adalah berbagai macam bak berbentuk empat

persegi panjang dengan sudut tegak lurus, menyerong, atau

melengkung. Ukurannya 300 liter, 2 ton, 5 ton, dsb.

2. Di tengah bak dipasang penyekat terbuat dari papan/lembaran plastik

dengan arah membujur sejajar dengan sisi bak yang panjang. Jarak

antara ujung penyekat tengah dengan sisi bak yang pendek 2/3 kali

jarak antara penyekat tengah dengan sisi bak yang panjang, dan jarak

sisi bawah dengan dasar bak 2-5 cm.

3. Dalam bak dipasang “air water lift (AWL)” yang terbuat dari pipa-pipa

PVC untuk menimbulkan putaran.

- Kedalaman 20 cm, diameter pipa AWL= 25 mm

- Kedalaman 40 cm, diameter pipa AWL= 40 mm

- Kedalaman 75 cm, diameter pipa AWL= 50 mm

- Kedalaman 100 cm, diameter pipa AWL= 60 mm

4. Pipa AWL dipotong miring 30-45 derajat pada ujung bawahnya dan

dipasang menyentuh dasar bak. Pipa AWL diikat pada kedua belah sisi

penyekat tengah dan ujung -ujung bagian atasnya dibuat menyerong

30-45 derajat. Jarak antara AWL 25-40 cm dengan arah berlawanan.

5. Slang plastik berdiameter 6 mm dimasukkan pada AWL untuk saluran

udara, yang dihubungkan dengan tabung pembagi udara terbuat dari

pipa PVC berdiameter 5 cm dan diikat pada atas penyekat tengah.

6. Tabung dihubungkan dengan pipa udara yang mengalirkan udara dari

mesin penghembus udara (Blower).

7. Air untuk pemeliharaan adalah air laut (kadar garam 30-35 permil) atau

air tiruan (kadar garam 30 permil) yang dapat dibuat dari beberapa

bahan kimia, yaitu:

- Garam dapur (NaCl) = 31,08 gram

- Magnesium sifat (MgSO4) = 7,74 gram

- Magnesium klorida (MgCl2) = 6,09 gram

- Kalsium klorida (CaCl2) = 1,53 gram

- Kalium klorida (KCl) = 0,97 gram

- Natrium hidrokarbonat (NaHCO3) = 2 gram

- Air tawar dijadikan 1 liter

MgSO4, KCl, NaHCO3 dilarutkan dalam air panas secara terpisah

sebelum digunakan.

8. Penyaringan air dilakukan untuk mengurangi timbunan kotoran.

Penyaringan air dilakukan dengan kotak keping penyaring berbentuk

kotak persegi empat yang terbagi 2 bagian, yaitu bagian pertama untuk

pemasukan air dan bagian kedua untuk pengendapan. Ukuran kotak

10% dari bak dan terbuat dari kayu yang dicat dengan epoxy. Alat ini

dibersihkan 2 hari sekali.

h) Infusoria

1. Penangkaran dapat dilakukan secara berurutan dalam wadah 1 liter, 1

galon, 200 liter, dan 1 ton. Untuk wadah 1 liter dan 1 galon,

menggunakan air rebusan jerami sebagi medium, dan untuk wadah

yang lebih besar menggunakan air mentah.

2. Air mentah dimasukkan dalam wadah 200 liter dan 1 ton (tergantung

jenis Ciliatanya) dan ditambah potongan-potongan jerami atau rumput

kering, daun selada, atau kulit pisang kering, kemudian air diaerasi.

i) Kutu Air

1. Wadah yang digunakan adalah berbagai macam bak dengan ukuran 1

ton (1 m3). Bak diletakkan di tempat yang terlindung dari sinar matahari

langsung.

2. Wadah diisi air tawar sampai 60 cm dan diudarai dengan batu 1-2

aerasi per 2,5 m2.

3. Pemupukan menggunakan kotoran ayam kering yang dilarutkan dalam

air samapi konsentrasinya 10% dan bungkil kelapa yang ditumbuk

halus dan diayak dengan saringan 500 mikron.

4. Pemupukan pertama menggunakan kotoran ayam 1000 ml/ton dan

bubuk bungkil kelapa 200 gram/ton yang dicampur dan dimasukkan

dalam kantong yang diperas di atas bak pemeliharaan, sehingga air

perasan langsung jatuh ke bak.

5. Pemupukan kedua dilakukan 4 hari kemudian, dan pemupukan ketiga

dilakukan bila perlu.

j) Jentik-jentik nyamuk

1. Wadah penetasan yang juga merupakan wadah pemeliharaan dapat

berupa pengaron, ember plastik, atau wadah bukan logam yang

lainnya. Air medium menggunakan air leri atau air biasa.

2. Setelah telur cukup, wadah dimasukkan dalam kandan yang diberi

dinding kelambu.

k) Cacing Tubifex

1. Lahan dibuat dengan bentuk mirip kolam dengan luas 10×10 cm atau

lebih, dilengkapi dengan saluran pemasukan dan pengeluaran air.

2. Dasar kolam dibuat petakan-petakan (blok) lumpur, berjarak 20 cm,

setinggi 10 cm dengan luas 1×2 m dan dasarnya dilapisi papan kayu

atau dibentuk cetakan.

3. Pemupukan menggunakan dedak halus (200-250 gram/m2) atau

kotoran ayam yang telah dibersihkan dan dihaluskan sebanyak 300

gram/m2. Pupuk ditebar di lahan dan direndam air 5 cm selama 4 hari

bila menggunakan dedak dan 3 hari bila menggunakan kotoran ayam.

l) Ulat Hongkong

1. Pemeliharaan skala kecil dapat menggunakan beberapa kotak

kayu/tripleks berukuran 40×40x20 cm yang dilapisi selotip/isolasi pada

bagian bibirnya, atau ember plastik, baki, atau waskom.

2. Bagian atas tempat pemeliharaan dibiarkan terbuka untuk

memudahkan panen. Kemudian wadah ditempatkan pada rak dan

diletakkan dalam ruang gelap dan tidak kena sinar matahari.

3. Medium pemeliharaan yang berupa campuran dedak halus dan ampas

tahu kering atau tepung jagung yang dicampur tepung tulang dan

tepung ikan yang telah disaring/diayak, ditebar pada dasar wadah

setebal 2-3 cm.

2) Pakan Buatan

Alat-alat yang diperlukan :

a) Alat Penggiling dan Pengayak

b) Alat Penimbang dan Penakar

c) Alat Pengaduk dan Pencampur

d) Alat Pemasak

e) Alat Pengering

f) Alat Penyimpan

6.4. Pemeliharaan Pakan Alami

a) Chlorella

1. Dalam wadah 1 galon :

- Bibit ditebar dalam medium yang telah diberi pupuk, sampai airnya

berwarna agak kehijau-hijauan. Bibit yang masuk disaring dengan

saringan 15 mikron.

- Wadah disimpan di dalam ruang laboratorium di bawah penyinaran

lampu neon, dan air diudarai terus-menerus.

- Setelah ± 5 hari, Chlorella sudah tumbuh dengan kepadatan sekitar 10

juta sel/ml. Airnya berwarna hijau segar.

- Hasil penumbuhan ini digunakan sebagai bibit pada penumbuhan

dalam wadah yang lebih besar.

2. Dalam wadah 60 liter atau 1 ton :

- Untuk wadah 60 liter membutuhkan 1 galon bibit dan untuk wadah 1 ton

membutuhkan 5 galon bibit.

- Selain dipupuk, dapat dilepaskan ikan mujair besar 4-5 ekor/m2 yang

diberi makan pelet secukupnya, bertujuan sebagai penghasil pupuk

organik dari kotorannya.

- Wadah disimpan dalam ruangan yang kena sinar matahari langsung.

- Setelah 5 hari pertumbuhan terjadi dan pada puncaknya dapat

mencapai kepadatan 5 juta sel/ml.

- Secara berkala medium perlu dipupuk susulan, penambahan air baru,

dan pemberian obat pemberantas hama.

b) Tetraselmis

1. Dalam wadah 1liter :

- Bibit ditebar dalam medium yang telah diberi pupuk sebanyak 100.000

sel/ml. Airnya diudarai terus-menerus dan wadah diletakkan dalam

ruang ber-AC, dan di bawah sinar lampu neon.

- Setelah 4-5 hari telah berkembang dengan kepadatan 4-5 juta sel/ml.

Hasilnya digunakan sebagai bibit pada penumbuhan berikutnya.

2. Dalam wadah 1 galon (3 liter) :

- Bibit dari penumbuhan dalam wadah 1 liter, ditebar dalam medium yang

telah diberi pupuk, untuk setiap galon membutuhkan bibit 100 ml,

hingga kepadatan mencapai 100.000 sel/ml.

- Wadah ditaruh di dalam ruangan ber-AC, di bawah lampu neon, dan

airnya diudarai terus-menerus.

- Setelah 4-5 hari telah berkembang dengan kepadatan 4-5 juta sel/ml.

Hasilnya digunakan sebagai bibit pada penumbuhan berikutnya.

3. Dalam wadah 200 liter dan 1 ton

- Wadah 200 liter membutuhkan 3 galon bibit, sedangkan wadah 1 ton

100 liter.

- Dalam waktu 4-5 hari mencapai puncak perkembangan dengan

kepadatan 2-4 juta sel/ml.

- Hasil penumbuhan di wadah 200 ton digunakan sebagai bibit untuk

penumbuhan di wadah 1 ton, sedangkan dari wadah 1 ton dapat

digunakan sebagai pakan.

c) Dunaliella

1. Dalam pemeliharaan harus diperhatikan penempatan wadah agar cukup

mendapat cahaya, sehingga fotosintesa dapat berjalan lancar.

2. Setelah pupuk tercampur merata, bibit dimasukkan sebanyak 1/3 bagian.

Wadah ditutup kapas atau stirofoam yang telah diberi slang untuk

mencegah kontaminasi.

3. Empat hari setelah masa pemeliharaan, dapat dipanen dan dikultur pada

wadah yang lebih besar.

d) Diatomae

1. Dalam wadah 1liter :

- Bibit ditebar dalam medium yang telah diberi pupuk sebanyak 70.000

sel/ml. Airnya diudarai terus-menerus dan wadah diletakkan dalam

ruang ber-AC, dan di bawah sinar lampu neon.

- Setelah 3-4 hari telah berkembang dengan kepadatan 6-7 juta sel/ml.

Hasilnya digunakan sebagai bibit pada penumbuhan berikutnya.

2. Dalam wadah 1 galon (3 liter) :

- Bibit ditebar sebanyak 100 ml. Wadah ditaruh di dalam ruangan ber-

AC, di bawah lampu neon, dan airnya diudarai terus-menerus.

- Setelah 2 hari telah berkembang dengan kepadatan 4-6 juta sel/ml.

Hasilnya digunakan sebagai bibit pada penumbuhan berikutnya.

3. Dalam wadah 200 liter dan 1 ton

- Wadah 200 liter membutuhkan 3 galon bibit, sedangkan wadah 1 ton

100 liter.

- Dalam wadah 200 ml, waktu 2 hari mencapai puncak perkembangan

dengan kepadatan 2-4 juta sel/ml, sedangkan wadah 1 liter, dalam 3

hari mencapai 2-3 juta sel/ml.

- Hasil penumbuhan di wadah 200 ton digunakan sebagai bibit untuk

penumbuhan di wadah 1 ton, sedangkan dari wadah 1 ton dapat

digunakan sebagai pakan.

e) Spirulina

1. Dalam pemeliharaan harus diperhatikan penempatan wadah agar cukup

mendapat cahaya, sehingga fotosintesa dapat berjalan lancar.

2. Setelah tercampur merata, bibit dimasukkan sebanyak 1/5-1/10 bagian.

Empat hari setelah masa pemeliharaan, dapat dipanen dan dikultur pada

wadah yang lebih besar.

f) Brachionus

Dengan Pemupukan: Bibit Brachionus ditebar 4-5 hari setelah pemupukan,

sebanyak 10 ekor/ml. 5-7 hari kemudian, Brachionus berkembang dengan

kepadatan sekitar 100 ekor/l dan dapat digunakan sebagai pakan ikan.

Dengan Pemberian Pakan:

1. Bibit Brachionus ditebar 4-5 hari setelah pemupukan, sebanyak 10

ekor/ml. Wadah setiap hari pagi diaduk sebagai ganti pengudaraan.

2. Pemberian makanan berupa algae dapat diganti dengan ragi roti

sebanyak 1-2 gram berat basah per 1 juta ekor per hari pada suhu 25

derajat C atau 2-3 gram pada suhu lebih dari 25 derajat C. Takaran untuk

ragi kering adalah 1/3-1/2 takaran berat basah

3. Apabila campuran algae tidak bisa diberikan terus-menerus, maka 1-2 jam

sebelum panen harus diberi makanan algae secukupnya.

- Ragi laut (Rhodotorula) dapat juga diberikan sebagai makanan

Brachionus. Ragi laut dapat diperoleh dari saluran pembuangan

pembenihan ikan dan udang laut.

- Ragi laut dapat ditumbuhkan dengan memupuknya dengan 10 g gula, 1

g (NH4)2SO4, dan 0,1 g KH2PO4 atau K2HPO4 untuk setiap 1 liter air

laut, dan ditambah HCl untuk mencapai pH 4. Dalam wadah 500-1000

liter, kepadatannya 100 juta sel/ml.

- Brachionus yang diberi makan ragi laut mencapai kepadatan 80-120

ekor/ml dalam masa pemeliharaan 25 hari.

g) Artemia

1. Makanan utama Artemia adalah katul padi (dedak halus) yang berukuran

< 50 mikron. Makanan lainnya : tepung terigu, tepung beras, ragi roti, ragi

bir, ragi laut, dedak gamdum, tepung kedele, dan tepung ganggang.

2. Dedak dilarutkan sebanyak 50-150 gram/l air garam (150 gram dalam 1

liter air), kemudian diblender dan disaring dengan kain saring halus 50

mikron. Larutan dedak diwadahi kantong plastik berdasar kerucut dan

diberi slang plastik yang dilengkapi kran untuk pemberian pakan.

3. Jumlah pemberian pakan ditentukan berdasarkan kekeruhan medium,

Artemia dewasa (>2 minggu) kekeruhannya 20-25 cm, dan Artemia

berumur < 2 minggu kekeruhannya 15-20 cm.

Usaha Pembesaran

1. Benih berupa burayak tingkat nauplius instar I yang masih belum perlu

makan dengan padat penebaran 1000-3000 ekor/l yang dilakukan pada

senja hari.

2. Pemberian makan untuk umur 1-5 hari, ditandai dengan kekeruhan 15-20

cm dan untuk umur > 6 hari 20-25 cm.

3. Alat penyaring air mulai dipasang dengan mata saringan yang berangsurangsur

diperbesar sesuai umur Artemia, yaitu 200, 250, 350, dan 450

mikron.

4. Kadar O2, pH, dan suhu air diamati secara rutin. Aerasi ditambah bila O2 <

2 mg/l dan pH < 7,5. Air medium ditambah 2 g/l NaHCO3 bila pH turun.

Bak pemeliharaan ditutup plastik pada malam hari untuk mencegah

fluktuasi suhu. Suhu yang baik adalah 25-30 derajat C. Kotoran yang

mengendap pada dasar bak harus selalu disedot.

Produksi Nauplius

1. Cara pemeliharaannya sama dengan usaha pembesaran.

2. Kondisi lingkungan diusahakan agar Artemia dapat berkembang biak

secara ovovivipar (melahirkan nauplius), yaitu kadar garam 40-50 permil,

suhu 25-30 derajat C, kadar O2 4 mg/l, dan pH 7,5-8,5.

3. Umur 3 minggu Artemia mulai kawin dan setiap 4-5 hari sekali akan

beranak dengan jumlah 100-300 ekor. Umur induk dapat mencapai 6

bulan.

Produksi Telur

- Cara pemeliharaannya sama dengan usaha pembesaran.

- Kondisi lingkungan diusahakan agar Artemia dapat berkembang biak

secara ovipar (bertelur), yaitu peningkatan kadar garam dan penurunan

kadar O2 .

- Setelah Artemia dewasa kadar garam dinaikkan sampai 90 permil dengan

cara menambah larutan garam pekat secara berangsur-angsur tiap hari.

- Setelah berumur 4 minggu, ditambah EDTA sampai kadarnya 25 mg/l

dalam waktu 1 minggu.

- Minggu ke-5, kadar O2 diturunkan dengan cara memutuskan aerasi tiap 1

jam selama 10 menit. 1-2 minggu kemudian induk Artemia mulai

mengandung telur.

h) Infusoria

1. Penebaran bibit Ciliata dilakukan setelah makanan tumbuh, yaitu ±1

minggu setelah persiapan wadah.

2. Ciliata dapat berkembang biak dalam waktu seminggu, ditandai dengan

warna air medium yang berubah jadi keputih-putihan.

3. Apabila medium budidaya berbau busuk, dilakukan pergantian air secara

bertahap dengan menggunakan slang air.

i) Kutu Air

1. Pemasukan biibt dilakukan 18-24 jam sesudah pemupukan awal dengan

padat penebaran 30 ekor/l.

2. Perkembangannya akan mencapai puncak dalam waktu 7-10 hari dengan

kepadatan 3000-5000 ekor/l.

3. Makanan kutu air terdiri dari tumbuhan renik dan detritus.

j) Jentik-jentik nyamuk

1. Makanan diberikan secara berkala yang terdiri dari ragi, kotoran kelinci

dan susu bubuk, atau detritus kering yang berasal dari alam.

2. Dinding wadah yang ditumbuhi bakteri/lendir harus dibersihkan.

k) Cacing Tubifex

Penebaran bibit dilakukan dalam lubang-lubang kecil di atas bedengan

(petakan /blok) yang berjarak 10-15 cm dengan jumlah 10 ekor /lubang.

Masa pemeliharaan cacing sekitar 10 hari.

l) Ulat Hongkong

1. Pemberian pakan tambahan berupa buah-buahan dan sayuran yang

masih segar.

2. Pembersihan tempat dilakukan bila media hidup berubah warna jadi agak

hitam. Caranya dengan menyaring/mengayak sel media dan ulatnya

dengan ukuran saringan tergantung ukuran ulat. Untuk membersihkan

kotoran yang agak besar dilakukan dengan menampi.

3. Dalam waktu 2 minggu, ulat berubah bentuk menjadi kepompong,

kemudian kumbang dan membutuhkan makanan lebih banyak.

4. Kumbang berwarna agak keputihan, kemudian berubah kehitam-hitaman.

Setelah 3 minggu kumbang bertelur sebanyak 1000 butir/ekor dan akan

menetas 5-6 hari kemudian. Umur induk hanya 1 bulan setelah bertelur.

5. Ulat yang menetas baru terlihat setelah 2 minggu. Pakan tambahan yang

diberikan, terutama sawi putih/sayuran lain yang banyak kandungan

airnya.

6.5. Pembuatan Pakan Buatan

Dalam menyusun ramuan untuk pakan buatan harus memperhatikan kadar zatzat

dari masing-masing bahan baku dan disesuaikan dengan kebutuhan.

a) Bentuk Larutan Emulsi

1. Sebutir telur itik direbus sampai masak, kemudian diambil kuningnya dan

dilarutkan dalam 200 ml air.

2. Sambil diaduk, tambahkan 40 g tepung kedele halus, 5 g sagu, dan

akhirnya 1 g vitamin.

3. Panaskan larutan sambil tetap diaduk, sampai diperoleh cairan kental

seperti lem yang encer. Larutan siap digunakan setelah dingin.

4. Masa simpan larutan 10 jam dan digunakan untuk makanan burayak ikan

yang berumur 3-20 hari.

b) Bentuk Larutan Suspensi

1. 20 g kedele direbus sampai masak, agar zat penghambat tumbuhnya

hilang, dihaluskan dan diberi air sedikit demi sedikit, kemudian disaring

dengan kain mori halus. Telur itik diberi perlakukan serupa dan yang

digunakan hanya bagian yang kuning.

2. Larutan sari kedele dan larutan sari kuning telur dicampur dan diaduk

merata.

3. Digunakan untuk makanan burayak.

c) Bentuk Roti Kukus

1. Telur itik dikopyok sampai lumat dan berbuih. Secara berangsur-angsur

ditambahkan tepung ikan, tepung terigu, dan tepung susu, sampil terus

diaduk dan diberi air sedikit demi sedikit.

2. Adonan dikukus sampai masak selama 30 menit. Roti yang sudah masak

didinginkan dengan kipas angin.

3. Vitamin B dan C dihaluskan, ditambah tetrasiklin yang telah dibuang

kapsulnya dan beberapa tetes vitamin A+D-pleks dan Kalsidol.

4. Roti kukus yang telah dingin, dibentuk menjadi gumpalan kecil-kecil,

kemudian dioleskan pada campuran vitamin dan antibiotik, sambil

diremas-remas sampai campuran merata. Roti dapat disimpan dalam

lemari es selama 3 hari.

5. Sebelum digunakan sebaiknya dibuat suspensi, yaitu dengan

melarutkannya dalam air melalui kain saringan halus yang ukurannya

disesuaikan dengan ukuran burayak yang akan diberi makan.

d) Bentuk Pellet

1. Bahan untuk membuat pelet ada 2 macam, yaitu berupa: tepung kering

dan gumpalan (pasta).

2. Bahan perekat dapat dicampur langsung dengan bahan lainnya saat

masih kering, atau disendirikan. Bila disendirikan, bahan tersebut diseduh

dulu dengan air mendidih sampai mengental seperti lem encer. Setelah itu

bahan perekat dicampur dengan bahan-bahan lainnya.

3. Pencampuran bahan dimulai dengan bahan yang jumlahnya sedikit dan

diakhiri dengan bahan yang jumlahnya paling banyak. Bahan yang berupa

pasta dicampurkan paling akhir. Bahan perekat yang dibuat adonan

tersendiri, dicampurkan paling akhir. Adonan yang masih kurang basah

dapat ditambah air sedikit demi sedikit.

4. Apabila bahan perekat dicampur langsung dengan bahan-bahan lainnya,

maka pembuatan adonan dilakukan dengan air panas sebanyak ± 1/4

berat bahan baku. Pengadukan dilakukan di atas api kecil, agar air tidak

cepat dingin.

5. Pengadukan adonan dilakukan sampai terjadi perubahan warna.

6. Adonan didinginkan di atas tampir. Apabila menggunakan ragi, maka

pencampurannya dilakukan setelah adonan dingin.

7. Bahan baku yang telah dingin dicetak dengan penggiling daging dan akan

diperoleh bentuk batangan-batangan. Batangan basah tersebut dipotongpotong

sepanjang 3 cm.

8. Pelet basah yang telah dipotong-potong dijemur sampai kadar airnya 10-

20%. Pengeringan dihentikan apabila pelet kering, keras dan mudah

patah.

e) Bentuk Remah dan Tepung

1. Keduanya berasal dari pellet yang sudah kering. Pellet digiling lagi dengan

penggiling kopi. Besar kecilnya ukuran butiran tergantung kendor

kencangnya setelan gigi-gigi penggilas alat penggiling.

2. Tepung kasar dan halus dipisahkan dengan ayakan.

- Untuk benih berumur 20-40 hari, mata saringnya 40-75 sampai 75-105

mikron.

- Untuk benih berumur 40-80 hari, mata saringnya > 105 mikron.

f) Bentuk Lembaran

1. Kuning telur ayam dikopyok sampai lumat, sambil berangsur-angsur

ditambah air 100 ml, kemudian ditambah 20 gram tepung terigu.

2. Adonan dipanaskan sambil terus diaduk sampai adonan mengental

menjadi emulsiarutan emulsi yang masih panas dan encer, dioleskan tipistipis

dan tipis-tipis di atas lempeng aluminium, kemudian dipanggang

sampai mengering dan akan mengelupas sendiri.

3. Lapisan yang telah mengelupas, dikumpulkan. Dalam keadaan demikian

mudah pecah-pecah menjadi kepingan-kepingan kecil.

7. HAMA DAN PENYAKIT

7.1. Hama dan Penyakit Pakan Alami

a) Chlorella

1. Untuk mencegah berkembangnya hama dan pengganggu, medium

dibubuhi dengan larutan tembaga sulfat atau trusi (CuSO4) sebanyak 1,5

mg/l. Selain itu air baru yang akan ditambahkan harus disaring dengan

kain saringan 15 mikron.

2. Hama yang sering mengganggu adalah Brachionus, Copepoda, dll. Untuk

memberantas hama tersebut dalam wadah 60 liter atau 1 ton dapat

dilepas ikan mujair 4-5 ekor.

b) Kutu Air

1. Moina yang bergerombol di permukaan menunjukkan mutu medium

menurun.

2. Cendawan yang meningkat pada hari ke-3. Bila cendawan sudah banyak,

budidaya dihentikan dan bak dikeringkan.

3. Bila muncul Brachionus dan Ciliata, budidaya dihentikan dan kolam dicuci

dengan larutan klorin 100 ml/m3 dan dikeringkan.

c) Jentik-jentik nyamuk tari (Chironomus) dicegah dengan menutup bak dengan

kasa nyamuk.

d) Ulat Hongkong

Hama yang mengganggu, antara lain : semut, cecak, dan tikus. Pencegahan

dilakukan dengan mengolesi wadah dengan minyak mesin (Oli).

7.2. Gangguan pada pakan buatan

a) Bahan kimia yang sering mengotori bahan baku adalah obat-obatan

pemberantas hama pertanian, terutama pestisida organoklorin.

b) Kotoran-kotoran, seperti : limbah industri, kotoran dari mesin-mesin

pengolahan.

c) Bahan kimia beracun yang secara alami terdapat dalam bahan baku.

8. PANEN (Panen Pakan Alami)

a) Chlorella

Chlorella dipanen dari perairan masal 60 l/ 1 ton dan dapat langsung

diumpankan pada ikan.

b) Tetraselmis

Cara pemanenan langsung diumpankan dan diambil dari budidaya masal 1

ton.

c) Dunaliella

Cara pemanenan langsung diumpankan dan diambil dari budidaya masal 1

ton.

d) Diatomae

1. Pemanenan menggunakan alat penyaring pasir yang terbuat dari ember

plastik 60 l, yang bagian bawahnya dipasang pipa PVC (d = 5 cm) yang

berlubang-lubang kecil sebagai saluran pembuangan air.

2. Ember diisi kerikil yang berukuran 2-5 mm dan pasir (d = 0,2 mm,

koefisien keseragaman 1,80). Tinggi lapisan pasir ± 4/5 bagian dari jumlah

seluruh isi pasir dan kerikil, dan ± 8 cm diatas permukaan pasir dibuat

lubang perluapan.

3. Diatomae dari bak pemeliharaan dimasukkan ke dalam bak penyaring

pasir dengan pompa air dan akan tersaring oleh lapisan pasir.

4. Dari lubang pengurasan dipompakan air yang akan menembus lapisan

kerikil dan pasir dan meluapkan air beserta Diatomae melalui lubang

peluapan kemudian ditampung dalam sebuah wadah.

e) Brachionus

1. Panen Brachionus dilakukan pada waktu kepadatannya mencapai 100

ekor/ml dalam jangka waktu 5-7 hari atau 2 minggu kemudian dengan

kepadatan 500-700 ekor / ml.

2. Panen sebagian dapat dilakukan selama 45 hari, dimana 1-2 jam sebelum

penangkapan, air diaduk , kemudian didiamkan. Brachionus yang

berkumpul di permukaan diseser dengan kain nilon no 200 / kain plankton

60 mikron.

3. Panen total dilakukan dengan menyedot air dengan selang plastik dan

disisakan 1/3 bagian kemudian disaring dengan kain nilon 200 atau kain

plankton 60 mikron.

4. Hasil tangkapan dicuci bersih dan sudah dapat dimanfaatkan.

f) Artemia

1. Usaha Pembesaran

- Panen dilakukan pada umur 2 minggu dan ukuran Artemia mencapai 8

mm. Sebelum penangkapan, aerasi dihentikan selama 30 menit, lalu

Artemia yang naik ke permukaan diserok dengan seser kain halus.

- Artemia dapat langsung dimanfaatkan atau disimpan dalam freezer.

2. Produksi Nauplius

Penangkapan dilakukan dengan memanfaatkan kotak keping penyaring

yang dilengkapi saringan 200 mikron pada ujung pipa peluapannya.

Nauplius diambil setelah yang terkumpul dalam jumlah banyak.

3. Produksi Telur

- Cara penangkapan sama dengan produksi nauplius

- Telur dicuci bersih dan direndam 1 jam dalam larutan garam 115

permil, dikeringkan selama 24 jam, 35-40 derajat C.

- Penyimpanan dilakukan di kantong plastik yang diisi gas N2/kaleng

hampa udara.

g) Infusoria

Infusoria dipanen dalam waktu 1 minggu, ditandai dengan perubahan warna

medium menjadi keputih-putihan.

h) Kutu Air

Pemanenan dilakukan dengan menghentikan aerasi, penyedotan dan

penyaringan medium dengan saringan ukuran 200-250 mikron dan 800-1500

mikron untuk memisahkan dari jentik-jentik nyamuk.

i) Cacing Tubifex

1. Panen dilakukan setelah 10 hari dengan cara memungutnya dengan

tangan beserta lumpurnya, kemudian dicuci.

2. Panen total dilakukan apabila kondisi tanah dan medium tidak dapat

menyediakan makanan lagi.

j) Ulat Hongkong

Pemanenan dilakukan jika larva ulat berumur 2 bulan dan berukuran 1,5-2

cm. Caranya dengan menggunakan alat penyaring/ayakan dengan agak

besar.

9. PASCAPANEN (Pakan Alami)

a) Hasil panen phytoplankton dapat langsung dimanfaatkan atau disimpan

dalam bentuk basah/kering, setelah dikonsentratkan dengan plankton net,

plate separate, atau centrifuge.

b) Penyimpanan stok murni phytoplankton dilakukan dalam media cair/agar dan

disimpan dalam lemari pendingin dengan masa simpan 1 bulan.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA

10.1.Analisis Usaha Budidaya

Adanya kecenderungan peningkatan permintaan produksi perikanan

mendorong berkembangnya usaha-usaha perikanan budidaya di Indonesia. Hal

ini berarti kebutuhan benih semakin meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan

benih tersebut, telah diterapkan teknologi manipulasi pembenihan. Kebutuhan

pakannya pun dipenuhi dari luar dengan maksud agar jumlah dan kualitas

benih yang dihasilkannya bisa maksimal.

Selama ini jenis pakan yang banyak digunakan untuk tujuan tersebut adalah

pakan buatan. Akan tetapi, sebagai pakan benih ikan, jenis pakan buatan

mempunyai banyak kekurangan dibandingkan pakan alami. Komponen

penyusun pakan alami lebih lengkap, sehingga para pembenih ikan cenderung

lebih menyukai pakan alami. Kebutuhan ini sulit terpenuhi, karena belum ada

pengusaha yang menanamkan modalnya secara khusus dalam produksi pakan

ikan alami.

10.2.Gambaran Peluang Agribisnis

Pakan ikan alami yang digunakan sebagai makanan benih ikan/udang,

sebagian besar dibuat sendiri dalam satu unit pembenihan. Hal ini dirasa

kurang praktis dan tidak ekonomis, sehingga masih terbuka kesempatan yang

sangat luas untuk membuka usaha produksi ikan alami. Untuk sementara

waktu, sasaran utama produksi pakan ikan alami adalah para mahasiswa,

peneliti, atau perusahaan pembenihan udang. Tetapi dalam jangka panjang

usaha ini memiliki prospek ekonomi yang baik.

11. DAFTAR PUSTAKA

a) Anonimuos. 1993 Skeletonema Bebas Parasit. Dalam Techner. Volume 07.

Tahun II.

b) Anonimous. 1994. Ulat Hongkong untuk Ikan Hias. Techner. Volume 15.

Tahun III.

c) Djariah, A.B. 1995. Pakan Ikan Alami. Penerbit Kanisius. Jakarta.

d) Isnansetya, A. dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan

Zooplankton. Pakan Alami untuk Pembenihan Organisme Laut. Penerbit

Kanisius.

e) Mujiman, A. 1999. Makanan Ikan. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.

12. KONTAK HUBUNGAN

Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS;

Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas

Editor : Kemal Prihatman